Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Review Talkshow Spirit Budaya dan Kepahlawanan di Malang #4 dan #5

18 Desember 2022   02:11 Diperbarui: 18 Desember 2022   02:40 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Team RoadShow Team pelaksana

Review Talkshow Spirit Budaya dan Kepahlawanan di Malang #4 dan #5 

Mengalir saja seperti air, itulah yang disepakati bersama dari team sequad Talkshow Spirit Budaya dan Kepahlawanan di Malang. Roadshow ini memasuki chapter #4 pada malam Minggu tanggal 10 Desember 2022 bertempat di Mesem Caffe Tumpang dan Chapter #5 pada Tanggal 15 Desember 2022 bertempat di Museum Brawijaya Malang. Sejak awal Road show saya selaku salah satu pemateri dan narasumber dari acara ini, berusaha untuk memberikan apa yang terbaik dan berusaha memberikan sentuhan yang berbeda ditiap penampilan. Keseruan ini merupakan tantangan tersendiri dihadapan para audience yang berbeda. Bagaimana keseruannya, berikut Ulasannya.

Reenactor, Sejarah Hamid Rusdi dan Monolog.

Reenactor adalah metode pembelajaran sejarah dengan cara Reka Ulang. Metode ini digagas agar pembelajaran Sejarah punya daya tarik dan diminati para generasi muda. Film karya Reenactor Ngalam adalah wujud media audio Visual yang bisa dijadikan pembelajaran sejarah. Berbagai Properti, unit replika senapan, pakaian dan perlengkapan lainnya mulai dikumpulkan sejak 2007 dan menjadi Koleksi Museum Reenactor Malang Sejak 2017. Properti ini bukan barang murahan yang bisa dibeli dilapak loakan. Coba cek, untuk satu stel seragam peta lengkap dari sepatu hingga topi, berapa harganya di bursa online. Dalam Reenactor tidak dikenal istilah ngawur, yang penting dandan mirip pejuang. Pangkat era 1960, tidak bisa digunakan impresi tahun 1945. Tidak masuk tema seragam doreng jaman now, dijadikan peran Belanda untuk impresi 10 November. Kenapa? Belum ada bukti otentik dalam catatan sejarah pada tahun 1945 ada tentara Belanda memakai doreng TNI jaman now. Reenactor bukan dandan ala karnaval agustusan. Ini metode pembelajaran sejarah berdasarkan bukti otentik yang terbukti dalam sejarah. 

Selain Film, Reenactor dalam sosialisasinya membuat drama teatrikal. Dalam drama teatrikal ini, agar unit senapan replika bisa berbunyi dan berkesan mirip senjata aslinya, dibutuhkan beberapa spesifikasi petasan. Unit ini tidak berbahaya, karena tidak difungsikan untuk menembak. Namun sangat lucu sekali jika dalam drama teatrikal di lapangan yang offline dilihat langsung oleh penonton, senjata replika ini tidak dibekali petasan.
Untuk drama teatrikal berdurasi 10 menit saja bisa habis dana untuk petasan sebesar kurang lebih Rp.  2.000.000,- untuk sebuah pagelaran Full. Agar kolosal dibutuhkan pemain yang berperan dengan seragam yang sesuai dan tidak ngawur. Hal inilah yang tidak dipahami orang awam. Dikira dan dianggap perang perangan kok pakai biaya. Apa memang ada penjual petasan yang dikasihkan gratis.
Dalam Reenactor memang tidak dikenal impersonal atau memerankan seorang tokoh. Namun dalam rangka gelar event swadaya seperti yang kami jalani ini, mampukah menggelar drama teatrikal kolosal dalam Format gratisan? Drama teatrikal itu ciri khas dunia Reenactor, namun jika tampil tanpa adanya dukungan untuk membeli petasan, rasanya sangat lucu dan tidak menarik untuk ditonton sebagai sajian pembelajaran. Apakah pihak Reenactor Ngalam tidak mau berswadaya? Sejak 2007 Reenactor Ngalam sudah memberikan sumbangsih berswadaya dari kantong pribadi untuk event eventnya. Lalu bagaimana wujud sosialisasi jika tanpa dana dan dilakukan seorang diri? Selain presentasi dan pemutaran Film, dibutuhkan metode baru sosialisasi Reenactor secara cerdas dan tidak jadi beban bagi kami dan penyelenggara. Monolog Hamid Rusdi adalah bentuk yang bisa dilakukan agar sosialisasi Reenactor bisa dilaksanakan. Saya berimpresi sesuai alur kronologi kehidupan Hamid Rusdi. Saya tidak memerankan Sosok Hamid Rusdi, dalam monolog, saya menyebutkan kata dia. Dua kali mengangkat Sejarah Hamid Rusdi, ternyata sangat seru dan memikat banyak penonton. Ternyata drama teater monolog bisa jadi pilihan untuk sosialisasi Kepahlawanan Hamid Rusdi.
Berikut liputan Monolog Hamid Rusdi
Selamat Menikmati
https://youtu.be/HsD8U37Fkec


Demikian semoga menginspirasi. Progres ini dilakukan sebagai bentuk mengenalkan spirit Budaya dan Kepahlawanan dalam berbagai bentuk media yang bisa diterima berbagai pihak dan dikemas secara menarik. Inovasi harus diperjuangkan secara konsisten dan harus berani membuat cara baru. Pandai mengkritik tapi tidak melakukan apapun sama dengan bohong. Ide yang hanya dibicarakan tanpa aksi nyata hanya akan jadi sampah. Mengeluh, sambat dan banyak alasan hanya jadi cara bodoh menipu diri. Jika sendiri tak bisa, maka bangunlah kolaborasi. Jika lingkunganmu tak berkembang, beranilah lompat Pagar. Untuk apa membatasi diri, jika kau tersiksa didalam. Keajaiban tak akan datang jika hanya menunggu. Jadilah diri sendiri, karena ini duniamu, panggungmu sendiri. Dipikir sendiri dan berpikir lama dengan penuh pertimbangan misterius hanya buang waktu percuma. Kesempatan kadang hanya datang sekali. Sekali tertunda, kesempatan akan kadaluarsa. Tak ada yang tak mungkin jika kau mau berusaha. Dan Hasil tak akan mengingkari perjuanganmu. Dan semua akan kembali seperti air mengalir. Ikuti saja jalan takdir Semesta.

Caffe Mesem, 18 November 2022
Ditulis oleh Eko Rody Irawan
Untuk Seri Talkshow Spirit Budaya dan Kepahlawanan di Malang 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun