Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Seharusnya BK DPR, PKS dan KPK Memanggil Adang Daradjatun

12 Desember 2011   10:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:27 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam jumpa pers resmi KPK pasca pemulangan Nunun, Chandra M.Hamzah menerangkan proses penyerahan Nunun dari The Royal Police Thailand kepada KPK di atas pesawat Garuda. Ibu Nunun bisa mengenali dan menyapa Pak Chandra, bisa mengerti penjelasan penyidik KPK tentang aturan penangkapannya dan bisa menandatangani Surat Perintah Penangkapannya dengan sadar dan baik. Sesuatu yang mustahil terjadi pada seorang penderita demensia berat. Saat turun dari tangga pesawat, tampak Nunun berjalan sendiri tanpa digandeng siapapun. Ketika turun dari mobil di pelataran Gedung KPK, kerudung yang dikenakannya bermerk Louis Vuitton dan mengenakan kacamata hitam branded – khas Ibu Nunun yang penyuka barang bermerk. Ini juga jauh dari tanda-tanda pengidap Alzheimer/kepikunan yang umumnya tampil acak-acakan karena lupa cara berdandan, seperti yang sudah saya ulas di tulisan saya di sini  http://politik.kompasiana.com/2011/12/11/nunun-potret-nyata-negeri-orang-orang-pikun/

Selama ini, cerita tentang sakit lupa berat yang diderita Nunun bersumber dari suaminya, Adang Darajatun, yang dikuatkan dokter pribadinya. Bahkan Pengacara pun tak tau perkembangan kondisi Nunun dan dimana dia berobat. Hanya keluarga – maksudnya Adang – yang tahu. Jika kini terbukti pengakuan Adang ternyata bohong belaka, artinya selama ini Adang telah melakukan kebohongan publik dan mengelabui aparat penegak hukum. Mungkin Adang akan berlindung di balik aturan yang katanya menjamin hak keluarga inti untuk melindungi seorang tersangka dengan tidak memberitahukan dimana keberadaannya. Tapi “tidak memberitahukan tempat persembunyian” tidak berarti membolehkan keluarga tersangka untuk mengarang kesaksian/keterangan palsu yang menyesatkan dengan maksud untuk melepaskan tersangka dari kewajiban untuk menjalani proses hukum bukan?

APA YANG PERLU DILAKUKAN BADAN KEHORMATAN DPR

Sebagai anggota Dewan yang terhormat, tidak selayaknya Adang melakukan kebohongan publik. Apalagi dengan posisinya di Komisi III yang membidangi masalah Hukum, sangat tidak etis dan bertentangan dengan fungsinya sebagai mitra kerja KPK jika Adang memberikan keterangan palsu untuk membohongi KPK. Maka sudah selayaknya KPK segera memanggil Adang untuk diberikan sanksi atas perbuatannya yang menodai kehormatan DPR sebagai lembaga yang “terhormat”. Lihatlah bagaimana reaksi keras Badan Kehormatan DPR yang langsung memanggil dan memberikan sanksi pelanggaran kode etik DPR kepada Wa Ode Nurhayati karena dalam acara televisi Wa Ode mengucapkan kata “penjahat anggaran” kepada Pimpinan Banggar.

Nah, jika selip kata seperti itu saja sudah dianggap melanggar kode etik, maka mengarang kebohongan yang berkelanjutan selama berbulan-bulan dan bahkan mengajak serta seorang dokter profesional untuk berkonspirasi menguatkan kebohongannya, tentunya tingkat pelanggaran etiknya lebih berat lagi. Apalagi itu dilakukan dengan tujuan untuk mengelabui penegak hukum dan dilakukan oleh seorang yang mengerti hukum – sebagai mantan Wakapolri Adang tentu paham masalah hukum – maka hukumannya akan lebih berat lagi. Dalam suatu wawancara di sebuah stasiun TV beberapa bulan lalu, saya pernah mendengar penjelasan Gayus Lumbuun – Mantan Ketua BK DPR – bahwa pelanggaran hukum yang dilakukan oleh orang yang membidangi masalah itu, maka hukumannya lebih berat.

Jika BK DPR tidak bertindak apapun, artinya BK DPR membiarkan anggotanya menginjak-injak kehormatan lembaga DPR. Ini juga membuktikan bahwa BK DPR tebang pilih dalam menjatuhkan sanksi kepada anggotanya.

APA YANG PERLU DILAKUKAN PKS

Selama hampir 2 tahun PKS sudah mengorbankan nama baik dan citra Partainya dengan membiarkan Adang yang istrinya bermasalah hukum, tetap duduk di Komisi III. Bahkan dalam pemilihan Capim KPK yang baru lalu, PKS dan Adang telah menjadi bulan-bulanan kecurigaan publik. Kali ini, kasus Nunun memasuki babak baru. Mulai hari ini Nunun dengan status tersangka akan mulai menjalani pemeriksaan di KPK. Jika Adang tetap di Komisi III, maka tak pelak lagi akan menimbulkan benturan kepentingan. Kita semua sudah melihat bukti betapa solidnya DPR dalam mem-back up koleganya yang sedang berurusan dengan KPK. Ketika KPK memanggil 4 Pimpinan Banggar untuk dimintai keterangan, spontan Komisi III bereaksi keras dengan memanggil balik Pimpinan KPK. Nah, jika Adang tetap di posisinya saat ini, dikhawatirkan Adang akan memanfaatkan kedudukannya dan mendorong Komisi III untuk merecoki kerja KPK. Jadi, langkah pertama yang harus dilakukan PKS adalah menarik Adang dari Komisi III danmemindahkannya ke Komisi lain yang tak punya keterkaitan dengan masalah hukum.

Selanjutnya, sebagai partai yang mencitrakan diri sebagai partai dakwah dan mengusung slogan “bersih dan peduli” tidak selayaknya PKS cuek dan berlagak tak mau tahu dengan perilaku Adang yang melawan upaya pemberantasan korupsi. Tanggalkan saja slogan “bersih dan peduli” kalo ternyata tidak mendukung upaya pembersihan tindak korupsi dan tidak peduli pada kadernya sendiri yang melanggar. Seorang Pengurus DPP PKS yang juga anggota DPR dari Komisi I pernah berdalih bahwa apa yang dilakukan Nunun terjadi ketika Adang belum bergabung dengan PKS, jadi PKS tidak mau tahu dan tak akan ikut campur. Nah lho! Apakah jika ada seorang mantan rampok, mantan pelaku trafficking, mantan Bandar narkoba kemudian masuk bergabung dengan PKS, maka PKS akan mendiamkannya untuk tidak mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan dalih toh itu masa lalu mereka? Lalu apa makna partai dakwah jika tidak meng-endorse kadernya untuk mematuhi hukum? Bukankah berdakwah berarti mengajak orang untuk menetapi kebenaran? Bagaimana bisa berdakwah kepada masyarakat jika masyarakat disajikan contoh nyata kadernya sendiri tidak pernah didakwahi bahkan seolah dilindungi?

Jika Fahri Hamzah bisa sedemikian sewotnya dengan KPK yang dianggap tidak becus, sampai-sampai Fahri mengajukan ide agar KPK dibubarkan saja, kenapa ia bisa diam saja melihat Adang – rekan se Fraksi dan se Komisi dulu – dengan santai mengelabui hukum dan menghalangi upaya KPK dalam menuntaskan PR besarnya? Sangat ironis : gajah di pelupuk mata tidak tampak. Buruk muka cermin dibelah, ketika keluarga kadernya terlibat kasus korupsi, yang dicaci maki justru KPK-nya. Inilah cermin ambiguitas PKS. Dengan tetap mempertahankan Adang, PKS akan terus tersandera. Tapi entahlah kalo alasannya “mahar” Adang saat hendak jadi Cagub DKI 2007 lalu, membuat PKS gak berani menindak Adang.

APA YANG PERLU DILAKUKAN KPK

Urgensi KPK mengembalikan Nunun ke Indonesia dan menghadirkannya di pengadilan tipikor karena Nunun dianggap orang yang bisa menyambungkan mata rantai yang terputus antara si pemberi gratifikasi dengan penerimanya. Mantan anggota DPR periode 2004-2009 sudah divonis sebagai penerima gratifikasi. Arie Malangjudho – mantan Direktur di perusahaan Nunun – sudah mengakui bahwa dirinya diperintahkan Nunun untuk membagi-bagikan cek pelawat kepada anggota DPR. Sementara Miranda Goeltom mengingkari kenal baik dengan Nunun dan memintanya menyuap anggota DPR untuk memenangkan dirinya. Kesaksian Nunun-lah yang akan mengungkap siapa sebenarnya penyandang dana yang menjadi sponsor pemenangan Miranda.

Bagaimana jika Nunun tetap bersikeras bungkam dengan alasan lupa atau apapun? Kasus ini hanya akan berhenti sampai di Nunun. Padahal, tidak mungkin uang itu berasal dari Nunun, sebab pada tahun 2004 itu kondisi likuiditas keuangan perusahaan Nunun sudah memburuk. Jika demikian, KPK harus mencari cara lain untuk menguak siapa pemilik modal yang membiayainya. KPK harus segera memeriksa laporan harta kekayaan Adang ketika menjadi anggota DPR tahun 2009. Apakah jumlahnya cukup masuk akal untuk menopang biaya hidup Nunun selama 22 bulan dalam pelarian?

Jika benar Nunun berobat pada seorang dokter spesialis di RS Mount Elizabeth Singapore – meski sebuah LSM pernah melakukan penyelidikan ke RS tersebut dan tidak dikenal seorang pasien bernama Nunun Nurbaeti dan dokter yang disebut pun bukan ahli penyakit seperti yang diakui diderita Nunun – maka  Adang wajib menunjukkan bukti-bukti pembiayaannya. Selama di Singapura Nunun tinggal di apartemen, tentu bisa dihitung berapa biaya yang dikeluarkan untuk sewa apartemen sekian lama. Di Thailand, Nunun juga menyewa sebuah rumah mewah di Bangkok, ibukota Thailand, yang tentu harga sewanya tidak murah. Belum lagi biaya perjalanan Nunun yang terus berpindah-pindah Negara sebulan sekali – untuk menghindari ijin tinggal yang hanya berlaku 30 hari – dari Singapura, Thailand, Laos dan entah Negara mana lagi yang disinggahinya selama dalam pelarian.

Berdasarkan foto-foto yang didapat majalah Tempo dan keterangan mantan sekretaris pribadinya beberapa waktu lalu, kebiasaan Nunun shopping di mall berburu barang bermerk tidak berhenti meski ia dalam status buron. Bisa dibayangkan berapa ribu dollar yang harus dialirkan setiap bulan untuk menopang gaya hidup mewah Nunun di pelarian. Apakah semua biaya-biaya itu bisa ter-cover dengan gaji Adang dan jumlah kekayaan yang dimilikinya? Sementara sejak menjadi buruan KPK, perusahaan Nunun jelas sudah tak lagi beroperasi. Artinya dengan ketiadaan sumber penghasilan, seharusnya Nunun menggantungkan sepenuhnya kebutuhan hidupnya pada Adang, suaminya. Masalahnya adalah : jika gaji Adang sebagai anggota DPR dianggap tak mungkin bisa menutup biaya hidup dan “berobat” selama 22 bulan, maka bisa dipastikan ada pihak lain yang mensponsori pelarian Nunun. Penyandang dana itu pastilah pihak yang berkepentingan agar Nunun tetap tutup mulut soal dari mana asalnya sumber dana cek pelawat. Bisa jadi sponsor pelarian Nunun adalah orang/pihak yang sama dengan sponsor pemenangan Miranda.

So, jika KPK kesulitan memaksa Nunun mengaku, jalan lain yang bisa ditempuh adalah dengan menyidik Adang, untuk membuktikan dari mana dana yang dia peroleh untuk mem-back up pelarian istrinya. Periksa semua rekening Adang dan keluarganya dan cermati semua aliran dana yang masuk dan keluar. Dari sini mungkin bisa ditelusuri siapa penyandang dana Nunun selama dalam pelarian. Jika Adang tak kooperatif dan memberikan keterangan palsu, jadikan saja ia tersangka berikutnya.

---------------------------------------------

Nunun cuma seorang wanita pengusaha biasa, yang tidak mungkin mampu bertahan sekian lama hidup dalam pelarian tanpa ditopang orang terdekat. Apalagi harus cerdik berkelit dari aturan hukum internasional, tentu ada yang berperan menjadi penasehat Nunun. Dan barangsiapa yang ikut serta mendukung seseorang melakukan kejahatan dan melindunginya, maka ia dapat dianggap terlibat melakukan kejahatan itu. Jika BK DPR dan PKS membiarkan saja berlaku demikian, berarti memang mereka tempat perlindungan yang aman bagi pelaku kejahatan dan konspiratornya. Semoga BK DPR dan PKS sadar akan hal ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun