Hari itu Jumat 4 April 2014
Matahari sudah menyengat meski waktu masih pagi. Pukul 07.27 WIB kulirik jam tanganku. Entah apa yang menggerakkanku namun sorot mataku tiba - tiba beralih keujung jembatan Kaligarang. Sesosok bocah kecil dengan koran setumpuk terus ada di dadanya. Di dada seorang bocah kecil bertopi “INDONESIA”.
Tubuhnya kecil cenderung kerempeng. Wajahnya dekil. Kutaksir usianya tak lebih dari 6 tahun. Paparan matahari jelas nampak dari kulitnya yang gelap kecoklatan. Keringat yang mengucur memberikan sebuah arti bagaimana dia harus bekerja. Kakinya nan lincah tak beralas kaki menari dari ujung jembatan Kaligarang ke lampu merah perempatan yang sesak itu. Terus begitu berulang tak nampak lelah meski terik terus menyengat langit kota Semarang. Menyengat siapa saja yang beraktivitas di langit kota ini.
“.. 1000 pak .. 1000 pak ..” katanya nyaring menawarkan dagangannya.
Tak beruntung memang karena tak banyak pengendara tertarik atas apa yang dia tawarkan. Raut kecewa nampak jelas di mukanya yang kecil, namun segera pudar ketika seplastik es teh diminumnya. Belum sempat menyeka keringat di wajahnya, lampu merah telah menyala membawa sebuah kewajiban yang melekat padanya untuk kembali menawarkan koran yang dibawanya.
Tiba dihadapanku si kecil itu sambil menyodorkan satu eksemplar koran lokal yang lusuh itu. Berharap padaku untuk membelinya. Selembar Rp. 2000 sisa yang ada di kantong tak lama berpindah tangan dari kantongku ke tangan mungilnya.
“ .. ini Pak kembaliannya..” seraya memberikan Rp. 1000 sambil menatap wajahku.
“.. sudah ga usah, anggap saja saya beli dua.. “ kataku.
“ .. jangan Pak, ini 1000 milik Bapak .. terima kasih “ katanya tegas sambil memaksaku menerimanya.
Segera beringsut bocah kecil itu. Berlari kencang berpacu dengan nyala lampu pengatur jalan. Sebuah dialog 47 detik namun entah mengapa membuatku begitu sentimentil. Terpaku.
Ada nilai – nilai kehidupan yang tersembunyi disana. Sebuah nilai kejujuran. Nilai kerendahan hati. Nilai keikhlasan. Menerima apa yang berhak, menolak apa yang tidak berhak. Nilai keberpihakan pada ketulusan nurani. Bahwa tak layak menerima apa yang bukan hakmu. Sebuah pelajaran singkat yang begitu menggetarkan hati. Dan aku harus belajar banyak darimu teman kecilku.
Salam ketulusan !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H