[caption id="attachment_258224" align="aligncenter" width="275" caption="(foto : old.indonesiafinancetoday.com)"][/caption]
Pada bagian 1 sudah saya jelaskan pola penawaran asuransi secure plan AXA Mandiri melalui petugas telemarketing. Tawaran menggiurkan itu yang biasanya satu paket dengan penawaran kartu kredit Mandiri dan gratis premi selama 2 bulan, pada kenyataannya tidaklah seindah angin surga yang dijanjikan. Anda bahkan harus siap-siap kecewa jika total dana yang sudah anda setorkan sebagai premi, ternyata jumlahnya tak sesuai dengan perhitungan anda.
Sebuah blog yang pemiliknya menulis komentar pada tulisan saya terdahulu, memberikan ilustrasi yang sebenarnya dari jumlah premi yang kita setorkan serta berapa yang dapat kita tarik serta klaim. Anda bisa membacanya DISINI. Misalnya anda “dipaksa” membeli program asuransi yang preminya sebesar Rp. 500.000,00 per bulan yang harus anda bayar selama 5 tahun, sedangkan 5 tahun selanjutnya anda seolah-olah diuntungkan karena pihak asuransi yang membayarkan, maka inilah yang sesungguhnya terjadi : dalam setahun anda menyetor Rp. 500.000,00 x 12 bulan = Rp. 6.000.000,00 atau setelah 5 tahun terkumpul Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Kalau pihak telemarketing hanya mengatakan anda berhak menarik uang anda setelah 5 tahun, sebenarnya yang berhak ditarik itu maksimum hanya 50% saja. Dengan kata lain anda hanya berhak menerima Rp. 15.000.000,00 saja! Bayangkan, setelah menabung 500 ribu setiap bulan selama 5 tahun, anda hanya berhak mengambil 15 juta saja. Berapa nilai (value) dari uang 15 juta dalam 5 tahun ke depan?
Sedangkan dalam kurun waktu tahun ke-6 hingga tahun ke-10, pihak asuransi yang akan membayarkan preminya, yaitu sama Rp. 30.000.000,00. Pada akhir tahun ke-10, yang dikembalikan ke nasabah hanya 60%nya saja alias Rp. 18.000.000,00. Jadi sesungguhnya dalam kurun waktu sepuluh tahun, uang anda hanya bertambah sebanyak 3 juta rupiah saja! Jadi, semua angin surga itu akan berakhir dengan kekecewaan anda. Bahkan pemilik blog itu bercerita bahwa ayahnya ikut program tersebut, kemudian meninggal ketika kepesertaan asuransi baru berjalan 2 tahun. Saatdilakukan klaim, ternyata tidak dapat dibayarkan, alasannya karena baru berjalan 2 tahun, belum 5 tahun! Nah lho! Bukankah peserta meninggal dunia? Siapa yang bisa memperkirakan kematian? Jadi yang bisa dibayarkan jika kematiannya disebabkan kecelakaan. Kalau meninggal murni karena sakit sebelum 5 tahun kepesertaan, maka seluruh premi yang sudah dibayar hilang!
Seorang mantan Financial Advisor yang pernah bekerja di AXA Mandiri menuliskan dalam blognya, bagaimana cara kerja para agen asuransi dan betapa malangnya nasabah yang terlanjur berharap. Setelah 3 bulan bekerja sebagai FA di AXA Mandiri, dia mulai merenungi apakah yang dilakukannya selama ini benar? Karena dia mengaku tak tega melihat nasabah yang dananya pas-pasan dan sangat berharap uang investasinya berkembang sesuai yang dijanjikan FA, ternyata harus gigit jari. Ia bercerita, setelah masa kepesertaan 6 tahun, seorang nasabah datang padanya untuk menanyakan uangnya yang katanya akan mencapai 26 juta, ternyata baru terkumpul 8 juta saja. Sementara nasabah lain yang menyetor uangnya sebanyak 50 juta dan berharap setelah 3 tahun uangnya akan bertambah, ternyata yang terjadi uangnya justru hanya tinggal 20 juta saja. Anda bisa membaca kisah dan testimoninya DISINI.
Menurutnya, hal itu bisa terjadi karena pada tahun pertama kepesertaan akan dikenakan biaya premi senilai 80% dari premi dasarnya, 20%nya baru masuk ke investasi. Pada tahun ke 2, 60% untuk biaya premi dan 40% untuk investasi, tahun ke 3, 30% biaya premi dan 70% untuk investasi, tahun ke 4, 20% untuk biaya premi dan 80% untuk investasi, tahun ke 5, 10% untuk biaya premi dan 90% untuk investasi. Adapun biaya premi yang seringkali tak dijelaskan oleh petugas telemarketing, adalah biaya yang harus dibayarkan untuk membayarkan uang pertanggungan kelak. Jadi uang itu akan “hilang”, yang tidak hilang adalah uang yang diinvestasikan. Jadi jika hanya mengikuti program asuransi selama 1-5 tahun saja, maka bisa dipastikan nasabah akan kehilangan uang yang dibayarkan sebagai premi. Keuntunganbaru didapat setelah kepesertaan mencapai 10 tahun. Itupun besarnya relatif. Nah, perhitungan dan resiko semacam inilah yang oleh agen asuransi jarang dijelaskan, apalagi kalo melalui telemarketing, yang dijelaskan hanya yang indah-indah saja.
Adapun pihak bank yang memberikan data nasabah kepada perusahaan asuransi yang berkerjasama dengan bank tersebut, sebenarnya terikat oleh aturan Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010. Surat Edaran yang ditujukan kepada “semua bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvemsional di Indonesia” itu mengatur tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance).
Pada Bab II “Penerapan Manajemen Risiko Dalam Rangka Bancassurance” huruf B tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Beberapa Aspek Utama pada Bancassurance disebutkan aturan mengenai Penggunaan Data Nasabah pada butir 3. Isinya :
a)Dalam menggunakan data nasabah, Bank harus memenuhi ketentuan:
(1)Pasal 40 dan Pasal 44A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 juncto Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank.
(2)Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah.
Berdasarkan ketentuan di atas, dalam bancassurance, Bank hanya dapat memberikan data pribadi nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank sepanjang telah terdapat persetujuan tertulis dari nasabah.
b)Dalam melakukan bancasssurance, Bank dan perusahaanasuransi mitra Bank wajib menerapkan customer due dilligence atau know your customer principle sesuai ketentuan yang berlaku.
Sedangkan pada butir 4 mengenai Penerapan Prinsip Perlindungan Nasabah maka pihak bank harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a)Dalam melakukan bancassurance, Bank wajib menerapkan prinsip-prinsip transparansi dengan menjelaskan secara lisan dan tertulis kepada nasabah antara lain sebagai berikut:
(1)) Asuransi yang dipasarkan bukan merupakan produk dan tanggung jawab Bank serta tidak termasuk dalam cakupan program penjaminan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan mengenai lembaga penjamin simpanan, meskipun terdapat logo dan/atau atribut Bank dalam brosur atau dokumen pemasaran (marketing) lainnya yang digunakan dalam model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk.
(2)Penggunaan logo dan/atau atribut Bank lainnya dalam brosur atau dokumen pemasaran (marketing) lainnya yang digunakan dalam model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk sebagaimana dimaksud pada angka 1) hanya bertujuan untuk menunjukkan adanya kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank.
(3)Karakteristik asuransi mencakup antara lain fitur, Risiko, manfaat, biaya-biaya asuransi, persyaratan kepesertaan, dan prosedur klaim oleh nasabah.
b)Bank harus memastikan bahwa logo dan atribut Bank tidak dicantumkan dalam polis asuransi.
c)Untuk asuransi yang bersifat kolektif, setiap nasabah harus memperoleh tanda kepesertaan. Dalam hal Bank yang menerbitkan tanda kepesertaan, maka tanda kepesertaan tersebut harus menyatakan secara jelas bahwa Risiko asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi.
d)Bank harus transparan kepada nasabah mengenai biaya-biaya yang harus dibayar, termasuk apabila dalam premi asuransi yang harus dibayar terdapat perhitungan komponen biaya lain seperti biaya provisi, biaya administrasi, dan/atau komisi yang diberikan perusahaan asuransi mitra Bank kepada Bank dalam rangka bancassurance.
e).Khusus untuk bancassurance melalui model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk:
(1)Bank harus memastikan bahwa nasabah telah memahami penjelasan mengenai manfaat dan risiko produk baik yang dilakukan secara lisan maupun tertulis sebagaimana tercantum dalam dokumen pemasaran/ penawaran.
(2)Pernyataan nasabah bahwa nasabah telah memahami manfaat dan Risiko produk sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus dituangkan dalam dokumen tertulis yang terpisah, dibuat dalam bahasa Indonesia, dan ditandatangani oleh nasabah dengan menggunakan tanda tangan basah.
(3)Bank harus memastikan bahwa pihak nasabah yang menandatangani dokumen tertulis merupakan pihakyang berwenang menandatangani.
Butir (3) ini saya pahami bahwa bank harus yakin bahwa tanda tangan yang tertera pada formulir atau pernyataan persetujuan haruslah tanda tangan nasabah itu sendiri yang dibuktikan dengan kehadiran secara fisik dan dibuktikan dengan kartu identitas yang masih berlaku. Jadi, kalau selama ini AXA Mandiri melalui petugas telemarketingnya bisa dengan mudah meminta Bank Mandiri untuk mendebet rekening nasabah hanya dengan bukti rekaman percakapan telepon saja, apakah Bank Mandiri bisa dipidanakan karena melanggar Surat Edaran Bank Indonesia?
Sekedar contoh, teman facebook saya yang juga Kompasianer menulis komentar bahwa temannya didebet rekeningnya karena dianggap bersedia mengikuti asuransi yang ditawarkan melalui telepon rumah. Saat petugas telemarketing memperdengarkan rekaman pembicaraan telepon, ternyata yang menjawab telepon itu baby sitter yang bekerja di rumah itu, yang dengan lugu hanya menjawab “iya..., iya...” saja tanpa paham maknanya. Bukankah sembrono dan lalai sekali jika bank mau menerima perintah pihak ketiga tanpa ada kuasa tertulis di atas materai dari pemilik rekening? Semoga ada pihak Bank Mandiri yang bisa menjawab ini.
Referensi lain :
1.AXA Mandiri Kayanya Maksa Banget
3.AXA Mandiri Menguntungkan Apa Merugikan
4.AXA Mandiri Asuransi Membingungkan
5.Berhati-hatilah dengan Telemarketing Asuransi AXA Mandiri Secure Plan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H