Mohon tunggu...
Irawan
Irawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pelahap informasi...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Atut dan Wawan Dikibuli Akil Mochtar Pada Sengketa Pilkada Banten?

21 Februari 2014   08:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:37 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_323883" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption] Dalam dakwaan Jaksa Penuntut pada sidang di Pengadilan Tipikor hari ini, Kamis, 20/02/2014, dengan terdakwa Akil Mochtar (AM), disampaikan bahwa ternyata Ratu Atut Chosiyah (Atut) telah menyuap terdakwa AM untuk memenangkan dirinya sebagai Gubernur dalam sengketa Pilkada Banten, seperti diberitakan Detiknews. Jumlah suap dikatakan total sebesar 7,5 milyar rupiah, dan penyerahannya dieksekusi oleh Wawan melalui beberapa orang bawahannya sebanyak 5 kali ke rekening milik CV Ratu Samagat, yang dimiliki oleh istri terdakwa AM, sebagai berikut; 1). Tanggal 31 Oktober 2011, sebanyak Rp. 750 juta, dengan berita transfer "biaya transportasi dan sewa alat berat", ditransfer oleh Ahmad Faid Asyari 2). Tanggal 1 November 2011, sebanyak Rp. 250 juta, dengan berita transfer "biaya transportasi dan sewa alat berat", ditransfer oleh Ahmad Faid Asyari 3). Tanggal 17 November 2011, sebanyak Rp. 2 miliar, dengan berita transfer"pembayaran bibit kelapa sawit", ditransfer oleh Yayah Rodiah 4). Tanggal 18 November 2011, sebanyak Rp. 3 miliar, dengan berita transfer"untuk pembelian bibit kelapa sawit", ditransfer oleh Agah Mochamad Noor 5). Tanggal 18 November 2011, sebanyak Rp. 1,5 miliar, dengan berita transfer"untuk pembelian alat berat", ditransfer oleh Asep Bardan. Jika dakwaan ini kemudian ternyata dinyatakan terbukti oleh majelis hakim, maka Atut akan mendapat gelar tersangka lagi dalam kasus ini, setelah sebelumnya dinyatakan sebagai tersangka kasus suap sengketa pilkada Kabupaten Lebak dan juga tersangka kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Banten. Kemungkinan ini sudah dinyatakan oleh KPK, sebagaimana dilansir Detiknews, ketika mengumumkan kemungkinan AM bermain di 10 kasus sengketa Pilkada. Jubir KPK Johan Budi menjelaskan, jika dalam persidangan Akil terbukti menerima hadiah atau janji dari pengurusan berbagai sengketa Pilkada, maka pihak-pihak pemberi juga bisa dijerat. Namun, untuk menjerat para pemberi ini KPK masih menunggu proses pengadilan. "Pemberi janji bisa diusut kalau di pengadilan Akil terbukti menerima janji bisa jadi uang bisa jadi barang," tegasnya. Tiga buah gelar tersangka, jika semuanya dinyatakan terbukti bersalah di pengadilan, akan membuat Atut menikmati puluhan tahun mendekam di penjara dan kehilangan mayoritas hartanya karena disita, sebab Atut juga selain akan didakwa korupsi, dapat hadiah dakwaan tindak pidana pencucian uang. Namun jika melihat ada tanggal keputusan majelis hakim yang menyidang kasus sengketa Pilkada Banten, serta kedudukan terdakwa AM dalam majelis hakim yang hanya sebagai anggota, maka ada kemungkinan besar bahwa Atut dan Wawan hanya dikibuli saja oleh terdakwa AM. Dalam amar putusan Majelis Hakim, seperti dimuat di situs Mahkamah Konstitusi, pada halaman 466, tentang Amar Putusan, disebutkan sbb; “… Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu, Moh. Mahfud MD, sebagai Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdan Zoelva, Harjono, M. Akil Mochtar, dan Muhammad Alim, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Kamis tanggal tujuh belas bulan November tahun dua ribu sebelas yang diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum pada hari Selasa tanggal dua puluh dua bulan November tahun dua ribu sebelas oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu, Moh. Mahfud MD, sebagai Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdan Zoelva, Harjono, M. Akil Mochtar, dan Muhammad Alim, masing-masing sebagai Anggota dengan didampingi oleh Mardian Wibowo sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemohon dan/atau kuasanya, Termohon dan/atau kuasanya, dan Pihak Terkait dan/atau kuasanya…” Kedudukan AM dalam majelis hakim hanyalah seorang anggota diantara 9 (sembilan) hakim, dan bukan ketua majelis, tentu akan susah baginya untuk sendirian mempengaruhi anggota lainnya, terkecuali AM juga menyuap beberapa anggota agar se-iya se-kata dengannya. Karena hal tersebut belum pernah terdengar - AM pasti akan ikut menyeret teman-temannya tersebut jika menerima suap - maka bisa dikatakan kemungkinan ini tipis sekali. Jadi peluang AM untuk mengatur majelis hakim agar sesuai keinginannya terasa absurd, apalagi ada Mahfud MD sebagai ketua majelis hakim yang pada saat itu juga merupakan Ketua MK. Kemudian jika melihat tanggal, Rapat Permusyawaratan Hakim diadakan pada 17 November 2011 untuk pengambilan keputusan, sedangkan pembacaan keputusan diadakan pada 22 November 2011. Jika melihat arus transfer suap yang membesar pada 17 dan 18 November, kemungkinan terdakwa AM bermain dengan mengatakan kepada pihak Atut bahwa ia bisa memenangkan Atut asal uangnya segera ditransfer lunas, yang kemudian terbukti pada sidang pembacaan putusan. Padahal sebenarnya keputusan sudah diambil, namun orang luar termasuk Wawan tidaklah tahu akan hal itu. Mahfud MD sendiri membenarkan kemungkinan permainan seperti itu, seperti dilansir situs Liputan 6.

“Banten bersih. Saya ketuanya, timnya juga bersih. Bisa diuji validasinya, termasuk dalil-dalilnya,” kata Mahfud Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2014).

Mahfud menjelaskan, dalam penanganan perkara PHPU di MK, memang semua hakim atau oknum-oknum lainnya bisa ‘bermain’. Apalagi ada jeda beberapa hari setelah putusan dibuat dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dengan dibacakan saat sidang putusan.

“Kalau ada orang yang main di luar saya, saya nggak tahu. Karena ada orang yang sudah tahu putusannya apa, lalu bermain dengan meminta imbalan kepada pihak yang dimenangkan,” ujarnya.

Di sini Mahfud seperti bermain kata-kata bersayap, menyatakan dirinya dan timnya bersih, tapi tidak menepis kemungkinan ada anggotanya yang “bermain”.

Jika benar demikian, bahwa sebenarnya Atut dan Wawan sudah dikibuli, malang benar nasibnya, sudah hilang uang, masuk penjara lagi, dan disita pula hartanya. Nafsu kekuasan memang bisa membutakan hati, hanya menyengsarakan diri sendiri saja pada akhirnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun