Kemarin saya mengunjungi Pameran Arsip Istiqlal, yang diselenggarakan dalam rangka hari Milad Mesjid Istiqlal ke 39 dan berlangsung hingga 27 Februari. Pameran Arsip yang berlokasi di selasar bagian dalam Istiqlal dan terbuka untuk umum termasuk para pengunjung non muslim menampilkan berbagai arsip, foto foto dan dokumen terkait pembangaunan Mesjid Istiqlal yang belum pernah dipertunjukkan kepada Publik
Dari semua kliping berita, saya sangat tertarik dengan potongan berita tentang kedatangan grup sirkus terkenal dari soviet di tahun 1957, untuk menggalang donasi pembangunan Mesjid Istiqlal. Mereka mempunyai inisiatif untuk menyumbangkan keuntungan dari pertunjukkan selama di Indonesia guna pembangunan Mesjid Istiqlal. Di akhir tahun 50an, Soviet adalah negara komunis dengan kekuatan besar. Menarik membayangkan bagaimana saat itu orang orang dari negara komunis mau repot repot membantu sebuah pembangunan mesjid di Indonesia. Mungkin cerita tentang sumbangan rombongan Sirkus yang berasal negara komunis- yang tidak mengenal konsep Tuhan - untuk pembangunan Mesjid Istiqlal ini juga tidak banyak diketahui oleh masyaakat kita saat ini.
Tidak ada potongan berita yang menginformasikan berapa donasi terkumpul oleh kelompok Sirkus Soviet itu. Tapi di kliping lain, ada informasi donasi terkumpul dari masyarakat untuk pembangunan Mesjid ada sejumlah Rp 10 juta , mungkin jumlah yang sangat besar untuk saat itu. Mesjid Istiqlal ini sendiri memakan waktu 17 tahun dalam pembangunannya, dan diresmikan tahun 22 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto.
Mesjid Istiqlal ini adalah salah satu lokasi wisata yang sering saya kunjungi saat membawa wisatawan asing dari berbagai negara. Umumnya mereka yang datang kesini sangat kagum dengan kemegahan arsitektur Mesjid terbesar di Asia Tenggara ini, juga cerita cerita di baliknya yang saya bagikan kepada mereka, termasuk di antaranya desain Mesjid Istiqlal yang dibuat oleh Freidrich Silaban, seorang arsitek beragama Kristen Protestan, yang memenangi sayembara desain Istiqlal dengan tema “Ketuhanan”. Freidrich Silaban adalah arstitek kenamaan yang juga banyak merancang bangunan monumental di Jakarta, seperti Monas, Gelora Bung Karno,Gedung Bank Indonesia, dan lain lain. Di sayembara desain Istiqal, ada sekitar puluhan desain yang masuk dari arsitek arsitek ternama.
Sayangnya cerita tentang dilema yang dialami Silaban saat mendesain Istiqlal ini tidak ditampilkan di pameran ini. Saya pernah membaca tentang dilema Silaban ini dari poster yang pernah dipanjang di ruang Guest Room untuk para turis. (saat ini sudah tidak dipasang lagi, tidak tahu kenapa). Saat mengikuti sayembara desain Mesjid Istiqlal, sebenarnya Silaban- sebagai seorang Protestan yang taat, mengalami dilema. Akhirnya ia memohon petunjuk dan berdoa kepada Tuhan. Doa Silaban kira kira seperti ini. “Tuhan, jika ini adalah sesuatu yang baik di JalanMu, tolong berikan kemudahan dan bantu kemenangan untuk saya. Tapi jika ini bukan sesuatu yang baik untuk kemanusiaan, tolong hentikan saya. “ Ternyata Doa Silaban dijawab Tuhan dengan terpilihnya desain Istiqlal yang dirancang Silaban menjadi pemenang. Karena kemenangan Silaban ini disebut sebagai “By the Grace of God” oleh Soekarno.
Di tengah kondisi sebagian masyarakat kita sekarang, yang kerap mempertanyakan apakah agama seseorang dalam memberi kontribusi pada negara dan kemanusiaan, cerita tentang pembangunan Mesjid Istiqlal ini layak dijadikan bahan renungan oleh kita semua.