Mohon tunggu...
Irawan Ardhi
Irawan Ardhi Mohon Tunggu... -

Menulis berarti bekerja untuk keabadian ( Pramoedya Ananta Toer )

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Langsung: Penghormatan Kepada Meritokrasi

9 September 2014   22:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:10 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam Nusantara

Usai sudah perhelatan Pilpres dengan segala cerita yang membumbuinya. Namun seperti kutukan, ribut – ribut alias grejegan seperti seolah tak pernah habis di negeri ini. Seperti cerita Ken Arok, balas berbalas tak berujung.

Setelah gagal di pilpres ( meski sebenarnya sudah yakin menang dan sudah sujud syukur juga plus siaran langsung di “ tv memang beda “ ), rombongan Mas Wowo sekarang ngotot mengegolkan Pilkada tidak lagi langsung melainkan dipilih oleh DPRD lewat RUU Pilkada. Jadi kembali lagi kita akan diajak di masa lalu. Logika jungkir balik terhampar di otak waras kita. Ada yang bilang soal biaya. Ada yang berargumen bahwa Pilkada langsung menciptakan pemimpin ga jelas, korup dsb. Banyak lagi alasannya.

Tidaklah perlu anda jadi pintar dulu, jadi S2 apa S3 dulu untuk menganalisa ini. Bahwa politik itu dinamis dan berubah adalah iya. Persis seperti kata pak JK. Namun argumen dasar mengapa Mas Wowo dan temannya ngotot pilkada lewat DPRD adalah kekuatan koalisi mereka dominan di parlemen. Jadi dengan mudah pemimpin daerah dapat diraih oleh kubu mereka. It’s so simple! Dihitung – hitung 30 propinsi suara kubu Mas Wowo dominan. Kalau sampeyan tarik lagi ke belakang, ini kan balas dendam, “ kami kalah di pilpres, tapi kami menang di daerah “. Kira – kira begitulah.

Pertanyaannya adalah :

·Kalau alasannya biaya, kenapa juga tidak dibikin Pilkada serentak?

·Kalau alasannya, melahirkan pemimpin korup, kenapa juga tidak membuat persyaratan bahwa calon pemimpin harus berani melakukan pembuktian terbalik atas hartanya? Yakinkah lewat DPRD lebih bersih?

·Kalau memang kita yakin kita itu kapabel, kredibel dan akseptabel karena rekam jejak yang bagus, tak perlu anda keluar uang banyak to? Pak Ahok sudah membuktikan saat beliau jadi Bupati Babel, daerah dimana 90% penduduknya muslim, sementara Pak Ahok adalah minoritas disana.

Sederhana saja, bahwa Pilkada langsung akan melahirkan pemimpin Out of the box macam Bu Risma di Surabaya, Pak Ahok di Babel, Kang Emil di Bandung, Pak Jokowi di Solo, Pak Nurdin Abdullah di Bantaeng, Pak Abdullah Azwar di Banyuwangi. Banyak lagi. Bahwa Pilkada langsung ada banyak kelemahan, pasti, dan itu tugas kita bersama, berpikir bagaimana membangun sebuah mekanisme pelaksanaan pemilihan pemimpin dan kontrol yang lebih baik. Namun jangan pernah merampas hak demokrasi rakyat karena Vox Populi Vox Dei - Suara Rakyat Suara Tuhan.

Dan buat saya Pilkada Langsung adalah penghormatan kepada meritokrasi,  penghormatan kepada mereka yang dipandang memiliki kapasitas dan kredibilitas mumpuni guna memimpin baik di tingkat lokal maupun nasional tanpa melihat latar belakang suku, agama dan ras manapun. Pilkada tak langsung, setan, pocong, hantu pun bisa didudukkan jadi pemimpin jika dia disokong kekuatan besar di parlemen.

Bagaimana menurut panjenengan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun