Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mandi Bareng di Ofuro, Ternyata Menyimpan Filosofi Mendalam

2 Desember 2011   03:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:56 2905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Waktu pertama diberitahu kalo di Jepang ada tradisi mandi bersama di public bathroom yang disebut ofuro, aku bergidik. Membayangkan mandi bareng dengan banyak orang – meskipun itu teman sekalipun – bukan sesuatu yang nyaman buatku. Risih rasanya, dengan keluarga sendiri aja gak pernah, bagaimana bisa kita “buka-bukaan” di depan orang lain? Tapi namanya “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung” meski ada rasa risih dan terpaksa, toh tetap harus kulakoni juga. Pengalaman pertama nyemplung di ofuro saat aku sudah 2 bulanan tinggal di Jepang. Kebetulan sehari-hari aku tinggal di apartemen khusus wanita milik Canon, dimana tiap kamar dilengkapi dengan kamar mandi pribadi bergaya western style dan sama sekali tidak ada public bathroom. Aku baru tahu bentuk ofuro yang sebenarnya saat ikut studi wisata rombongan sekolah dan menginap di hotel bernuansa tradisional. Hotel itu berada di kawasan Arima yang dikenal memiliki sumber air panas alami. Kelasnya termasuk hotel berbintang, tapi interior kamar tidur, ruang makan, ruang pertemuan, semuanya serba Japanese style. Tak ada springbed, tidurnya tatami style, tak ada kamar mandi hanya sebuah closet yang juga Japanese style – bentuknya mirip WC jongkok ala Indonesia, hanya saja menghadapnya terbalik. Karena seharian aku sudah mengikuti banyak kegiatan dan malam harinya akan ada acara jamuan makan malam ala Jepang, badanku serasa lengket karena gerah, terpaksa kubuang jauh-jauh rasa segan untuk nyemplung ke ofuro. ------------------------------------------ Pada jaman dulu, ketika Jepang belum menjadi negara industri sesibuk sekarang, banyak aktivitas keseharian masyarakat Jepang yang dilakukan secara berkelompok. Yang paling populer adalah aktivitas mandi dan berendam air panas di “ofuro”. Sampai sekarang, tempat-tempat mandi umum ini masih relatif mudah ditemukan di Jepang. Hampir semua hotel dan penginapan umum punya public ofuro. Juga asrama-asrama pegawai milik berbagai perusahaan atau universitas umumnya dilengkapi dengan ofuro. Public bathroom di Jepang ada 2 macam : yang alami dan buatan. Yang alami berasal dari sumber mata air panas alam yang biasanya kandungan mineralnya berkhasiat menyembuhkan penyakit tertentu. Dari segi bentuk, umumnya tak terlalu banyak modifikasi dalam desain, pinggiran kolam mandinya dikelilingi batu-batu besar, bahkan terkadang dasarnya pun masih bebatuan. Public bathroom macam ini disebut “ONSEN”. Sedang yang buatan, berbentuk segi empat, air panas dialirkan melalui saluran air dan mengucur dari salah satu sisi kolam. Suhu air bisa diatur sesuai keinginan kita. Yang seperti ini disebut OFURO. Di ofuro, orang tak hanya sekedar mandi saja. Banyak interaksi sosial bisa dilakukan di tempat ini. Ada sejumlah aturan yang harus dipatuhi sebelum seseorang menceburkan diri ke ofuro. Ofuro biasanya terdiri dari beberapa ruang. Begitu masuk, ruang pertama yang ditemui adalah tempat melepaskan pakaian dan semua aksesori yang dikenakan. Ruangan ini dilengkapi dengan keranjang palstik untuk tempat meletakkan pakaian dan semua barang pribadi. Setelah menanggalkan pakaian dan semua aksesoriesnya, barulah masuk ke ruang tempat mandi. Biasanya tersedia 2–3 bilik mandi yang ditutup tirai. Di sekeliling kolam ofuro terdapat kran-kran air tempat mandi, berjajar tanpa sekat yang masing-masing dilengkapi dengan aneka peralatan mandi seperti sabun, shampoo, body scrub, sikat penggosok badan, dan lain-lain. Disediakan pula tempat duduk kecil berupa bangku plastik dan tentu saja selang air. Dilarang nyebur ke ofuro kalo belum mandi. Jadi tubuh kita harus benar-benar bersih, barulah boleh nyemplung ke ofuro, untuk sekedar duduk berendam menikmati air panas atau membiarkan tubuh kita mengambang dan merasakan sensasi pijatan dari tekanan gelombang air panas. Efeknya : tubuh dan pikiran jadi rileks, pori-pori sekujur tubuh terbuka sehingga tubuh berasa segar. Mandi dan berendam bareng di ofuro sebenarnya punya nilai filosofis yang sangat mendalam. Banyak nilai relasi sosial dan etika yang harus dipegang teguh seseorang yang mandi di ofuro. Kucoba merenungkan dan mengkaji nilai apa saja yang kudapat dari aktivitas sehari-hari yang hanya ada di masyarakat Jepang ini. Trust dan Kejujuran, Saling Percaya Sepenuhnya Nilai yang utama adalah kejujuran dan kepercayaan sepenuhnya dari orang-orang yang masuk ke ofuro. Bagaimana tidak, sejak awal masuk kita menanggalkan pakaian dan meninggalkan semua barang milik pribadi – kunci kamar, dompet, HP, jam tangan, dll – dan meletakkannya begitu saja di sebuah keranjang plastik, semacam keranjang cucian. Sama sekali tak tersedia locker yang dilengkapi dengan anak kunci. Pun juga tak ada petugas yang berjaga di depan pintu ruang ganti. Padahal yang masuk ke ofuro bisa siapa saja, bahkan orang yang tak saling kenal sekalipun. Artinya, saat melepas baju dan meninggalkan semua barang pribadi, kita dituntut untuk percaya sepenuhnya pada semua orang yang ada di situ, yakin mereka tak akan mengambil barang milik kita. Begitu pula semua orang yang masuk ke ofuro, secara moril punya tanggung jawab untuk menjaga kepercayaan itu dengan tak mengutak-atik apapun barang yang bukan miliknya. Dari pengalamanku mandi di berbagai ofuro, mulai hotel berbintang sampai asrama sebuah Pusdiklat yang digunakan bersama beberapa organisasi yang menyewa asrama itu, tak pernah ada cerita orang kehilangan barang miliknya di ofuro. Padahal kalau pencuri mau beraksi mereka bisa leluasa bergerak, sebab umumnya orang Jepang suka lupa waktu saat berendam di ofuro. Antara ruang ganti dengan ruang ofuro dipisahkan oleh pintu penutup, yang berfungsi menjaga agar suhu ruangan ofuro tetap panas, jadi orang yang sedang berendam di ofuro, tak bisa melihat apa yang dilakukan orang lain di ruang ganti dan sebaliknya. Artinya, kesempatan untuk mencuri/mengutil barang orang lain sangat terbuka lebar. Bandingkan dengan sepasang sandal yang tergeletak di luar masjid yang bisa dengan mudahnya berganti pemakai saat pemilik aslinya sedang beribadah di dalam masjid! Sungguh sangat ironis memang! Mempercayakan & Membagikan Rahasia Terdalam Saat melakukan aktivitas mandi bersama ini, semua orang akan – maaf – bertelanjang. Artinya semua orang mau tak mau akan menampakkan seluruh bagian tubuhnya, bahkan yang paling ditutupi sekali pun! Betapa pun jeleknya bentuk tubuh kita, namun kita tak malu orang lain melihatnya. Hal ini membawa implikasi tanggung jawab moral yang tidak sepele bagi seseorang yang “melihat” bagian tubuh paling rahasia milik orang lain. Dia wajib menjaga rahasia tentang “cacat tubuh” orang yang mandi bersamanya di ofuro. Apa yang dilihatnya di ofuro, hanya sebatas disitu saja. Keluar dari ofuro, tabu baginya untuk menceritakan pada orang lain. Sebab hal itu menyangkut harga diri seseorang. Dan memang biasanya orang yang beraktivitas di ofuro tak pernah saling memperhatikan tubuh orang lain. Mereka sekedar saling bertukar senyum, sapa dan salam – orang Jepang tak pernah lupa mengucap salam. Inilah implikasi terdalam dari saling percaya dan berbagi rahasia dengan orang lain. Juga kewajiban moral untuk menjaga rapat-rapat aib seseorang yang dipercayakan pada kita. Sebenarnya sejalan dengan filosofi Jawa : “mikul dhuwur mendhem jero”. Pada kenyataannya, memang semua yang masuk ke ofuro tak pernah malu terlihat bagian tubuhnya, juga tak pernah bergosip tentang bagian tubuh orang yang dilihatnya. Sebab, bukankah kita sendiri pun tak ingin rahasia kita disebar-luaskan oleh orang lain? Jadi, trust yang diberikan oleh orang lain harus dibayar dengan integritas pribadi kita untuk memegang teguh kepercayaan dan menjaga rahasia pribadi milik orang lain. Saat masuk ke ofuro, kita bersedia untuk membuka “rahasia” diri, bahkan rahasia yang paling ditutupi sekali pun. Bukankah tak ada yang paling kita sembunyikan selain bagian tubuh paling tabu? Ada saatnya kita perlu membuka semua “topeng” dan “aksesori” yang secara artificial menutupi diri kita. Artinya betapapun busuknya rahasia yang kita pendam, ada saatnya kita tak malu untuk mengakuinya. Namun bagi mereka yang menjadi tempat kita membuka “aib” juga punya kewajiban moral untuk menjaga baik-baik rahasia tersebut. Apa yang kita dengar dan lihat hanya untuk diri sendiri. Tak layak bila disebar-luaskan, apalagi bila dijadikan komoditi gosip. Kerja Sama & Saling Membantu Ketika membersihkan badan di kran-kran mandi tanpa sekat, umumnya orang saling bantu satu sama lain untuk menggosok punggung dan bagian tubuh yang sulit dijangkau tangan. Fenomena ini terutama nampak pada ofuro untuk kaum wanita. Mereka duduk berjajar dua orang dan bergantian menggosok punggung temannya dengan lotion atau body scrub. Begitu juga saat membilas dengan air bersih, mereka saling bantu mengulurkan selang air ke sekujur tubuh temannya. Suatu kerja sama yang kompak, saling bantu satu sama lain. Interaksi Sosial Pada dasarnya menceburkan diri ke ofuro hanyalah relaksasi semata, agar tubuh yang penat setelah seharian beraktivitas bisa menjadi segar kembali. Sambil berendam di dalam ofuro dan menikmati air panas yang mengalir dari pancuran air, umumnya sesama pemakai ofuro saling bertegur sapa dan mengobrol. Tak jarang bahkan sambil bersenda gurau. Obrolan yang dilakukan saat berendam di ofuro menciptakan suasana santai dan rileks. Meskipun semula mereka tak saling kenal, namun suasana yang hangat membuat hubungan yang terjalin menjadi lebih mudah akrab. Topik apa saja bisa dijadikan bahan obrolan tanpa kuatir menimbulkan ketegangan. Bahkan tak jarang relasi bisnis pun bisa terjalin, bermula dari berendam di ofuro bersama. Di ofuro lah bertemu manusia dari berbagai latar belakang, tak mengenal perbedaan usia dan kelas sosial. Secara tak langsung ofuro bisa menjadi media yang cukup efektif untuk membina interaksi sosial. Di tengah makin individualistisnya masyarakat Jepang di abad modern ini, ofuro lah yang masih menyambungkan mereka dengan kultur asli bangsa Jepang. Itulah bangsa Jepang, semodern apapun mereka, tetap tersisa “seikatsu” (daily life) yang terpelihara dan menyimpan nilai-nilai filosofi sosial yang luhur. Aah…, tiba-tiba aku kangen banget pengen berendam di ofuro, mengambangkan badan di air panas, Apalagi di luar hujan dingin, brrr….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun