Puisi : "Bahasa Kopi"
(Seri Hari Hari Puisiku #71)
Hujan belum reda. Menunggu dengan setia. Campur aduk rasa. Menutupi apa yang sesungguhnya.
Bukan soal yang ditulis, via chat.
Bukan soal yang diwicara, via telephone.
Bukan soal yang dinyatakan, via dialog.
Tapi soal hati, diantara kita. Perasaan Kita. Tetap dalam Frekuensi Cinta.
Dibaca chatmu, bisa salah tafsir. Bisa salah paham. Seolah tak Sudi. Tak mau. Menolak. Tak butuh. Tapi ditunggu. Dinanti.
Didengar katamu, bisa stress diriku. Yang inilah. Yang itulah. Berulang, Bikin telinga panas. Tapi aku tahu, kau menguji komitmenku padamu.
Perlu tradisi, itulah bahasa kopi. Dialog dua hati. Agar sepaham dan sinergi. Karena Bahasa kopi, menjernihkan salah paham arti. Bahasa kopi, menyegarkan pikiran dan nurani.
Karena kita perlu bicara.
Setelah bertemu, cair, ternyata tak ada sengketa. Tak perlu tersinggung dan diperpanjang rasa. Karena kita telah bersatu dalam cinta. Tak perlu terucap, karena saling percaya.
Bahasa Kopi, bahasa jernih. Cairkan. Karena setelah pulang, bisa sama sama tersenyum. Tanpa janji, berjuang bersama, Berbagi rasa.
De Huize dua lima, 26 Februari 2023
Ditulis oleh Eko Irawan
Untuk Seri Hari Hari Puisiku 71