Kutatap langit malam. Kelam. Selubung bumi siang malam. Ada bintang, bulan, dan mentari yang silih berganti, terbit dan tenggelam.
Duhai langit. Sungguh sedikit yang kutahu. Hidup manusia terlalu sibuk. Bertarung. Bersaing. Dengan penuh sombong. Mengaku sempurna, tapi bohong.
Menjepit langit. Agar aku sampai kesana. Berorasi global. Curhat si kecil, agar didengar semesta. Utopia waras menuntut keadilan.
Tapi ini hanya jepit jemuran. Yang menjepit cucian. Agar kering. Mampukah merubah. Dengan keajaiban. Mimpipun tidak. Hanya manusia sok tahu, yang bodoh tapi merasa selangit.
Duhai langit luas. Sungguh pongah manusia. Ternyata sombong manusia bumi, ditertawakan langit semesta. Kau tahu, tapi sedikit.
Malang, 4 Agustus 2022
Ditulis oleh Eko Irawan
Untuk Seri sajak Langit #1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H