Puisi : Menalar Sumbu Jogja
(Seri Puisi Sigarda #3)
Ditulis oleh : eko irawan
Jogja Istimewa, Sejak awal mula sebuah kota. Ada dasar filosofi, menyatu dengan semesta. Sumbu imajiner Utara selatan kota. Sumbu Filosofi Yogjakarta.
Filosofi poros Serasi selaras seimbang, manusia dan Tuhannya. Manusia dengan Manusia. Manusia dengan alam semesta. Simbolis dalam rencana, jadi doa membangun kota.
Pal putih tugu golong gilig sebagai lingga. Panggung Krapyak sebagai Yoni. Satu garis lurus sumbu filosofi Keraton. Tentang Kesuburan, tekad mensejahterakan rakyat dalam putih suci.
Dari panggung Krapyak ke Utara. Simbol perjalanan manusia. Proses yang terus berulang, dari dilahirkan hingga dewasa. Dan alun alun selatan, simbol wani, berani meminang karena sudah akhil baligh dan dewasa.
Dari Tugu ke Selatan, lambang jalan kembali manusia pada Tuhannya. Golong gilig simbol cipta, rasa dan karsa suci dalam margatama. Jalan keutamaan diterangi obor para wali, terus keselatan hingga Margamulya. Dan usir nafsu negatif melalui Pangurakan.
Kepatihan dan pasar Beringharjo melambangkan godaan syahwat dan godaan duniawi. Ada pohon asem, bermakna kesengsem nan menarik. Dan pohon gayam bermakna pengayom nan teduh. Sumbu Jogja, filosofi manusia.
Sah, unesco memberi pengakuan warisan budaya dunia. Filosofi adiluhung dalam rencana. Jadi doa dan simbol simbol semesta. Itu sebabnya, wisatawan selalu kangen Jogja.
Tugu Golong Gilig, 19 September 2023
Ditulis untuk Seri Puisi Sigarda #3
Behind the Poem