"Ini adalah suatu prediksi yang tidak dapat diterima dalam teori tersebut, sebab jika itu yang terjadi, maka kita sekarang tidak akan ada disini untuk mendiskusikannya", kata Hogan. " Mungkin saja hasil BICEP2 mengandung suatu error. Jika tidak, maka seharusnya ada sesuatu - yang belum diketahui - prosess yang mencegah alam semesta mengalami keruntuhan".
"Jika BICEP2 ternyata terbukti benar, maka ia memberitahu kita bahwa seharusnya ada suatu partikel fisika baru di luar Model Standar", kata Hogan lagi.
Tentu saja ada suara keragu-raguan dari para ilmuan lain.
Beberapa ilmuan kuatir bahwa BICEP2 telah salah mengartikan sinyal dari debu galaktik sebagai gelombang gravitasi, terlepas dari fakta bahwa tim BICEP2 telah menghabiskan waktu selama lebih dari 3 tahun untuk menganalisis data agar terlepas dari kesalahan.
"Kita tahu bahwa debu galaktik memancarkan radiasi terpolarisasi. Kita melihatnya pada banyak daerah di luar angkasa, dan apa yang kita tunjukkan dalam makalah itu adalah bahwa pola yang terlihat sama konsistennya antara radiasi debu galaktik dan gelombang gravitasi", kata astrofisikawan teoritis David Spergell kepada AFP.
Terlepas dari pro-kontra dari penemuan baru ini, para ilmuwan telah menunjukkan upaya keras mereka menemukan bukti-bukti dari suatu pertanyaan dasar tentang penciptaan alam semesta menurut ilmu dan teknologi. Hasil pemikiran mereka dapat ditelusuri sejak masa Yunani sebelum Socrates sampai jaman modern ini.
Secara visual, disajikan dengan sangat menarik dan mudah dicerna, hal ini dapat diikuti dalam film dokumenter berjudulCosmos : A Space Time Odyssey (2014)yang ditayangkan di jaringan kanal TV Fox dan National Geographic baru-baru ini.
Sumber : Sci-News.com, The Physic of The Universe, Royal Astronomical Society, News.com.au, National Geographic
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H