Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Roman Jendela

18 Juli 2023   11:17 Diperbarui: 18 Juli 2023   11:21 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Eko Irawan untuk Roman Jendela, foto 17 juli 2023 di area museum Reenactor Ngalam foto diolah dengan snapsheed dan lumii

Bertemulah dengan paku, kaca dan cat.  Jadilah bingkai jendela yang dipasang pada sebuah rumah. Jadilah jendela ini penghubung untuk melihat, antara penghuni yang tinggal didalam, dan tamu yang datang dari luar. Andai jendela punya memori, tentu akan banyak cerita akan menyapa. Tentang hidup dan mati. Tentang damai dan perselisihan.

Sepeninggal bapak tua itu, rumah dimana jendela ini berada mulai disulut perselisihan. Ada tragedi rebutan waris. Sungguh tragis, kenapa tak mampu duduk bersama dengan baik baik lalu bicara sambil ngopi. Kenapa tak saling jaga silaturahmi. Toh mereka itu bersaudara. Satu kandung lagi. Untuk apa mereka ingin berebut kuasa hak atas rumah ini.

Dan pada akhirnya bingkai pigura itu terbuang ditempat sampah. Rumah itu dirobohkan setelah dijual pemilik lama kepada pemilik baru. Rupanya pemilik baru tidak suka model rumah termasuk pigura jendela rumah itu. Beruntung ada yang menolong memanfaatkan jendela itu, sekalipun  jendela ini tidak punya manfaat sebagai jendela. Fungsi jendela yang sebenarnya untuk melihat, kini buntu. Tertutup. Didalam tak bisa melihat luar. Yang diluar tak bisa melihat ke dalam. Hanya aksesoris, seolah ada jendela tapi tak berfungsi.

Entah sudah berapa tahun jendela ini nangkring disana. Lalui kisah kisah yang terus berbeda. Antara ramai dan sepi, disana banyak sepinya. Membiarkan jendela dalam renungan. Sebuah balada tranformasi dari waktu ke waktu. Perubahan terus mengikuti kisah. Jadi bukti, bahwa hidup itu bergerak. Dinamis. Dan teruslah menyesuaikan diri dengan takdir terbaik. Jika jendela ini adalah manusia, maka dia akan protes, tak terima kejadian yang terjadi. Tapi ini adalah jendela, yang harus tetap menerima apapun sejak dia adalah sebuah biji yang tumbuh dihutan, hingga akhirnya jadi jendela yang tak berfungsi Jendela.

Sekarang ijinkan menyapa. Siapapun yang lewat. Walau tak dianggap. Tak dilihat. Jendela ini akan tetap jalani takdir semesta.

Malang, 18 Juli 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun