Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menanti Kiprah KPK Baru Menyingkap Cukong Cek Pelawat

17 Desember 2011   05:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:09 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hari pertama bertugas bagi Abraham Samad and his team setelah kemarin resmi dilantik Presiden SBY. Harapan terbesar saya pribadi : tim ini kompak luar – dalam dan bisa menjadi the dream team! Terlalu banyak kasus besar yang ditinggalkan KPK jilid 2, tentu bukan pekerjaan mudah. Tapi jika tim KPK jilid 3 ini kompak, saya yakin akan ada progress yang dicapai setahun ke depan. Semoga saja tak direcoki dengan intervensi poltik dari Istana maupun dari Senayan.

Yang prioritas dan sudah tersaji di depan mata tentunya menuntaskan kasus suap cek pelawat. Seminggu sebelum akhir masa baktinya, KPK jilid 2 “menjemput” Nunun dari Bangkok, seolah menyiapkan hidangan untuk disantap KPK jilid 3. Setelah buron 22 bulan, kini status Nunun resmi “dibantarkan”, artinya dirawat tanpa mengurangi masa tahanan. Sayangnya, kenapa di rawat di RS Polri, bukan RS yang lain. Seperti kita tahu, Adang mantan orang nomor 2 di Polri. Kompas.com hari Senin 12 Desember 2011 menayangkan berita berjudul “Operasi Rahasia di Thailand” yang antara lain menguak kegagalan KPK menangkap Nunun di Singapura tempo hari. Kegagal itu disebabkan rencana penangkapan keburu bocor kepada Adang, sehingga Nunun sudah sempat meninggalkan persembunyiannya yang sudah diintai penyidik KPK. Siapa biang pembocor? Tak lain adalah staf KBRI yang berasal dari kepolisian. Itu sebabnya dalam penangkapan di Thailand, KBRI justru menjadi pihak yang terakhir kali dihubungi.

Nah, bercermin dari pengalaman itu, mestinya KPK jilid 2 paham benar bahwa pengaruh dan jaringan Adang di Kepolisian masih sangat kuat. Yang bertugas di luar negeri saja masih sungkan dan rela menjadi mata-mata bagi Adang, apalagi yang sehari-hari berjaga di RS Polri. Jika kita lihat dari tayangan TV, 4 polisi yang berjaga penampilannya jauh disbanding Adang yang datang mengenakan setelan jas, dan tampak masih bisa jumawa meski istrinya dililit kasus yang jadi perhatian publik. Apa iya petugas jaga tersebut bisa tegas memperlakukan Adang seperti keluarga pasien lainnya yang nota bene rakyat kebanyakan? Belum lagi independensi hasil medical record dari dokter yang merawat. Sampai saat ini dokter Andreas Hary masih diijinkan memeriksa Nunun, padahal jelas keterangan “medis”nya tentang penyakit Nunun sebagian sudah terbantahkan.

Tampaknya, penting bagi KPK jilid 3 untuk memikirkan memindahkan Nunun ke RS lain yang mrmiliki dokter yang kredibel dan punya integritas tinggi. Bisa saja ke RS Pusat Pertamina atau ke RS swasta. Dan penting pula memasang kamera CCTV di sekitar ruang perawatan dan di dalam kamar Nunun. Untuk melihat siapa saja yang berinteraksi dengan Nunun. Mengerahkan 4 penjaga secara bergantian, tetap bukan jaminan mereka tak lengah sedikitpun. Percaya boleh saja, tapi waspada tetaplah perlu.

Pasca penangkapan Nunun, Adang mulai buka suara. Ia membeberkan rekaman pembicaraan dengan penyidik KPK yang bertandang ke rumahnya. Hmm.., untuk soal seperti ini, Adang sebagai mantan Wakapolri memang jago. Tampaknya Adang dengan sengaja menyiapkan merekam semua pembicaraan. Karena itu, KPK juga jangan kalah, siapkan kamera CCTV dan penyadap di ruangan Nunun. Selain rekaman, Adang juga menunjukkan foto-foto yang menunjukkan kedekatan Nunun dan MSG (Miranda Swarai Goeltom) dalam pesta-pesta kaum socialite. Sebenarnya, jika Adang benar taat hukum seperti yang selalu digembar-gemborkannya, kesaksian ini seharusnya sudah ia sampaikan saat MSG bersaksi di pengadilan tipikor dan menyangkal kenal dekat Nunun. Andai saja Adang buka suara saat itu, bisa saja pengadilan kembali menghadirkan Nunun sebagai saksi, atau pihak jaksa penuntut menghadirkan Adang dalam persidangan untuk dikonfrontir langsung dengan MSG. Bukankah tujuannya untuk menyingkap siapa dalang di balik kasus suap cek pelawat? Artinya, pengakuan itu tak harus keluar dari mulut Nunun. Saya yakin – dan sudah semestinya – MSG lebih tahu siapa yang menjadi sponsor baginya saat pemilihan DGS BI 2004.

Saya juga yakin, Adang tahu siapa sebenarnya sang cukong yang murah hati membagikan cek pelawat. Tak mungkin Nunun tak bercerita padanya. Justru karena Adang tahu, ia menyuruh istrinya kabur saja dari pada disudutkan KPK untuk menyebut nama sang cukong. Hanya saja, tampaknya Adang enggan menyebutkan siapa cukong itu. Adang pun melindungi istrinya supaya tetap konsisten mengaku lupa sama sekali seputar kejadian tersebut dan tak ingat sedikitpun siapa saja yang terlibat. Artinya, Adang tak mau istrinya disudutkan seolah menjadi pelaku utama, tapi ia juga enggan – atau takut? – menyebut nama cukong itu, dan mengarahkan agar MSG saja yang mengaku.

Menanti Nunun selesai di rawat bisa jadi menunggu godot. Nunun sudah terbukti lihai bersandiwara memerankan tokoh yang sakit lupa permanen. Jadi, KPK jilid 3 harus mencari terobosan lain agar siapa cukong yang mendalangi kasus ini dapat segera terkuak. Sebab, tidak mungkin ia menyediakan 24 milyar gratisan tanpa imbalan di belakang hari. Dalam hal ini, si cukong dan MSG punya derajat kesalahan tertinggi. Sebab simbiosis mutualisme itu terjadi antara MSG dengan si cukong. MSG yang memegang jabatan, dia punya kewenangan menetapkan kebijakan perbankan, si cukong menikmati privilege bagi usahanya.

Jadi, jika si cukong bersalah, MSG sama bersalahnya. Patut ditelusuri ke belakang, apa saja kebijakan yang dikeluarkan MSG selama menjabat sebagai DGS BI, yang berpotensi menguntungkan si cukong. Dan jika terbukti ada kebijakan MSG yang merugikan Negara, maka MSG bisa dipidanakan. Sudah dipidana karena kasus suap, masih pula dipidana karena menyalahgunakan jabatan untuk mengeluarkan kebijakan yang merugikan keuangan Negara. Artinya, yang akan menanggung akibat hukum paling berat adalah MSG. Maka, berharap MSG yang buka mulut tentang siapa si cukong itu, nyaris impossible. MSG akan bertahan dengan segala cara untuk tetapberlagak polos dan sama sekali tak tahu menahu soal suap/gratifikasi yang diberikan pada anggota DPR yang telah memilihnya.

Kalau sudah jadi lingkaran setan seperti ini, satu-satunya jalan adalah memanggil Adang. Mungkin KPK jilid 3 perlu merubah strategi untuk mengajak Adang kooperatif dalam mengungkap dalang penyandang dana suap itu. KPK bisa saja menjanjikan keringanan hukuman jika pihak Nunun (termasuk Adang) mau bekerjasama dengan KPK mengungkap dalangnya, apalagi jika kelak terbukti Nunun memang hanya sebagai EO (event organizer) saja dari kasus ini, yang bekerja atas pesanan MSG dan cukong. Jika Adang tetap tak mau kooperatif, KPK bisa menelusuri dari jalan lain : mencoba menelisik siapa yang menjadi donatur Nunun selama dalam masa pelarian. Hidup 22 bulan berpindah-pindah Negara, tinggal di apartemen mewah di Singapore, menyewa rumah besar dan mewah di Bangkok, belum lagi kebiasaan Nunun shopping tetap tak bisa di rem meski berstatus buron, semua itu tentu menelan biaya tak sedikit. Sementara perusahaan Nunun yang sejak 2004 sudah tidak bagus likuiditasnya, sejak Nunun minggat mungkin sudah berhenti beroperasi. Apalagi Arie Malangjudho, Direkturnya, ikut dilibatkan dalam kasus ini. Nah, KPK bisa mulai melacak aliran dana Adang dan Nunun selama masa pelarian Nunun. Masuk akalkah dana yang dikeluarkan Adang – jika Adang membiayai istrinya selama buron – dengan laporan harta kekayaan Adang ketika hendak menjadi anggota DPR. Jika sama sekali tak ada aliran dana dari Adang ke istrinya, itu lebih aneh lagi. Dari mana Nunun membiayai hidupnya selama 22 bulan? Tentu ada pihak lain yang mengalirkan dana. Intinya : banyak jalan menuju Roma untuk menyingkap siapa cukong di balik layar, tanpa harus menunggu Nunun sembuh dan bisa mengingat kembali. KPK memang perlu bekerja ekstra dan mungkin bersikap sedikit keras kepada semua pihak yang patut diduga mengetahui tapi sengaja tak mau memberitahukan, meski dia seorang mantan Wakapolri dan sekarang menjadi anggota Komisi Bidang Hukum di DPR RI sekalipun!

Si cukong itu tampaknya memang licin dan sulit ditangkap. Tampaknya ia eksis dalam era pemerintahan siapa saja. Dari pengakuan Agus Chondro sang wishtle blower, sebelum pemilihan DGS BI, semua anggota Fraksi PDIP di Komisi IX saat itu sudah diindoktinasikan untuk memilih Ibu MSG. Dan karena ini istruksi sang Ketua Partai, maka semua anggota wajib patuh demi menjaga wibawa Ketua Partai. Sayangnya, Megawati salah kalkulasi. Pada Pilpres 2004 ternyata yang menang SBY. Dan bersyukur ada Agus Chondro yang sadar perbuatannya salah. Kini, si cukong mungkin sudah ganti baju. Pada Pilpres 2009 lalu, tampaknya ia all out mensponsori SBY. Hmm.., si Oom yang satu ini memang lincah bermanuver! Siap sedia jadi sponsor siapapun yang sedang berkuasa.

Akhirnya, selamat bekerja KPK jilid 3! Pak Abras, Pak BW, Pak Busyro, dll, tumpuan harapan kami dipundak anda.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun