Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Stop! Berhentilah Menyudutkan Anas dan Partai Demokrat!

14 Februari 2012   10:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:40 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasca pidato SBY di Cikeas, Minggu, 5 Pebruari lalu, desakan mundur kepada Anas bukannya mereda. Meski secara formal Anas "diselamatkan" lewat pidato SBY, tapi ironisnya tekanan publik pada Anas justru menguat, muncul dalam bentuk penolakan/demo di daerah yang dikunjungi Anas, kritikan dari internal elit Demokrat, pembentukan opini oleh para pengamat politik, dan terakhir munculnya pengakuan dari pengurus DPC Demokrat tentang pemberian uang saat Kongres PD, Mei 2010.

Sungguh kasihan Anas, lihatlah wajahnya kini tak lagi cerah seperti dulu. Sinar matanya layu dan seperti tak percaya diri. Padahal biasanya Anas selalu sukses menampilkan sosok yang selalu kalem, tenang, penuh percaya diri dan ramah. Kini Anas mulai suka meradang dan bersuara keras kalau ada pertanyaan wartawan yang tak berkenan dihatinya. Teman-teman Anas juga makin sewot saya bersilang pendapat di ruang publik. Lihatlah bagaimana Soetan Bathoegana membenarkan semua logika demi membela Ketuanya. Coba simak apa kata Gede Pasek Suardhika, “partai lain iri dengan Demokrat, karena target perolehan suara Demokrat pada 2014 nanti naik jadi 30%”.

Karena itu, untuk tak membuat suasana perpolitikan Indonesia yang memang sudah kacau balau ini agar tak makin keruh, melalui tulisan ini saya menghimbau kita semua – termasuk diri saya sendiri – agar berhenti menyudutkan Anas dan mengorek-ngorek prahara di tubuh Partai Demokrat. Biarkan saja Anas tetap menjadi Ketua Umumnya. KPU juga tak perlu buru-buru menjadikan Anas tersangka berikutnya setelah Angie. Cool n calm sajalah! Waktu masih panjang.

Jangan tuntut KPK memperlakukan Angie seperti terhadap Wa Ode Nurhayati. Wa Ode belum pernah diperiksa sudah dijadikan tersangka dan dicekal, baru sekali diperiksa sudah langsung ditahan. Tentu beda, Angie kan punya 3 anak, siapa yang akan menemani anaknya kalau maminya ditahan (meski Wa Ode juga punya seorang putri kecil). Angie yang mantan Putri Indonesia juga beda dengan nenek Rasminah, mantan PRT yang dituduh mencuri 6 buah piring bekas. Angie tak akan melarikan diri (meski nenek Rasminah pun terlebih lagi tak punya tempat melarikan diri).

Jangan usik Mirwan Amir, sang Wakil Bendahara Partai Demokrat di bawah Nazaruddin yang sekaligus juga pimpinan Banggar. Biarkan saja KPK serius dengan Wa Ode dulu. Biarlah KPK menelisik satu demi satu berkardus-kardus dokumen dan file komputer yang disita dari ruang Banggar. Bukankah dari 80 orang anggota Banggar hanya Wa Ode yang berani mengatakan Banggar itu sarang mafia anggaran? Bukankah WON yang menyebut pimpinan Banggar itu “penjahat anggaran”? Jadi, biarkan Wa Ode melengkapkan bait-bait nyanyiannya.

13292155721803354346
13292155721803354346

Anda pasti tak setuju! Kenapa KPK harus berlama-lama?! Bukankah lebih cepat lebih baik? Tunggu dulu, apa target orang-orang yang ingin Anas mundur dan ngebet agar KPK menetapkannya jadi tersangka? Untuk memenjarakan Anas? Bukankah kita semua tahu, hukuman untuk tindak pidana korupsi – apalagi CUMA suap dan money politics – paling hanya 2 – 3 tahun saja. Mindo Rosalina saja yang terberat hanya diganjar 2,5 tahun penjara. Lalu, berapa lama hukuman yang akan menimpa Anas seandainya dia jadi tersangka? Paling lama cuma 2 tahun. Belum lagi dikurangi remisi Idul Fitri, remisi 17 Agustus karena Anas kan orangnya kalem, santun, berkelakuan baik. Baru 2/3 hukuman dijalani, ia sudah boleh bebas bersyarat.

Paling lama hanya setahun dia akan menghuni lapas. Lalu tahun 2013 sudah bebas. Dan…, jangan lupa bahwa ada Putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan mantan napi kasus korupsi diperbolehkan menjadi caleg. DPR kalau ada putusan semacam ini sangat responsif dan langsung diakomodir masuk dalam UU Pemilu. Jadi, nanti Pileg 2014 para koruptor itu boleh menjadi caaleg lagi. Tak masalah, modal sudah terkumpul banyak.

Jadi.., percuma saja kan mendesak KPK menjadikan Anas tersangka sekarang juga? Maka bersabarlah! Biarkan saja Anas tetap memimpin Partai Demokrat ditengah kritik, makian dan hujatan. Makin lama Anas bercokol, makin tergerus dukungan publik  pada Partai Demokrat. Jangan lupa, Indonesia itu bukan hanya Jakarta, bukan hanya kota-kota besar di Jawa, bukan hanya mereka yang melek informasi. Tapi pemilih justru sebagian berada di pelosok yang sama sekali belum melek informasi instant macam internet. Jadi biarkan saja prahar di tubuh Demokrat menghangat, sambil memberi kesempatan pada masyarakat di daerah-daerah dan pelosok yang telat informasi, toh nanti akhirnya sampai juga kabar heboh itu ke telinga mereka yang patuh datang ke TPS.

Biarkan KPK bekerja secara cermat dan teliti. Seperti kata Pak Taufikurrahman Ruki – mantan Ketua KPK jilid 1 – bahwa di era beliau KPK betul-betul prudent dalam menetapkan seseorang jadi tersangka. Itu sebabnya jaman Pak Ruki, Pak Panggabean dan Pak Erry Riyana, tak satupun tersangka KPK yang dibebaskan di pengadilan tipikor karena semua alat buktinya lengkap dan memenuhi. Jadi Pak Abraham Samad perlu meniru pola silent operation ala KPK jilid 1. Jangan cuma berpegang pada 2 alat bukti, kata Pak Ruki, lengkapkan jadi 5 sekalian. Jadi, untuk menjerat Anas, KPK mungkin perlu 11 alat bukti sekaligus. Tak apa KPK, kami sabar menanti.

Sekarang sudah mulai ada DPC dari Sulawesi Utara yang mengakui menerima uang dari kubu Anas saat Kongres. Ah, Diana Marinka itu pengurus lama yang sakit hati! Pasti begitu si Setan Bathoegana akan berkilah. Buktinya yang lain tak ada yang mendukung pengakuan Diana! Nanti Pasek Suardhika akan berargumen. DPC itu jumlahnya puluhan, kalau hanya 1 yang bersuara itu tak mewakili, begitu Saan Musthofa akan membela diri. Jadi, sabarlah, tunggu paruh kedua tahun 2013. Kenapa harus semester dua tahun 2013?!

13292156471235030911
13292156471235030911

Saat itu parpol-parpol akan ribut menyusun distribusi calegnya. Biasanya, kader dan pengurus DPP yang di Jakarta akan di-drop untuk jadi caleg di daerah-daerah. Saat inilah masalah akan timbul. Tokoh dan kader parpol di daerah akan tergeser, dipinggirkan. DP pasti akan memberikan nomor urut jadi untuk pengurus DPP. Biasanya, akan muncul perlawanan dari daerah-daerah. Mereka yang merasa dikhianati akan membentuk barisan sakit hati dan menyuarakan paduan suara yang selama ini lagunya belum mereka nyanyikan. Nah.., kalau sudah demikian, KPK tinggal menuai saja alat bukti. Tenang saja, nanti akan banyak terompet sumbang ditiup.

Nah, Januari 2014 adalah saat yang tepat KPK menetapkan Anas dan sekondannya jadi tersangka. Saat itulah DCS atau Daftar Calon Sementara Caleg sudah masuk ke KPU. Para caleg itu sudah mengeluarkan duit banyak untuk membayar “mahar” kepada parpol. Mereka sudah memesan berkodi-kodi kaos, ribuan lembar benera partai, mencetak ratusan spanduk, baliho dan puluhan ribu sticker. Mungkin juga sudah memborong berkarung-karung beras dan berkarton-karton mie instant untuk calon pemilih di Dapilnya.

Tak apa-apa. Kapan lagi bisa menguras uang yang sudah mereka timbun selama 5 tahun? Bukankah ini juga menghidupkan industri kecil yang menyablon kaos dan bendera, percetakan rumahan yang membuat banner, sticker dan poster. Kapan lagi wong cilik dapat pembagian sembako gratis kalau bukan menjelang kampanye? Jadi, biar sajalah mereka membelanjakan milyaran uangnya, toh itu juga asalnya dari uang negara.

Saat KPU melakukan verifikasi itulah saat yang tepat bagi KPK menetapkan gerbong di PD untuk dijadikan tersangka. KPU akan mencoret mereka dari DCS. Dalam tempo kurang dari 3 bulan, tak cukup banyak waktu bagi PD untuk berbenah. Tak ada ruang lagi untuk tebar pesona dan pencitraan. Jadi, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Jika itu saat yang dipilih KPK, maka bukan hanya Anas yang hancur, PD pun tak akan dilirik pemilih.

Nah, mulai sekarang, berhentilah menyudutkan Anas dan PD, bersabarlah jangan mendesak KPK menyeret Anas sekarang. Bukankah butuh moment yang tepat untuk mencapai hasil yang maksimal?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun