Oleh: Ira Uly Wijaya
Angin menyiram badanku yang menggigil disertai kepanikan yang begitu mengguncang. Tidak tahu langkah apa lagi yang harus aku lakukan. Semua begitu aneh terpikirkan olehku. Tiba-tiba saja aku teringat Garin. Anak itu begitu menyedihkan. Dia terus meratapi kakaknya yang meninggalkannya tanpa jejak. Bahkan tidak terlihat di dunia ini.
***
Kamar 33 di Motel Green House
"Aduh kak, sakit! Ampun kak." Ujar Garin menangis.
"Kamu nakal sekali ya! Udah aku bilangin jangan keluar dari kamar ini kamu tetap keluar," ujar Gena menghentikan jewerannya dan memplototi Garin dengan wajah merah menyala.
"Kenapa aku tidak bisa keluar kak? Tempat ini sangat gelap kak. Aku terkadang melihat kelelawar dan mendengar suara tangisan kak. Kamar ini sangat menyeramkan kak."
"Makanya kamu tidur cepat. Jangan tidur di atas jam 12 malam. Kalau kamu keluar dari tempat ini, di luar itu lebih bahaya lagi. Pahamkan?"
Motel Green House adalah tempat penginapan tua semasa penjajahan Belanda. Meskipun tempatnya sudah direnovasi beberapa kali akibat gempa maupun buah bibir yang beredar mengenai angkernya lokasi ini. Namun tetap saja tidak banyak orang yang mau menginap. Salah seorang yang menginap di sini pernah merasa tidak betah. Katanya dia sering melihat keanehan di atas jam 12 malam seperti jika dilihat dari jalan raya, motel ini tidak tampak, orang-orang yang menginap di sini tertidur nyenyak saat ada kebisingan terjadi di atas jam 12 malam. Jika terbangun akan melihat seorang makhluk yang mengerikan keluar dari kamar 33. Jika mengetahui fakta mengenai motel itu, tidak dijamin akan keluar dengan selamat.
Kamar 33 dulunya adalah tempat untuk orang-orang elit. Pemiliknya dulu adalah sebuah keluarga yang paling berpengaruh di Medan. Dulu tempat ini adalah hotel. Akibat isu-isu yang beredar berkuranglah pelanggan dan penanam modalnya. Keluarga yang tinggal di sini memiliki keturunan tunggal. Nama anak mereka adalah Tainan Leon Fatrah Sihombing. Anak itu sangat tampan dan memiliki sikap dermawan. Orang tuanya sangat menyayanginya. Kelahiran Tainan membawa kemakmuran bagi keluarganya. Omzet bisnis ayahnya terus meningkat dalam penjualan pakaian di toko yang bernama Mauza. (Sekarang berganti nama Tainan). Kepopuleran usaha orang tua Tainan menyebabkan banyak toko pakaian dan motel tersaingi. Jadi tepat pukul 12 malam orang tua Tainan dibantai dengan sadis di hadapan Tainan. Ketika itu Tainan sudah berusia 20 tahun. Tainan melawan orang asing itu. Tak disangka Tainan pun malah disiksa secara keji hingga nyawanya tak terselamatkan lagi. Mulai saat itulah kamar itu selalu gelap layaknya gua dan terdengar suara tangisan.
***