Mohon tunggu...
Irawan
Irawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pelahap informasi...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"No Poo", Atau Hidup Tanpa Shampo Komersil

17 Januari 2014   06:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:45 3771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13899000682037050540

Bertahan hidup bertahun-tahun tanpa keramas memakai shampo komersil buatan pabrik? Jika hidupnya di pedalaman daerah terpencil, wajar-wajar saja, tapi akan janggal jika yang melakukannya adalah warga kota, perempuan pula. Tapi itulah yang telah dilakukan blogger Jaquelyn Baers dan penulis Hanna Brooks Olsen, bertahun-tahun tidak memakaikan shampo komersil pada rambutnya, sebagaimana diceritakan oleh situs Huffington Post. Baers sudah melakoni hidup keramas tanpa shampo selama 3 tahun, sedangkan Olsen selama 5 tahun. Carla, seorang sales, juga melakoni hal yang sama bertahan tanpa shampo selama 6 bulan, dalam ceritanya kepada Daily Mail UK. Yang membuat mereka emoh lagi memakai shampo adalah karena mendapat informasi yang diperoleh tentang bahan-bahan kimia yang terkandung dalam kebanyakan produk shampo hasil pabrikan, dan merasa ngeri membayangkan bahan-bahan kimia tersebut menempel pada kulit kepala dan kulit tubuh lainnya saat bersentuhan dengan shampo. Apalagi jika pergi ke salon, apakah kita tahu betul bahan kimia apa saja yang terkandung dalam cairan yang dipakai oleh pekerja salon untuk merawat rambut kita? Sangat sedikit yang peduli, yang dipentingkan adalah hasilnya saja, rambut berkilau dan tertata rapi. Memang kalau kita membaca pada bungkus beberapa shampo, terkadang tercantum beberapa bahan kimia berikut ini, seperti dilansir oleh Healthmeup.com sbb; 1). Sodium Laureth Sulfate (SLS) /Sodium Lauryl Sulfate (SLES), terutama digunakan sebagai deterjen untuk cuci dengan banyak aplikasi pembersihan, suatu surfaktan yang sangat efektif dan digunakan dalam setiap tugas yang memerlukan penghapusan noda berminyak dan residu. Sebagai contoh, ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dengan produk industri termasuk minyak pelumas mesin, pembersih lantai, dan sabun cuci mobil. SLS/SLES bisa berfungsi mengangkat minyak pada kulit, dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, yang bisa menyebabkan katarak. 2). Diethanolamine (DEA atau DEOA); penggunaannya terutama sebagai surfaktan dan inhibitor korosi, untuk menghilangkan hidrogen sulfida dan karbon dioksida dari gas alam. DEA digunakan dalam produksi diethanolamides, yang merupakan bahan umum dalam kosmetik dan shampoo yang ditambahkan untuk memberikan tekstur yang lembut dan menimbulkan busa. DEA dapat membentuk karsinogen bersama dengan bahan kimia dalam shampo, yang akhirnya dapat menyebabkan kanker. Zat-zat karsinogen menyebabkan kanker dengan mengubah asam deoksiribonukleat (DNA) dalam sel-sel tubuh, dan hal ini mengganggu proses-proses biologis. 3). Parabens; merupakan bahan pengawet, banyak digunakan dalam produk shampo dan kosmetik. Kandungan parabens dalam shampo diketahui mempengaruhi tingkat estrogen, sehingga pada akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan dalam tingkat hormon. 4). Formaldehyde; merupakan bahan utama beberapa senyawa kimia dan material industri, seperti tekstil, otomotif, cat, insulation, vaksin, kesehatan, dll. Turunannya seperti quaternium-15, diazolidinyl urea, imidazolidinly urea dan DMDM hydantoin digunakan dalam industri kosmetik, antara lain digunakan sebagai pengeras kuku dan juga pelurus rambut. Penggunaannya yang paling dikenal luas adalah sebagai bahan antiseptik dan biasa juga digunakan untuk pembalseman mayat. Formaldehyde adalah racun bagi manusia, bersifat alergen dan karsinogen 5). Isopropyl alcohol;  biasa digunakan sebagai pelarut untuk cat atau untuk proses industri. Dalam industri kosmetik, dipergunakan dalam larutan pewarna rambut dan lotion. Gejala keracunan alkohol isopropil termasuk kemerahan, sakit kepala, pusing, depresi SSP, mual, muntah, anestesi, dan koma. Keracunan dapat terjadi dari konsumsi, penghisapan, atau penyerapan. 6). Propylene glycol; digunakan sebagai pembawa untuk aroma di shampoo, dan juga membantu mempertahankan kelembaban (kondisioner). Namun, bahan kimia dapat menyebabkan iritasi alergi pada beberapa orang, dan juga dapat menyebabkan kulit kepala melepaskan minyak berlebih. Bahan kimia ini bisa dengan mudah menembus kulit dan menyerap protein di dalamnya, dan hasilnya kulit jadi cepat kendur. 7). FD & C Colour pigments; merupakan bahan kimia pewarna buatan dan sintestis. Penggunaannya dapat menyebabkan kulit menjadi sensitif dan menyebabkan iritasi dan masalah saraf. Beberapa warna ini mengandung mengandung tar batubara yang bersifat karsinogenik. Menyerap beberapa warna ini juga dapat menyebabkan penurunan tingkat oksigen dalam tubuh. Baiklah, bahan-bahan kimia tersebut di atas, mungkin masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan, sehingga sampai saat ini tidak dilarang oleh pihak yang berwenang, seperti FDA di AS atau BPOM di Indonesia. Tapi jika shampo dipakai secara rutin, tentu bahan-bahan kimia itu dalam jangka panjang akan menumpuk pada tubuh terutama kulit kepala, dan inilah yang membahayakan, karena akhirnya jadi melebihi ambang batas. Para perempuan yang emoh memakai shampo lagi ternyata tidak hanya mereka saja, juga banyak orang lainnya di dunia ini. Gerakan mereka tersebut dinamakan sebagai gaya hidup "No Poo", yaitu menggunakan berbagai macam metode mencuci rambut (keramas) tanpa shampo komersial. Dasar dari gerakan No Poo adalah mereka percaya bahwa shampo telah menghilangkan minyak alami (sebum) yang diproduksi oleh kulit kepala - menyebabkan kulit kepala kemudian memproduksi lebih banyak lagi minyak untuk mengkompensasi kehilangan tersebut.  Mereka juga percaya bahwa keramas secara teratur menyebabkan "lingkaran setan" karena akhirnya menjadi suatu keharusan untuk bershampo secara teratur untuk mengkompensasi kelebihan minyak yang dihasilkan oleh kulit kepala (yang diproduksi sebagai respon terhadap hilangnya minyak alami dari kulit kepala dengan keramas sebelumnya). Shampo komersial juga diketahui mengandung bahan-bahan kimia berbahaya seperti disebutkan di atas, dan selain itu pembelian shampo komersial apalagi ke salon dipandang merupakan pengeluaran mahal yang tidak perlu. Dan rupanya yang mempraktikan hal tersebut menuai sukses, dengan hasil rambut yang lebih sehat dan alami. Setidaknya seperti yang diceritakan oleh Baers, Olsen, dan Carla, dan beberapa perempuan yang telah diwawancara oleh Huffington Post Live. Sebenarnya masuk akal juga. Shampo sintetis pertama diperkenalkan pada 1930, dan saat ini keramas dengan shampo komersil telah menjadi salah satu pola rutin kehidupan sehari-hari. Padahal jaman dulu sebelum ada produk tersebut, orang-orang telah memelihara rambutnya dengan mencuci menggunakan berbagai cara yang alami, kalau di Indonesia misalnya seperti air biasa, londo merang (hasil saringan abu tangkai padi dicampur air), minyak kelapa murni, daun pandan, tanaman lidah buaya, jeruk purut, daun makokan, kalbet, kulit kayu manis, air kembang, minyak kemiri, minyak zaitun, dll. Bisa ditemukan buktinya pada karya sastra lama yang isinya berupa pujian terhadap keindahan rambut seorang wanita, misalnya. Hanya yang perlu diingat, tidak mudah menjalani No Poo ini. Berdasarkan pengalaman mereka, ada masa transisi yang bisa menyebabkan patah semangat karena penampilan akan terlihat kacau, sebelum akhirnya tubuh secara bertahap akan menyesuaikan diri untuk menghasilkan minyak hanya cukup untuk menjaga rambut sehat. Selama waktu ini, yang bisa berkisar dari beberapa hari sampai beberapa bulan, rambut mungkin akan memiliki beberapa tambahan minyak dan lemak yang mungkin ingin diurus sepaya terlihat rapi. Bertahan dan bersabar, itu intinya, karena tidak mudah bagi seorang perempuan untuk kehilangan penampilan terbaiknya. Beberapa trik untuk menjalani No Poo secara lebih baik dipaparkan dalam sebuah artikel di situs The Hair Pin. Dan keuntungannya menjalani gaya hidup No Poo ternyata lumayan banyak, selain tujuan utama yaitu kesehatan alami rambut, juga menghemat pengeluaran rutin dan menghemat waktu, dan bagus juga untuk lingkungan karena akan lebih sedikit sampah plastik pembungkus shampo dan limbah sisa shampo. Kemudian tubuh juga lebih sehat karena berkurang kemungkinan terkena kanker dan penyakit-penyakit lainnya akibat paparan bahan-bahan kimia dalam shampo. Tentu ada pula pro dan kontra, terutama dari para praktisi kecantikan dan produsen shampo itu sendiri. Jadi, apakah tertarik untuk mengikuti gaya hidup No Poo? Kalau penulis sih hanya berambut pendek saja, dan keramas juga sewaktu-waktu jika diperlukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun