Mohon tunggu...
Ferry Irawan
Ferry Irawan Mohon Tunggu... -

Akun ini akan segera dinonaktifkan. Untuk informasi terbaru bulutangkis silahkan kunjungi www.bulutangkismania.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Indonesia Open Super Series 2010: Saina, Jatuh Cinta dengan Istora

28 Juni 2010   12:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:13 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

[caption id="attachment_179800" align="alignleft" width="190" caption="Saina Nehwal"][/caption]

Bertanding selama 3 minggu berturut-turut dalam 3 event yang berbeda tentu bukanlah hal yang mudah bagi seorang gadis berusia 20 tahun. Namun berkat kerja keras dan ketekunannya, anak asuh Gophicand Pullela dan Atik Jauhari ini mampu meraih prestasi maksimal dalam ketiga turnamen tersebut. Meski dalam kondisi yang cukup lelah, kerinduan Saina pada gempita Istora akhirnya kembali mengundangnya untuk datang ke Indonesia.

Satu jam sebelum pertandingan dimulai, Saina tampak keluar dari Hotel Sultan dengan atribut bulutangkisnya. Transportasi yang sudah dipersiapkan oleh panitia dari Hotel menuju Istora ternyata tidak mengurungkan niat Saina untuk berjalan kaki menuju Istora. Tak berhenti sampai disana, setiap orang yang menyapanya di sepanjang perjalanan di balas kembali oleh Saina dengan hangat dan teruntai senyuman. Tak salah ketika hendak memasuki gerbang pemain, beberapa penggemarnya langsung mengerubungi Saina akrab hanya untuk sekedar member semangat, meminta tanda tangan atau berfoto ria.

Beberapa rekan pers bahkan sempat terhenyak saat sang pelatih, Atik Jauhari menyatakan bahwa saat ini Saina sudah berada di ranking tiga dunia. Satu-satunya pemain tunggal putri non China yang mampu mendobrak dominasi pemain China yang menguasai peringkat 7 besar dunia. Tak mau pongah dengan tehnik yang dimilikinya Saina menganggap kompetisi di turnamen ini cukup berat meskipun tanpa kehadiran para pemain China.

Saina yang menantang jagoan negeri sakura, Sayaka Sato sempat mengontrol jalannya pertandingan di paruh awal set pertama dengan unggul 11-6. Beberapa serobotan Sayaka dan pengembalian bola Saina yang terlalu melebar membuat tunggal Jepang mampu menyamakan kedudukan di angka 11. Keadaan berimbang antara kedua pemain yang menyajikan agresivitas bola-bola cepat dan pertahanan yang memukau tersaji hingga kedudukan 17-17. Saina mencapai match point 20-18 terlebih dahulu dengan serangan bola-bola pendek dan kesalahan Sayaka di depan net. Meskipun Sayaka sempat menambah 1 angka dari pengembalian Saina yang terlalu lemah, kesalahan sendiri yang dilakuakn Sayaka di depan net akhirnya menutup set ini 21-19 untuk tunggal India.

Permainan Sayaka berubah drastis di set kedua. Tampil terus menekan dengan smash beruntun dan penempatan bola-bola sulitnya tidak mampu dikembalikan dengan baik oleh Saina. Beberapa ‘unforced error’ dari Saina juga memdahkan Sayaka untuk memaksakan rubber set, 21-13. Di set ketiga, kedua pemain sama-sama meingkatkan tempo permainan. Saina yang terampil dalam mengolah bola di depan net sempat membuat Sayaka kesulitan dan tanggung dalam mengembalikan bola sehingga dapat diselesaikan dengan baik oleh Saina. Kemampun netting Saina dan kesalahan beruntun yang dilakukan oleh Sato memudahkan Saina untuk unggul jauh 11-5, 15-9, dan 18-10. Meski sempat bermain ngotot di depan net, kurang akuratnya permainan Sayaka di poin kritis yang seringkali ‘out’ memastikan mahkota Saina untuk kedua kalinya di turnamen ini, 21-11.

“Di set kedua saya tidak mampu melakukan pergerakan dengan baik, pola permainan Sayaka juga berubah menjadi lebih agresif”, jelas Saina perihal kekelahannya di set kedua. Saina juga mengungkap bahwa sebagai unggulan teratas dan juara bertahan dirinya mempunyai beban tersendiri dan Sayaka dianggapnya sebagai lawan terberat selama pertandingan di turnamen ini. “Permainannya (Sayaka, red) berkembang cukup pesat dari tahun yang lalu. Mulai dari pukulan silang, netting, drive dan tehnik-tehnik lainnya” cerita Saina.

Kelelahan yang dialaminya setelah menjuarai turnamen India Grand Prix Gold dan Singapore Open Super Series 2010 di dua pekan selanjutnya sempat membuat Saina berpikir tidak peduli dengan raihan hasil di turnamen ini. “Saya merasa cukup lelah setelah dua minggu bertanding dan saya tidak terlalu peduli dengan hasil di turnamen ini” kata Saina. “Saya sangat mencintai atmosfer pertandingan di Istora yang berbeda dengan pertandingan lainnya” lanjutnya kemudian. Selain dukungan dari publik Istora, beberapa orang dari komunitas India juga sengaja hadir dalam pertandingan Saina untuk memberi dukungan. “Mereka selalu ada di setiap pertandingan saya, tidak hanya di sini (Indonesia, red) tapi juga ketika saya bertanding di Singapura” imbuhnya.

Atik sendiri yang ikut hadir pada konferensi pers usai pertandingan megakui kelebihan dari seorang Saina. “Semangat juangnya tinggi dan pantang menyerah. Seperti halnya dalam latihan, porsi Saina bisa jauh lebih banyak dari standar yang seharusnya” tandas Atik. “Saya berusaha untuk memanfaatkan kelemahan Saina dan menggalinya sebagai suatu kelebihan, seperti dalam respon setelah menyerang dan pertahanan yang terlalu monoton”, lanjut Atik.

Atik yang mempunyai untuk mengantar Saina menjadi kampiun di Kejuaraan Dunia mengaku siap untuk dipanggil PBSI apabila dirinya memang dibutuhkan oleh Indonesia. “Saya di kontrak oleh India sampai dengan tahun 2010, commonwealth games” ujar Atik yang memutuskan untuk tidak melanjutkan kontraknya ini. Perihal perkembangan sektor tunggal putri di Indonesia Atik mengaku optimis jika PBSI mampu melakukan evaluasi terhadap system yang ada. “Kita memiliki sumber daya pemain yang cukup banyak, namuan belum optimal” jelas Atik. “Selain dibutuhkan kerja keras, sistem yang ada di PBSI juga perlu dirombak. Misalnya dalam hal hal pengaturan jadwal aktivitas dan istirahat, 3 bulan berbanding dua minggu” paparnya kemudian.

Korea Puji Penggemar Bulutangkis Indonesia

[caption id="attachment_179802" align="alignleft" width="212" caption="Lee Hyo Jung/Kim Min Jung"][/caption]

Setelah menjadi penyumbang poin kemenangan atas tim China di Piala Uber 2010, duet Lee Hyo Jung/Kim Min Jung terus berkibar dengan menjadi runner up di Singapura dan menjuarai turnamen Indonesia Open Super Series 2010. Di hadang oleh duo Taiwan, Cheng Wen Hsing/Chien Yu Chin, duet Korea mampu menjadi juara setelah bermain rubber set selama 40 menit, 21-12, 12-21, 21-11. Usai pertandingan, Lee/Kim mengaku cukup puas dengan hasil ini walaupun sebenarnya mereka dalam kondisi yang cukup lelah usai bertanding di Singapura.

“Di game pertama kami bermain lebih santai. Taiwan bermain lebih bagus di set kedua jadi saya cukup merasa kelelahan karena harus beregerak lebih cepat” jelas Lee Hyo Jung. “Ketika set ketiga kami harus bermain dengan tenaga ekstra untuk hasil maksimal” jurusnya kemudian. Meskipun lelah bertanding selama dua minggu berturut-turut, Lee mengaku bangga mempunyai partner yang hebat seperi Kim Min Jung dan pelatih yang luar biasa untuk selalu memberikan motivasi bagi keduanya. “Saya lebih muda dari Lee, jadi lebih banyak sebagai pendengar petuah” kata Kim. Sementara Lee mengaku senang bermain bersama Kim karena Kim yang lebih muda darinya dan lebih enak untuk dibimbing. “Kim memang lebih muda dan lebih junior, jadi lebih mudah untuk diarahkan” papar peraih emas Olimpiade Beijing 2008 ini yang memtuskan untuk berlibur ke pantai pada bulan Juli sembari tersenyum senang.

Saat ditanya perihal kesannya bermain di Indonesia, Lee mengaku suasana Istora yang berbeda dan lawan yang lebih kompetitif. “Suasana di sini (Istora, red) berbeda dengan SIngapura dan lawan-lawan di sini lebih tangguh” urai Lee. Keduanya pun mengaku bahwa banyak pemain Korea yang disukai oleh penggemar bulutangkis di Indonesia. “Kami tahu banyak orang Indonesia yang menyukai pebulutangkis Korea, dan kami senang mendapatkan dukungan dari suporter Indonesia” ungkap dara kelahiran Seoul, 29 tahun yang lalu ini seraya menyampaikan rasa terima kasihnya dalam bahasa Korea.

Langkah manis Lee/Kim mengukir gelar di turnamen ini sayangnya gagal diikuti oleh wakil Korea lainnya di sektor ganda putra. Cho Gun Woo/Kwon Yi Goo harus mengakui ketangguhan pasangan Taiwan, Fang Chieh Min/Lee Sheng Mu, 16-21, 15-21 (FEY).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun