Empat bulan lalu sebuah kabar tak terduga sampai ke rumah kami. Perusahaan terkemuka tempat salah satu kerabat bekerja melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Meski tak terikat hubungan darah, duka itu terasa dekat karena sang kerabat punya hubungan baik dengan keluarga kami.
"Kasihan kalau dia berhenti kerja, anak-anaknya masih sekolah," ujar saya merespon kabar itu.
Untuk beberapa waktu boleh jadi saya benar. Selama ini, keluarga kerabat itu terlihat sangat bergantung pada gaji bulanan. Apalagi, sejak bekerja di perusahaan berskala nasional itu, kehidupan mereka boleh dibilang mapan.
Saya bahkan sempat berfikir negatif tentang masa depan mereka. Barangkali sedikit pesimistis. Saya mengira kerabat itu akan syok. Tapi yang terjadi sungguh di luar perkiraan.
Sekitar sebulan setelah diberhentikan, mereka bangkit. Berbekal pengalaman bekerja selama belasan tahun, ia membuka usaha sendiri. Awalnya kami mengira dia mendapat pinjaman usaha dari pihak ketiga.
Ternyata saya dan suami keliru. Ketika bertemu dalam sebuah acara keluarga, kami sempat ngobrol tentang usahanya. Ia sama sekali tak menggunakan uang pinjaman.
“Modalnya dari tabungan selama bekerja,” ujar dia sumringah.
Dengan semangat ia lalu menceritakan soal tabungan itu. Tabungan yang ia maksud adalah pencarian Jaminan Hari Tua (JHT) ditambah uang pesangon. Sebagai mantan karyawan perusahaan, ia memang mengantongi kartu peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (dulu bernama Jamsostek). Dengan kartu itu ia mencairkan sejumlah hak yang bisa ia terima termasuk JHT. Prosesnya pun relatif cepat, tak lebih dari dua minggu.
Pertemuan dengan kerabat itu membuat saya teringat dengan kartu kecil berwarna putih hijau yang tersimpan di kumpulan berkas penting di rumah kami. Itu kartu BPJS Ketenagakerjaan yang sudah saya kantongi sejak berstatus karyawan tetap pada Januari 2012. Kartu milik saya masih berlogo Jamsostek.
[caption caption="kartuku masih yang dulu"]
Bayangan akan masa tua yang sejahtera langsung bermain di pikiran. Apalagi di rumah kami ada dua kartu BPJS Ketenagakerjaan. Satunya lagi milik suami. Saya pun jadi penasaran untuk mengetahui berapa kira-kira yang akan kami terima nanti setelah pensiun. Apa kabar yang BPJS Ketenagakerjaan saya?