Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Diponegoro dan Kementrian Riset dan Teknologi mengadakan pengenalan IPTEK NUKLIR di ruang pelatihan II LP2MP Gedung Widya puraya, selasa, 27-29 September 2011. Di buka oleh Sekretaris LPPM Undip Dr. Wayan Sukaryadilaga MS dan dihadiri oleh Asisten Deputi Jaringan Penyedia Kemenristek dan jajarannya, Dosen dan mahasiswa dari PTN dan PTS di sekitar Semarang. “Mengenal IPTEK Nuklir untuk kelangsungan kehidupan menjadi satu program yang patut didesiminasikan ke masyarakat shingga masyakarat dapat mengetahui atau mengerti tentang kebutuhan energi, pentingnya Teknologi Nuklir serta melihat Teknologi Nuklir secara holistik bukan parsial”. Hal ini di sampaikan oleh Ir. Sri Setiawati, MA Asisten Deputi Jaringan Penyedia Kemenristek.
Ir. Agus R. Hoetman MT dalam pemaparannya menyampaiakan tentang perbandingan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pembangkit listrik sebesar 1000Mwe/tahun. 1g uranium adalah sama dengan 112 kg batubara dengan asumsi saat ini energi yang paling banyak dibutuhkan adalah batubara. Perbandingannya adalah 21 Ton Uranium sama dengan 970 Ton Gas Alam sama dengan 1.310 Ton Minyak serta sama dengan 2.360 Ton Batubaru. “ saya tidak menyarankan atau menghimbau untuk memilih nuklir tapi apapun yang dipilih, manusia sejak saat ini diharapkan berkembang dengan memikirkan keseimbangan antara ekonomi, energi dan lingkungan, agar dapat hidup di ruang bumi yang terbatas” jelasnya.
Listrik sebagai sesuatu yang sangat penting untuk kehidupan manusia proses memperolehnya adalah dengan menggunakan energi tersedia. Pemilihan energi untuk menghasilkan listrik adalah menjadi kajian yang sangat penting di pikirkan efektif dan efisiennya untuk kealngsungan hiudp manusia.
Prof. Dr. Zaki Su’ud dari ITB menjelaskan perkembangan Listrik khususnya PLTN mengatakan bahwa “banyaknya pemborosan yang dilakukan oleh PLN atau Pemerintah saat ini adalah salahnya pemilihan strategi enegi” . Desain PLTN masa depan harus menitikberatkan pada sistem keselamatan pasif. Dengan demikian, separah apapun reaktor dalam keadaan emergensi, maka sistem keselamatan harus tetap berfungsi. Berangkat dari kejadian ini perlu diperhatikan kajian dalam penentuan site/tapak PLTN harus mengantisipasi kejadian yang paling jelek yang dapat terjadi (sebagai Design Basic Accident).
“Semua sumber energi di indonesia seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal seekonomis mungkin namun dengan standar keselamatan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional yang sangat besar. Perkembangan teknologi PLTN sedemikian pesat pasca kecelakaan chernobyl sehingga telah dapa di hasilkan PLTN yang memilik kemampauan keselataman mandiri/ inhern/ sangat aman dan ekonomis serta sangat ramah lingkungan” jelas Zaki Su’ud.
Semua sistem energi memiliki resiko dan data-data menunjukkan bahwa resiko energi nuklir paling kecil dibanding sumber energi air, batubara, minyak, gas dan lainya. Selain acara pelatihan ini diselenggarakan pula acara sarasehan pengenalan IPTEK Nuklir serta kunjungan lapangan ke BATAN Yogyakarta untuk para peserta pelatihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H