Aku kembali merasakan badanku kedinginan dan merinding. Aku menoleh ke sekitar dan menatapi pohon-pohon. Mataku terhenti di satu pohon. Ku pandangi wanita itu dengan penuh kebingungan seolah mimpi. Ia tak lain adalah Gena dengan kondisi tubuh penuh darah dan tergantung.Â
***
 (Suara tangisan sepanjang lorong 30an.)
Suara itu makin jelas terdengar di sebelah kamarku. Tepatnya di kamar Gena. Diriku makin gemetar.Â
"Aku harus bagaimana? Apakah aku pergi dari sini tanpa Garin? Tapi Garin sudah seperti adikku. Motel ini begitu aneh. Setiap larut malam aku mendengar suara aneh. Motel ini juga begitu sepi."
"Kakak!" (Mengetuk pintu)
"Sepertinya itu suara Garin."
Aku bergegas membuka pintu. Ternyata benar itu Garin. Aku membawanya masuk ke kamarku. Ku rangkul Garin erat-erat, seolah takut kehilangannya.
"Kamu kemana saja Garin? Kakak cariin kamu loh," ujarku.
"Aku takut kak," ujar Garin.
Seketika dari luar terdengar teriakan bercampur tangisan. Garin bersembunyi di belakangku.Â