Monolog Ramadan #2 : Inovasi dari Nostalgia
Nostalgia Ramadanku. Terkenang dimemoriku. Anak anak generasi 80-90an. Cerita abadi tersimpan memori.
Masa kecil, masa bermain. Masa belajar. Siapa sangka permainan ramadan jadi inovasi. Siapa sangka terus dibawa hingga kini.Â
Dahulu ramadan itu, liburan. Terdengar dari subuh hingga petang. Aneka petasan jadi hiburan. Kisah perang perangan, nostalgia ramadanku.
Iya, dahulu hobiku perang perangan. Terinspirasi kisah pahlawan. Para pejuang melawan penjajahan. Itu dilakukan saat libur puasa lebaran.Â
Siapa sangka inovasi dari nostalgia. Menjaga rasa dari kecil hingga tua. Bukan untuk terus bermain saja. Tapi metode bermain lebih mengena.
Apa sudah berumur, harus berhenti berimprovisasi? Apa tambah usia, pensiun inovasi. Banyak inspirasi nostalgia ramadan jadi sumber inspirasi. Apa metode bermain tidak ilmiah lagi.
Lihatlah para tua. Apa dilarang berhobby? Manusia berhobby untuk merehatkan lelah jiwa raga. Musik, mancing, ternak burung, bertaman, berkebun.. permainan semasa kecil, yang terus ada hingga tua.Â
Apa lucu sudah tua bermain? Tertawalah, karena tertawamu mengukur sumbangsihmu untuk agama dan bangsamu. Tertawamu mengukur peranmu. Padahal yang lucu itu, mereka yang pintar omong, lihai mengkritik, tapi miskin peran. Zong kosong melompong itu lucu. Sangat lucu. Lalu apa manfaat hidupmu untuk kehidupan manusia?
Inovasi dari nostalgia. Berawal dari perang perangan Ramadan pada suatu masa. Me reka ulang sebagai sarana belajar sejarah bangsa. Karena bermain lebih mengena. Bermain jadi metode belajar lebih dikenang sepanjang masa.