Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menjepit Langit (Seri Sajak Langit #1)

4 Agustus 2022   07:04 Diperbarui: 4 Agustus 2022   07:09 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puisi : Menjepit Langit

Kutatap langit malam. Kelam. Selubung bumi siang malam. Ada bintang, bulan, dan mentari yang silih berganti, terbit dan tenggelam.

Duhai langit. Sungguh sedikit yang kutahu. Hidup manusia terlalu sibuk. Bertarung. Bersaing. Dengan penuh sombong. Mengaku sempurna, tapi bohong.

Menjepit langit. Agar aku sampai kesana. Berorasi global. Curhat si kecil, agar didengar semesta. Utopia waras menuntut keadilan.

Tapi ini hanya jepit jemuran. Yang menjepit cucian. Agar kering. Mampukah merubah. Dengan keajaiban. Mimpipun tidak. Hanya manusia sok tahu, yang bodoh tapi merasa selangit.

Duhai langit luas. Sungguh pongah manusia. Ternyata sombong manusia bumi, ditertawakan langit semesta. Kau tahu, tapi sedikit.

Malang, 4 Agustus 2022
Ditulis oleh Eko Irawan
Untuk Seri sajak Langit #1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun