Mohon tunggu...
Irawan Abae
Irawan Abae Mohon Tunggu... Mahasiswa - Founder Wadah Ekonomi media riset dan kajian ekonomi

kita hanya butuh beberapa kata untuk menyusunnya menjadi kalimat, dengan segenap tinta untuk menyusunnya menjadi sebuah cerita pendek. hanya butuh kata-kata untuk menjelaskan pada semesta bahwa kita butuh pena untuk mengungkapkan rasa

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Maluku Utara Belum Merdeka Secara Ekonomi

5 Oktober 2024   17:20 Diperbarui: 5 Oktober 2024   18:40 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kita bisa merdeka dari penjajahan, tapi kita belum merdeka dari perekonomian. Bangsa ini masih harus berjuang untuk kemakmuran rakyatnya" ucap Mardani H Maming ketua umum HIPMI, Perkataan di atas bukan sebuah ucapan yang tidak di dasari oleh fakta dan data, karena memang secara ekonomi kita belum mandiri atau berdiri di kaki sendiri

Maluku Utara Lalu dan Kini

Dua puluh dua tahun lalu tepatnya pada tanggal 12 Oktober 1999, wilayah Maluku Utara dimekarkan sebagai provinsi baru dan hingga saat ini (SEPTEMBER 2024) secara administrtatif memiliki 8 daerah kabupaten dan 2 daerah kota. Provinsi yang beribukota di Sofifi terletak di Pulau Halmahera memiliki luas wilayah 145.801,10 km2 dan memiliki 397 pulau dengan sebagian besar wilayahnya adalah laut (mencapai 76,28 %), sisanya (23,72 %) merupakan daratan dengan gugusan pulau-pulau yang satu pulau dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut. Pulau terbesar di Provinsi Maluku Utara adalah Pulau Halmahera. Pulau Ternate dan Pulau Tidore, meski berwilayah lebih kecil, tetapi merupakan dua pulau yang secara historis memiliki makna politik yang penting.

Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki provinsi ini, berupa hasil tambang, hasil hutan, hasil laut, perkebunan. Potensi terbarukan dan tidak terbarukan diantaranya, kelapa, pala dan cengkih (subsektor perkebunan); emas, dan nikel (sektor pertambangan); serta ikan dan hasil laut lainnya (subsektor perikanan). Secara historis, wilayah ini merupakan pusat perdagangan rempah-rempah dengan tanaman pala dan cengkih sebagai komoditi perkebunan utama yang dikelola penduduk yang relatif mahal diperdagangkan di pasar Eropa pada awal masa penjajahan di Nusantara. Kedua komoditi ini (pala dan cengkih sebagai rempah-rempah) merupakan salah satu alasan awal kedatangan bangsa Eropa (Portugis, Spanyol dan Belanda) ke nusantara.

Menurut catatan, khusus untuk komoditas (primer) cengkih memiliki hubungan yang kuat dengan eksistensi Ternate dan Tidore di masa lalu. Cengkih dan Ternate-Tidore adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kalau sekarang ini di berbagai wilayah di dunia ini menghasilkan cengkeh, maka jenis rempah tersebut dapat dipastikan berasal dari Ternate dan Tidore. Kawasan ini sebenarnya tidaklah seberapa luas jika dibandingkan dengan Pulau Jawa. Kedua pulau yang dipisahkan selat sempit selebar 1 km ini ternyata hanya memiliki ukuran panjang masing-masing sekitar 24 km. Namun jangan ditanya soal hasil cengkehnya. Kawasan Ternate dan Tidore, yang berada di Provinsi Maluku Utara itu memang memiliki pamor penghasil cengkah yang legendaris. Betapa tidak, jauh sebelum Indonesia merdeka, Ternate-Tidore menjadi impian besar bagi para petualang kelas dunia. Sebut saja Christopher Columbus, penemu Benua Amerika. Tokoh pengeliling dunia yang berasal dari Eropa itu sampai harus berlayar ke Ternate dan Tidore hanya ingin berburu cengkeh. Ya Ternate dan Tidore ketika itu menjadi satu-satunya kawasan penghasil cengkeh bertaraf internasional. Soal mutu, jangan ditanya (Anonim, 2010).

Sumber daya domestik yang beraneka ragam tersebut, sebagian besar terdapat di Pulau Halmahera yang saat ini telah terbagi kedalam 10 daerah kabupaten/kota. Pengelolaan dan pemanfaatannya dapat memberikan kontribusi signifikan bagi struktur perekonomian antar-wilayah baik secara domestik di masing-masing kabupaten/kota, regional di tingkat provinsi Maluku Utara maupun nasional. Peranan beberapa daerah seperti Ternate, Tidore dan Halmahera Bagian Utara dalam membentuk pemusatan pembangunan dan perdagangan (agglomeration) sudah saatnya dipikirkan oleh pemerintah daerah dalam upaya menyebarkan (dispertion) hasil-hasil pembangunan secara merata.

Sebagaimana disebutkan di atas, dalam pelaksanaan pembangunannya, Provinsi Maluku Utara juga memiliki sejumlah kendala khas yang biasanya dihadapai oleh wilayah kepulauan. Secara geografis, Provinsi Maluku Utara memiliki fisik wilayah yang luas dengan sebaran kandungan sumber daya alam antar-wilayah yang beragam dan belum tergarap secara optimal. Penduduk dan ketidaktersediaan infrastruktur yang menyebar tidak merata menyebabkan akses antarwilayah menjadi terbatas. Pada gilirannya, terdapat perbedaan pembangunan antarwilayah; beberapa wilayah memiliki perkembangan yang pesat dibandingkan wilayah lainnya. Sebagai bekas ibukota sementara Provinsi Maluku Utara, Kota Ternate memiliki struktur perekonomian yang dominan disumbang oleh sektor hotel, perdagangan dan jasa. Masyarakatnya menikmati pendapatan perkapita yang lebih tinggi, angka kemiskinan dan penggangguran yang lebih rendah, kualitas sumber daya manusia yang baik rnenyebabkan indeks pembangunan manusia yang lebih tinggi serta akses terhadap infrastruktur yang lebih mudah dijangkau.

Secara ekonomi maluku utara masih di dominasi oleh sektor terbambangan padahal maluku utara secara historis adalah daerah yang di kenal dengan pertanian terumata rempah-rempah, dan kita lihat bersama bahwa pembangunan infastruktur masih berpusat di kota ternate tidak merata di seluruh kabupaten kota di maluku utara.

Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara

Pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara masih di dominasi dari sektor pertambangan dan pengolahan hasil tambang. Nilai Tukar Pertanian (NTP) di Maluku Utara juga sudah cukup tinggi, yaitu sebesar 105,94 persen walaupun masih berada dibawah rata-rata nasional sebesar 108,77 persen, sedangkan Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebesar 107,05 persen atau lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 105,91 persen. Di lihat dari tingginya NTP dan NTN tersebut seharusnya petani dan nelayan di Maluku Utara cukup sejahtera, atau sudah bisa melakukan saving. APBN 2022 masih dirancang untuk mengantisipasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Program bantuan sosial diharapkan dapat berjalan lancar dan tepat sasaran, sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi tersebut masih perlu diwaspadai dengan adanya hambatan yang berasal dari pandemi covid-19. "Oleh karena itu, kita terus mendorong agar semua pihak turut aktif dalam meningkatkan pelaksanaan program vaksinasi pertama, kedua, dan vaksinasi ketiga (booster). Karena ini (vaksinasi) berasal dari APBN juga, sehingga jangan sampai program ini tidak dimanfaatkan dengan baik", tambahnya.

Orang Miskin Di Maluku Utara Terus Meningkat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun