Mbak Anggun
Mugi seger kuwarasan. Perkenalkan, saya orang Indonesia. Lahir dan mati Insya Allah di Indonesia. Orang Indonesia yang tak akan berpindah kewarganegaraan. Di tubuh saya mengalir darah Gresik dari ayah saya dan Semarang asal ibu saya. Dan saya bangga atas itu.
Saya jelas tahu siapa panjenengan. Pun dengan keluarga saya lainnya. Penyanyi kondang dengan berbagai hits yang mendunia. Penyanyi top asli Indonesia, yang kemudian mendunia dan kemudian berpindah kewarganegaraan. Panjenengan sekarang menjadi WN Perancis, sama seperti idola saya, seorang pesepakbola tahun 2000 an, left wing back Bixente Lizarazu yang ngetop saat main di FC Hollywood – Bayern Muenchen. Saya juga tahu kalau panjenengan dua kali didaulat menjadi duta global PBB, yaitu untuk program Mikrokredit pada tahun 2005 dan FAO pada tahun 2009.
Mbak Anggun ..
Menarik menyimak surat penjenengan ke presiden kami soal hukuman mati. Diawali dengan tulisan bahwa Pak Jokowi mungkin tahu seberapa ngetopnya panjenengan di Prancis plus begitu bangganya panjenengan berada di sebuah negeri yang menjunjung tinggi HAM, dan mencoba untuk mengkritisi betapa “biadab” nya hukuman mati, apapun latar belakangnya. Sampai kapanpun kita akan bisa berdebat panjang soal layak atau tidak hukuman mati. Kenapa? Karena kita punya argumen – argumen yang mendasari itu semua. Argumen yang terbangun dari dimensi yang beragam. Namun apapun itu baiknya panjenengan menghargai bahwa layak atau tidak itu adalah hukum positif di negeri kami Indonesia ( yang dulu adalah negeri panjenengan juga ), seperti kami menghargai hukum Negara lain.
Pernahkah Mbak Anggun membaca kisah Usman dan Harun? Harun Said dan Usman Hj Mohd Ali, dua anggota KKO (Korps Komando Operasi - kini dikenal dengan Korps Marinir) hidupnya harus berakhir di tiang gantungan milik pemerintah Singapura. Pernahkah Mbak baca bagaimana gigihnya perjuangan pemerintah Indonesia yang saat itu salah satu lawyernya adalah ( Alm ) Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja SH untuk membebaskan dari tiang gantungan? Pernahkah Mbak baca juga bagaimana pada akhirnya pemerintah Soeharto harus menghormati kedaulatan hukum Singapura?
Mbak Anggun
Masih ingatkah dengan Pembukaan UUD 45 yang dulu saat sekolah, panjenengan dengar setiap Senin pagi saat upacara bendera? Presiden kami terikat oleh sumpah itu.
Saya kutip sebagian isi alinea ke 4 :
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum ..”
Mungkin panjenengan menganggap tidak ada yang istimewa dengan itu, namun bagi saya pribadi sangat istimewa. Presiden kami berkewajiban untuk melindungi segenap bangsanya. Bangsa Indonesia. Tumpah darah Indonesia. Presiden kami tidak ingin Narkoba makin membahayakan buat kami disini. Keluarga saya, teman, sahabat dan tentu keluarga panjenengan juga.
Mbak Anggun ..
Ijinkan saya bertanya. Ketika bolak balik syuting ajang pencarian bakat disini, di Indonesia, pernahkah panjenengan berkunjung ke Panti Rehabilitasi Narkoba? Atau seberapa sering anda mendengar berita tentang efek buruk Narkoba? Atau tentang bagaimana hebatnya terpidana Narkoba, namun bisa tetap berbisnis Narkoba, apakah pernah membaca juga?
Kenapa protes panjenengan baru sekarang juga Mbak? Dimana suara panjenengan saat Karni binti Medi Tarsim dihukum mati pemerintah Arab Saudi tempo hari yang lalu? Dimana panjenengan saat 2011 Ruyati dihukum pancung oleh Arab Saudi? Jika panjenengan konsisten bahwa hukuman mati tidak layak diterapkan pasti panjenengan mengikuti berita tentang ini semua. Atau jangan – jangan hanya karena sentimen pribadi semata, ada WN Perancis yang menjadi terpidana mati? Korban Narkoba bukan hanya keluarga terpidana, namun lebih luas lagi, semua penjuru, sayang sekali panjenengan tidak menyinggung soal itu.
Jangan dulu bicara keadilan ketika perspektif keadilan yang kita maknai itupun masih absurd adanya. Jangan pula menganggap peradilan di negeri kami keruh, bila panjenengan mengikuti secara utuh saja tidak. Bahwa hukuman mati tidak menjadi solusi seperti yang panjenengan bilang saya setuju, tapi setidaknya hakim di negeri ini sudah berbuat sesuatu untuk menyelamatkan bangsa lewat keputusan yang diambilnya. Bangsa yang sungguh dicintainya. Biarkan hukum kami tegak siapapun pemimpinnya. Pemimpin yang tak takut dengan ancaman bangsa lain.
Sederhana saja, “Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung”
Mbak Anggun
Mugi tansah pinaringan berkah lan rahmat dening Gusti Ingkang Maha Asih. Monggo mampir Semarang. Saya ajak ke rumah teman saya. Korban Narkoba juga. Silakan panjenengan nanti komentar soal bahaya Narkoba, sambil nongkrong dan makan nasi kucing Pak Gik di pinggir kali Semarang.
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H