Mohon tunggu...
Irawan Ardhi
Irawan Ardhi Mohon Tunggu... -

Menulis berarti bekerja untuk keabadian ( Pramoedya Ananta Toer )

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Normatif Konseptual vs Pragmatis Implementatif

10 Juni 2014   21:49 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:22 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Merdeka !!

Bagaimana kabar panjenengan hari ini? Apakah sudah menentukan pilihan untuk 9 Juli nanti. Masih banyak waktu, setidaknya masih ada kesempatan melakukan kontemplasi sambil menikmati Piala Dunia di teve anda. Masih ada beberapa sesi debat Capres – Cawapres 2014 kelak, nah jadikan saja media untuk mengukur kecakapan masing – masing calon sebelum tentukan preferensi.

Menarik menyimak debat Capres – Cawapres 2014 Sesi I kemarin 9 Juni 2014. Masing – masing kita pasti punya terjemahan serta penilaian sendiri, pun dengan saya. Saya mulai dari moderator, Mas Zainal yang selama ini jadi pengamat hukum/ antikorupsi menurut saya agak tegang juga. Boleh jadi ini kan bukan habitat aslinya jadi menurut saya masih wajar jika sedikit gagap apalagi dihadapan dengan tokoh – tokoh hebat negeri ini.

Nomer 1 - Prabowo & Hatta

Harus diakui bahwa pandangan – pandangan ke depan pasangan ini sangat bagus ke depan. Visioner. Kebangsaan. Namun kendalanya adalah semua masih pada batas keinginan tekstual saja. Artinya jika kami menang maka kami akan begini begitu. Tidak ada yang salah memang, namun penjelasan normatif  ini bisa jadi sasaran empuk kandidat lain untuk menjatuhkan karena dianggap tidak konkret. Akan lebih konkret sebenarnya jika Hatta Rajasa berani mengelaborasi apa saja yang telah dilakukan di kabinet. Blunder besar pasangan ini adalah ketika Hatta Rajasa berbicara soal hukum yang setara. Belum lupa dalam ingatan bagaimana Hatta Rajasa begitu “melindungi” putranya ketika tersangkut masalah hukum. Satu lagi Prabowo entah mengapa begitu reaksioner ketika JK bertanya soal HAM. Satu yang positif adalah kalimat dari Prabowo “ Tidak ada pengikut yang jelek, yang ada adalah Pemimpin yang jelek “. Wise.

Nomer 2 - Jokowi & JK

Diksi yang dipakai pasangan ini cukup biasa – biasa saja jika kita bandingkan dengan pasangan nomer 1  yang cenderung lebih intelek. Namun disinilah sebenarnya kekuatan pasangan ini, sederhana guna mudah dipahami. Kelebihan lain adalah bagaimana individu – individu dari pasangan ini adalah pelaku langsung dari kebijakan – kebijakan yang diucapkan. Kelebihan ini membuat pasangan ini begitu leluasa berbicara hal – hal konkret ketimbang pernyataan  - pernyataan konseptual. Sama seperti pasangan nomer 1, Jokowi menurut saya melakukan blunder ketika menyampaikan politik anggaran. Tak terbayang bagaimana ngamuknya saudara – saudara di Papua ketika anggaran untuk mereka dipangkas karena dianggap tidak taat dengan pusat. Satu lagi saya merasa kurang nyaman dengan pernyataan Jokowi yang menyebutkan bahwa dirinya adalah contoh rekrutmen berhasil partai politik, maksudnya bukan ketua umum namun dicalonkan presiden. Terlalu jumawa. JK seperti biasa dengan gaya lugasnya menurut saya menjadi bintang kemarin malam. Tajam kritis ( sebagian menganggap provokatif ) dan selalu menyajikan sajian – sajiaan konkret dimana dia berperan di pemerintahan. Hatta Rajasa sebenarnya memiliki modal sama namun sayang tidak dielaborasi lebih jauh.

Siapa yang unggul?

Silakan anda nilai sendiri, namun setidaknya anda sudah mulai bisa melakukan komparasi mana pasangan based on concept – mana pasangan based on track record.

Hidup Indonesia Raya !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun