Mohon tunggu...
Irawan
Irawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pelahap informasi...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Vonis Seumur Hidup Sangat Pantas bagi Akil Mochtar!

1 Juli 2014   08:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:01 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14041524701392820080

[caption id="attachment_345650" align="aligncenter" width="380" caption="Foto: Detikcom - Lamhot"][/caption]

Ini pesan maut kepada seluruh jajaran penegak hukum agar jangan korupsi, jangan menerima gratifikasi, dan jangan mempermainkan keputusan pengadilan! Hukumannya bisa maksimal yaitu menghabiskan masa tuanya mendekam di penjara! Sungguh menyedihkan.

Terdakwa Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, sebuah lembaga penegak hukum yang merupakan benteng terakhir keadilan pada sengketa-sengketa politik dan kekuasaan serta perundang-undangan, telah mencatat "rekor" ketika menerima vonisnya atas kelakuannya mempermainkan sengketa sejumlah pemilihan kepala daerah.

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, terdakwa Akil dinyatakan bersalah oleh majelis hakim melakukan korupsi dan pencucian uang, sesuai 6 buah tuntuan jaksa, yaitu ;

- 4 buah tuntutan dalam melanggar pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP dalam pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas, Lebak, Pelembang ,Empat Lawang, Buton, Morotai, Tapanuli Tengah, Jawa Timur, kabupaten Merauke, kabupaten Asmat, kabupaten Boven Digoel dan Provinsi Banten

- 1 buah tuntutan dalam melanggar pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif hingga Rp 126 miliar saat menjabat sebagai hakim konstitusi periode 2010-2013.

- 1 buah tuntutan dalam melanggar pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 jo pasal 65 ayat 1 KUHP karena diduga menyamarkan harta kekayaan hingga Rp22,21 miliar saat menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Golkar 1999-2009 dan ketika masih menjadi hakim konstitusi di MK pada periode 2008-2010.

Vonis majelis hakim adalah sebagai berikut;

1).  Menjatuhkan hukuman pidana penjara seumur hidup (!), sesuai tuntutan jaksa

2). Tidak menjatuhkan hukuman denda atau uang pengganti kerugian negara, tidak seperti tuntutan jaksa Rp. 10 miliar

Terhadap tidak divonisnya denda, majelis hakim menyatakan pertimbangannya sbb;

"Mengenai tuntutan penuntut umum mengendai denda, majelis berpendapat denda tidak relevan lagi karena tuntutannya maksimal sehingga tidak dapat diganti dengan pidana badan apabila denda tidak bisa dibayarkan", kata hakim Suwidya.

Sedang yang dinilai majelis hakim memberatkan adalah;

Pertama, terdakwa Akil telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dalam jabatannya sebagai ketua MK, yang merupakan lembaga tinggi negara. MK, menurut hakim, merupakan benteng terakhir masyarakat dalam mencari keadilan

Kedua, perbuatan terdakwa Akil telah meruntuhkan wibawa MK. Diperlukan usaha yang sulit dan memerlukan waktu lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada MK.

Tentu KPK sangat mengapresiasi keputusan ini.

"Putusan ini merefleksikan rasa keadilan hukum dari majelis hakim sekaligus penghormatan majelis hakim terhadap penguatan dan pemuliaan demokrasi yang selama ini telah dirobek-robek sebagian (oleh) proses politik," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (30/6/2014) malam, seperti dilansir Kompas.com.

Tentu saja kasus sengketa pilkada-pilkada tsb tidak akan berhenti sampai di sini. Secara hukum, pihak-pihak yang terlibat dalam memberikan gratifikasi atau uang suap kepada terdakwa Akil Mochtar dalam sengketa pilkada-pilkada tersebut dalam putusan majelis hakim ini dapat dituntut lebih lanjut ke pengadilan. Mereka adalah, a.l;

- Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyito, terbukti memberikan suap Rp. 19,8 miliar

- Gubernur Banten Atut Chosiyah dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana, terbukti menyuap sebesar Rp 7,5 miliar

- Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011, Alex Hesegem, terbukti memberikan uang pulsa Rp. 125 juta

- Bupati Empat Lawang Budi Anthoni, terbukti suap Rp. 10 miliar dan USD 5000

- Calon bupati dan wakil bupati Lampung Selatan Rycko Menoza dan Eki Setyanto, terbukti memberikan gratifikasi sebesar Rp 500 juta

- Bupati Gunung Mas Hambit Bintih, terbukti memberikan suap  Rp. 3 miliar (tertangkap tangan)

Hal ini seharusnya sama seperti yang terjadi pada kasus terpidana korupsi Rudi Rubiandini, di mana para pelaku penyuap diseret sebagai tersangka, seperti Artha Meris yang disangka menyuap Rudi sebesar USD 522.500.

KPK jauh-jauh hari sudah mengisyaratkan hal ini, dan menegaskan bahwa jika pengadilan dapat membuktikan penyelewengan AM, dalam bentuk menerima barang, uang maupun jani, terhadap 10 sengketa pilkada yang disangkakan, maka pihak-pihak yang memberi kepada Akil Mochtar akan terkena jerat hukum pidana korupsi.

“Pemberi janji bisa diusut kalau di pengadilan Akil terbukti menerima janji bisa jadi uang bisa jadi barang,” tegas Johan Budi, jubir KPK, pada tanggal 29/1/2014 lalu, seperti dilansir Detiknews.

Jadi kita nantikan saja episode lanjutan dari kasus Akil Mochtar (sekarang terpidana) ini. Tentu tidak sekedar bandingnya terpidana Akil yang bahkan mau sampai surga segala (sumber: Detiknews), tapi diseretnya para pelaku penyuap/pemberi gratifikasi ke pengadilan.

Sumber : Detiknews, Kompas.com

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun