[caption id="attachment_168035" align="aligncenter" width="480" caption="Kado dan aneka oleh-oleh untuk Siti dari dana bantuan pembaca Kompasiana dan teman-teman saya"][/caption]
Di tulisan saya sebelumnya, sudah saya paparkan hasil pemetaan keadaan keluarga Siti dan Ibunya (Ibu Armiah) serta kondisi fisik dan kultural di kampung Siti. Dalam tulisan kali ini saya akan sampaikan apa rencana kami untuk membantu Siti.
SENYUM JUARA, SENYUM MANDIRI DAN SENYUM SEHAT
Setelah mendengar pemaparan dari Pak Zainuddin dan Mas Ahmad Mutasim yang menginap semalam di kampung Siti untuk lebih mengenal kondisi di sana, kami mulai mendiskusikan bantuan apa yang bisa kami berikan. Yang jelas, kelangsungan pendidikan Siti harus terjamin. Kedua relawan itu memuji semangat Siti untuk sekolah. Kendati sekolahnya di kampung itu baru dimulai jam 8 pagi, Siti sudah bersiap lengkap dengan seragam Pramukanya sejak jam 6 pagi. Meski seluruh benda yang melekat di tubuhnya hanya barang bekas pakai, tak menyurutkan keinginan Siti untuk sekolah.
Ketika mendengar bahwa “Plan A” tidak bisa dijalankan karena Ibu Armiah menolak untuk diboyong keluar dari kampung itu meski mendapatkan keluarga asuh yang berkecukupan di Jakarta, maka pihak Rumah Zakat berencana untuk memasukkan Siti dalam Program Beasiswa Ceria. Dalam program ini siswa bukan hanya dicarikan orang tua asuh sebagai donatur pendidikannya, namun juga mendapatkan pembinaan 2x sebulan berupa mentoring dan pembinaan mental spiritual. Setelah dijelaskan banyak oleh Pak Zainuddin, saya putuskan untuk menjadi orang tua asuh bagi Siti. Saya merasa sayang jika anak serajin Siti dan sesholihah dia harus terkatung-katung pendidikannya.
Hanya saja, untuk tahap awal perlu ada penanggulangan darurat, yaitu membelikan Siti seragam sekolah dan Pramuka, sepatu, kaos kaki, alat-alat tulis dan buku-buku. Ini supaya Siti bisa bersekolah dengan lebih layak. Harga dirinya perlu didongkrak agar dia tidak minder hanya memakai baju seragam, tas dan sepatu bekas yang sudah lusuh dan pudar warnanya. Jilbab pun Siti cuma punya sepotong saja. Untuk perbaikan gizi, Siti perlu dibelikan susu dan Rumah Zakat akan memberikan kornet Super Qurban agar Siti bisa makan dengan lauk daging.
[caption id="attachment_168036" align="alignleft" width="300" caption="Tas sekolah dari Rumah Zakat untuk Siti"]
Sedangkan untuk Ibu Armiah, pihak Rumah Zakat selanjutnya akan memasukkan Ibu Siti dalam program Senyum Mandiri. Mengingat keterbatasan kemampuan Ibu Armiah, satu-satunya yang dianggap mungkin dan sudah disanggupi Ibu Armiah adalah berjualan sayuran. Donasi yang terkumpul dari pembaca Kompasiana dan teman-teman saya sebagian akan disalurkan untuk memberikan modal bergulir bagi Ibu Armiah. Mengingat kondisi jalanan kampung yang seperti itu, perlu dipikirkan sarana untuk mempermudah berjualan. Untuk tahap awal kami sepakat membelikan bakul sekaligus sayur-mayur dan aneka kebutuhan dapur, agar Ibu Armiah bisa langsung berjualan keesokan harinya.
Tidak lupa pula saya ingatkan Rumah Zakat, kita perlu menelisik kemungkinan Ibu Armiah punya beban hutang. Semua hutang ini harus dilunasi, sebab jangan sampai ketika Siti mendapatkan bantuan uang tunai dalam jumlah besar sedang hutang belum dilunasi, kelak tiba-tiba perhitungan hutang ini bisa membengkak. Lagi pula saya ingin hasil berjualan sayuran sepenuhnya bisa dipakai untuk biaya hidup sehari-hari Siti dan Ibunya, tanpa di potong cicilan hutang. Rumah Zakat membenarkan logika saya.
[caption id="attachment_168040" align="alignleft" width="300" caption="Peralatan sekolah lengkap untuk Siti"]
Sedangkan untuk warga kampung setempat, pihak Rumah Zakat akan memprogramkan Senyum Sehat, yatu dengan mengadakan penyuluhan kesehatan dan pengobatan gratis dari tim medis Rumah Zakat. Tentu saja ini adalah program lanjutan, yang perlu diajukan dulu ke Pusat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya dicarikan donatur yang akan membiayai program ini. Sebab di Rumah Zakat semua dana dari donatur sudah dialokasikan sesuai peruntukannya dan sesuai permintaan penyumbang. Sehingga tidak bisa ujug-ujug mengeluarkan dana tanpa rencana.
Program Senyum Sehat ini membutuhkan biaya agak besar. Selain penyuluhan dan pengobatan gratis, Rumah Zakat juga memimpikan bisa membangun sarana MCK bagi warga sekitar rumah Siti dan juga pengadaan waterwell agar warga yang tak kebagian aliran air bisa mendapatkan air bersih dengan mudah. Kenapa warga sekitar perlu juga diberikan bantuan? Seperti kita tahu selama ini Siti dan Ibunya hidup sangat miskin. Kalau tiba-tiba mereka kebanjiran rejeki dan para donatur yang datang dari berbagai penjuru, tentu akan menyulut kecemburuan sosial. Dan ini dampaknya tidak baik bagi kedua ibu-anak yang masih ingin tetap tinggal di situ.
[caption id="attachment_168042" align="aligncenter" width="300" caption="Sebagian sembako untuk keluarga Siti"]
PERSIAPAN KUNJUNGAN
Setelah menyepakati semua program itu, kami berbagi tugas. Saya kebagian tugas membeli seluruh kebutuhan sekolah Siti dan sembako setidaknya cukup untuk 2 bulan ke depan. Sedangkan Rumah Zakat akan membeli bakul dan sayur-mayur serta bumbu dapur dan segala macam yang akan jadi dagangan Ibu Armiah. Juga perlengkapan hidup sehat bagi Siti dan Ibunya.
Kami selesai meeting jam 15.30, ba’da Ashar. Sampai saat itu, masih ada sms dan bbm yang masuk bahwa mereka akan mentransfer sumbangan. Total dana terkumpul Rp. 11.510.000,-. Saya menyerahkan sebagian kepada Rumah Zakat dan sebagian lagi saya belanjakan.
Mungkin sudah rejeki Siti, hari itu di Hy***mart sedang ada potongan harga untuk beberapa jenis sembako termasuk beras sekarung yang isi 20 kg dan diskon 50% untuk buku-buku dan sebagian alat tulis. Saya membeli 2 stel seragam putih-merah dan 1 stel seragam Pramuka, juga 2 potong jilbab warna putih dan warna coklat, untuk dikenakannya ke sekolah. Sepatu Siti ukuran 31, saya lengkapi dengan 4 pasang kaos kaki. Alat tulis mulai buku tulis, buku gambar, pensil, ballpoint, pensil warna dan crayon serta pengasah pensil. Untuk tas sekolah sudah ada dari Rumah Zakat yang memang dibagikan kepada siswa anak asuh Rumah Zakat.
[caption id="attachment_168043" align="alignleft" width="300" caption="Sepasang sepatu dan 4 pasang kaos kaki untuk Siti"]
Karena ingin memberikan kebahagiaan yang lengkap bagi Siti, tidak sekedar menyumbang begitu saja, kami sepakat semua pemberian kami akan dibungkus sebaik-baiknya. Sebelumnya, hari Jumat saya sudah berbelanja beberapa barang dan makanan minuman sebagai oleh-oleh pribadi dari saya dan Ibu saya untuk Siti dan Ibu Armiah.
Malam itu saya membungkus semua “kado” untuk Siti, kecuali sembao tentu saja. Selesai semua tugas packing, saya memasakkan agar-agar dan jelly untuk oleh-oleh Siti. Saya sengaja memasaknya sendiri, bukan membeli jadi. Sebab saya ingin mengolahnya dengan cinta dan kasih sayang. Kebetulan saya punya cetakan agar-agar dan jelly yang lucu-lucu, biasanya untuk membuatkan keponakan dan anak-anak tetangga. Selesai membuat makanan aneka warna, jam 10 malam saya baru bisa buka internet dan membalas pesan yang masuk ke inbox saya di Kompasiana.
[caption id="attachment_168045" align="alignleft" width="300" caption="2 stel baju seragam sekolah lengan panjang + rok panjang, lengkap dengan jilbanya"]
PAGI MENJELANG KEBERANGKATAN
Usai sholat Subuh dan memastikan semua barang yang perlu dibawa sudah berjajar rapi di ruang tamu rumah, saya baru terpikir : kalau kami berangkat jam 7 meninggalkan Cilegon sesuai kesepakatan, diperkirakan tiba di kampung Siti jam 12 siang. Kalau kami masih repot cari warung makan, waktu akan semakin siang. Baru terpikir kalau leboh baik kami membawa bekal, jadi sebelum sampai kampung Siti kami bisa berhenti sebentar dan makan di mobil. Saya buka lemari dan kulkas, apa isinya yang bisa kami masak dalam tempo sejam dan siap jadi bekal. Akhirnya Ibu saya dan saya membuat bihun dan mie goreng dengan lauk seadanya, lalu kami bungkus.
Jam 6.45 saya siap menunggu jemputan. Sayangnya, Allah berkehendak lain. Rupanya kami harus menjalani ujian kesabaran. Mobil yang sudah disiapkan untuk mengantar kami ke lokasi, mendadak pagi itu mengalami trouble di Serang. Setelah di utak-atik dan diperkirakan tidak bisa selesai dan beresiko dibawa menempuh medan berat, akhirnya Rumah Zakat terpaksa mencari mobil sewaan sekalian sopirnya. Sempat senewen juga sih menunggu lama.
Marnie sahabat saya dan suaminya, Bryan Collin Davies, sampai “garing” menunggu di sebuah Supermarket. Tapi ada hikmahnya juga, dengan molor 2 jam, resto ayam goreng franchise yang ada di samping supermarket itu sudah buka, jadi mereka bisa membeli bekal untuk makan siang Bryan. Oh iya, Bryan Davies ini suami Marnie, dia seorang warga negara Inggris yang jadi muallaf 1,5 tahun lalu, tapi baru tinggal di Indonesia sekitar akhir tahun 2011 kemarin. Dia menawarkan diri untuk jadi relawan Rumah Zakat jika ada aksi sosial kesehatan. Dulu dia terbiasa jadi relawan untuk aksi medis.
[caption id="attachment_168047" align="alignleft" width="300" caption="Seragam Pramuka lengkap dengan jilbabnya untuk Siti"]
Akhirnya setelah sempat sport jantung 2 jam, kami berangkat meninggalkan Kota Cilegon jam 9 pagi, menuju ke kampung Cipendeuy. Rombongan terdiri dari Pak Maksum (sopir), mas Ahmad Mutasim (penunjuk jalan yang sehari sebelumnya sudah survey ke lokasi), mas Otong dari Rumah Zakat, saya sendiri, Marnie dan Bryan Davies. Dalam rombongan kami berenam, ada 2 orang yang fasih berbahasa Sunda : mas Otong dan Marnie Davies. Jadi kami tak perlu penterjemah lagi.
Di perjalanan kami sempat melanjutkan diskusi soal rencana bantuan berkelanjutan ini. Untuk tahap awal memang semua sayuran dan bumbu dapur yang bakal diperdagangkan, kami bawa dari Cilegon. Selanjutnya, Ibunya Siti harus kulakan sendiri ke pasar. Karena itu Rumah Zakat sedang merencanakan membeli sepeda onthel – moda transportasi yang dianggap palimg cocok dengan medan di sana, yang bisa dikendarai Ibunya Siti – yang dibagian depan dan belakang kiri kanan akan dilengkapi dengan keranjang untuk tempat dagangannya. Jadi dia tidak terlalu kerepotan dengan jarak pasar yang cukup jauh. Sedangkan untuk Siti sedang dipikirkan desain troley seperti troley koper ukuran kecil yang bisa dilipat, untuk mendorong termos baksonya, agar Siti tak perlu keberatan menenteng dagangannya. Semua itu akan diberikan dalam kunjungan Rumah Zakat berikutnya, sekitar 2-3 minggu lagi untuk pembinaan dan pemantauan perkembangan kemandirian usaha Ibunda Siti.
Cerita tentang perjalanan dan sesampai di rumah Siti, akan saya tulis di bagian 3.
Tulisan terdahulu :
Tulisan selanjutnya :
- http://sosbud.kompasiana.com/2012/03/12/kunjungan-ke-rumah-siti-bag-3-euphoria-kunjungan-kebahagiaan-siti-dan-kegembiraan-tetangga/
- http://sosbud.kompasiana.com/2012/03/13/kunjungan-ke-rumah-siti-bag-4-pak-heri-pengrajin-tekun-yang-4-tahun-merawat-istri-lumpuh/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H