Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Manfaat Mengutuk Kekurangan (Seri Puisi Epigram #3)

8 Juni 2023   23:24 Diperbarui: 8 Juni 2023   23:37 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Eko Irawan untuk Seri Puisi Epigram #3 diolah dengan Lumii

Manfaat Mengutuk Kekurangan
(Seri Puisi Epigram #3)
Ditulis oleh Eko Irawan

Sungguh Akan lalai. Saat diri sibuk mengutuk kekurangan. Terus merasa lemah, merasa kurang, merasa tak bisa.
Waktupun akan bilang good bye padamu.

Hari demi hari mengeluh. Energi hidup digunakan untuk sambat dan terus sambat. Cara memberontak, cara tak puas. Jika gagal cari penyebab, maka..

Cara termudah, memusuhi orang lain. Menuduh dan menghakimi. Lari dari kenyataan, puas tipu diri. Lalu hasilnya tak pernah ada, gagal dan terlambat.

Inilah manfaat mengutuk kekurangan. Hanya yang bebal, terus saja hobby mengeluh. Apa dirimu tak punya kelebihan? Kenapa kekurangan jadi prioritasmu.

Ada kekurangan diri, pasti ada kelebihan. Itu milikmu, bekalmu, Anugerah dari Tuhanmu. Sudahkah kau syukuri, kau berdayakan, dan kau tingkatkan? Kau punya, pasti punya, karena hanya orang bodoh yang tak tahu dirinya bisa apa.

Malang, 8 Juni 2023
Ditulis untuk Seri Puisi Epigram 3

Behind the Poetry


Pada banyak orang, ternyata hanya sibuk dengan kekurangan dirinya. Kurang ini, kurang itu. Merasa tak bisa, tak mampu dan memelihara sisi negatif sebagai prioritas hidup. Celakanya, dia tak menemukan jawaban kenapa bisa demikian, lalu menghibur diri dengan cara tipu diri sendiri, bahwa yang salah itu orang lain, pihak lain dan dirinya serasa bebas, bersih, dan cara termudah, tunjuk saja pihak lain sebagai biang keladi. Dikira dengan cara picik seperti ini dia akan sukses? Tuhan maha Adil, dan akan memberi hadiah sesuai prasangkanya.

Jika diterus teruskan, lalu Hasilnya apa? Waktu hidup terus berjalan, tak peduli mau mengeluh terus sepanjang hidup dan mengutamakan sambat hingga akhirnya sia sia hidup tanpa prestasi lalu mati. Itu cara sangat tidak elok mensyukuri hidup. Ada hitam, pasti ada putih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun