Ada yang istimewa saat beberapa waktu lalu saya memandu Walking Tour 'Membaca Chairil', untuk napak tilas perjalanan hidup Chairil Anwar, Sang Penyair, di kawasan Cikini Jakarta Pusat. Sebagai tour guide yang juga menggemari puisi, saya senang sekali bisa mendapat kesempatan memandu tur Napak Tilas Chairil Anwar yang digagas oleh Jakarta Good Guide dan Penerbit GagasMedia.
Di dalam rombongan yang saya bawa, ternyata ada cucu dan cicit dari Chairil Anwar yang ikut sebagai peserta tur. Adalah Mbak Tasya, yang merupakan cucu dari Chairil, sebelumnya telah beberapa kali ikut dalam tur yang saya pandu. Tapi keikutsertaan Mbak Tasya beserta suami juga anaknya, Ava, kali ini dalam Tur Napak Tilas Chairil Anwar terasa cukup istimewa, terutama saat melihat antusiasme si kecil Ava untuk ikut membaca puisi puisi karya sang kakek buyut. Karena sudah pernah ikut di tur-tur sebelumnya, saya paham kalau Ava yang masih berusia 7 tahun ini biasanya cuek dan ogah menyimak saat saya bercerita tentang tempat tempat yang dikunjungi. Tapi berbeda ceritanya saat tur Napak Tilas Chairil Anwar ini. Ia terlihat serius menyimak dan juga semangat untuk membaca puisi.
Di sepanjang tur, di tiap tempat pemberhentian untuk menceritakan hidup dan karya Chairil, saya memang mempersilahkan setiap peserta untuk bergantian membaca puisi Chairil. Dan di setiap kesempatan itulah, saat saya mengatakan, “Siapa yang sekarang mau giliran baca puisi Chairil?". Ava selalu semangat menunjuk tangan dan bilang, “Saya mau... Saya mau!” Sampai-sampai Ibunya mengingatkannya, “Eh gantian kasi kesempatan orang lain” Hehehe.... Mungkin tanpa disadari, jiwa seni dan puitis dari sang kakek buyut mengalir kepada sang cicitnya, meski menurut Mbak Tasya, ibunda dari Ava, ia sendiri tak tahu banyak tentang hidup Chairil Anwar dan tak pernah cerita tentang Chairil kepada Ava.
Kisah Hidup Chairil Anwar sendiri cukup eksentrik. Memilih jalan hidup sebagai penyair, ia menjalani gaya hidup yang bohemian, yang tidak jelas penghasilannya, di mana hal ini yang pada akhirnya membuat Sang Istri meminta cerai saat anaknya (Evawani) baru berusia satu tahun. Setelah bercerai, Chairil tak pernah lagi bertemu dengan anaknya hingga ia meninggal di usia muda, 27 tahun, karena menderita komplikasi banyak penyakit. Sedangkan Mbak Tasya ini adalah anak dari Ibu Evawani, anak satu-satu nya Chairil Anwar. Apa rasanya menjadi cucu dari sang pujangga besar? Ternyata hal itu sering ditanyakan kepada Mbak Tasya. Namun menurutnya, tak ada yang terlalu istimewa, karena walaupun Chairil Anwar begitu dikenal luas karena karya-karyanya, tetapi ia tidak terlalu mengenal sosok Chairil Anwar.
Tur Napak Tilas Chairil Anwar ini sendiri melalui rute-rute RS Cipto Mangunkusumo (tempat Chairil meninggal), Bioskop Metropole, sepanjang Jalan Cikini Raya, dan berakhir di Taman Ismail Marzuki di mana terdapat Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin yang menyimpan naskah-naskah asli berisi puisi Chairil Anwar yang ditulis tangan.
Dan kabarnya lagi nih, Chairil akan "dihidupkan" kembali melalui film yang akan diproduksi tahun depan dengan sutradara Riri Riza dan dibintangi oleh Reza Rahardian, artis idolaku....ihiiyyy
Seperti juga sepenggal lirik yang ditulis dalam salah satu puisinya, “Aku Ingin Hidup Seribu Tahun Lagi”. Chairil Anwar memang sudah puluhan tahun pergi, tapi melalui puisi puisi yang ditulisnya ia akan terus hidup. Mungkin hingga seribu tahun lagi.
Berikut ini puisi yang saya tulis, terinspirasi dari Chairil :
-Aku Ingin Mengenangmu Seribu Tahun Lagi-
Kepada Engkau yang melampaui waktu.
Kusampaikan rasa rinduku yang menggebu.
Rasa rindu yg kerap menjadi pilu dalam kalbu.
"Tak perlu sedu sedan seperti itu.
Aku hanya binatang jalang, hidupku sekali berarti sudah itu mati", begitu dahulu ujarmu selalu.