Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Kisah Miris Seorang Mantan Anggota DPRD Sekaligus Caleg 2014 [Kisah Nyata]

4 Februari 2014   13:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:10 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_310191" align="aligncenter" width="403" caption="foto : koleksi pribadi"][/caption]

Kamis pagi pekan lalu, saya dikejutkan sebuah foto yang diposting salah satu teman di grup BBM alumni SMA saya. Dia memotret berita sebuah koran lokal tentang “Mantan Angggota DPRD Penadah Motor Curian”. Kebetulan teman saya tersebut seorang PNS yang di-BKO-kan ke KPUD setempat (bukan komisioner KPUD). Dia memberi judul foto itu “satu persatu dipreteli”. Saya tak paham apa maksud judul itu, apalagi foto pelaku tak jelas. Terlihat jelas pun belum tentu saya kenal karena sudah puluhan tahun saya tak lagi tinggal di kota itu.

Tak lama berselang, beberapa teman mengomentari foto itu. Saya yang tak tahu apa-apa hanya bertanya : siapa dia, dari partai apa, kok menjijikkan sekali kelakuannya. Seorang teman menjawab nama orang tersebut dan menyebut nama eks parpol yang dulu dia wakili di DPRD sebelum kemudian di PAW. Kini orang tersebut pindah ke partai lain dan mencalonkan diri kembali untuk ikut Pileg 9 April 2014 nanti. Innalillahi...!!!

Tak lama, salah satu teman yang tadi menjawab, mem-PING saya dan kami pun ngobrol. “Ira, aku tahu banyak tentang dia. Aduuuh, kasusnya banyak Ir, gak hanya itu, macem-macem pokoknya. Aku tahu pasti soalnya istrinya sering curhat sama aku”, teman saya nyerocos di BBM. Saya pun mencoba menjadi pendengar yang baik, sesekali bertanya kalau ada yang kurang jelas. Karena terlalu semangatnya teman saya cerita, alurnya melompat-lompat. Tampaknya teman saya ini sudah lama ingin bisa mengeluarkan uneg-uneg yang dia tahu. Hanya saja tak mungkin dia bicara pada sembarang orang. Teman saya itu memang ramah, gaul, menyenangkan dan teman ngobrol yang enak. Tak salah kalau banyak yang menjadikannya tempat curhat.

[caption id="attachment_310192" align="aligncenter" width="358" caption="Anggota DPRD Ternate dari Partai Demokrat yang mabuk berat saat menghadiri sidang DPRD beberapa waktu lalu (foto : www.detiknews.com)"]

13914934401716915511
13914934401716915511
[/caption]

Baiklah saya rangkum saja kisah si mantan anggota DPR sekaligus caleg itu. Sebut saja namanya si X, awalnya X seorang Kades (kepala desa) dari Desa A, yang letaknya “pucuk gunung” – benar-benar di daerah pegunungan – di sebuah kota kecil di Jawa Timur. Bukan Kades yang dipilih melalui pemilihan, namun dijabat secara turun temurun dari orang tua/keluarganya. Si X ini pendidikannya setingkat SMA, lulus dari situ ia dinikahkan dengan “gadis cilik” pilihan ortunya. Gadis cilik sebab memang si gadis sebenarnya masih di bawah umur, belum layak menikah. Namun karena ortunya “penguasa” di desanya, apalagi terjadi sekitar 25 tahun lalu, semua bisa diatur. Perjodohan antar keluarga seperti itu jamak terjadi di kampung, agar harta kekayaan keluarga tak lari kemana. Masih ada hubungan keluarga antara si X dengan gadis cilik yang dijodohkan dengannya.

Seiring berjalannya waktu, jabatan Kades pun tiba ‘giliran’nya dijabat si X. Ketika era euphoria multi partai pasca reformasi, X mencalonkan diri jadi caleg DPRD kabupaten tempat tinggalnya dari parpol yang didirikan oleh tokoh ulama yang jadi panutan mayoritas warga di sana. Si X terpilih, jabatan Kades “dihibahkan” kepada istrinya untuk melanjutkan. Sayangnya, si X yang memang berkelakuan buruk, semakin merajalela setelah jadi anggota dewan. Ia terlibat banyak kasus, mulai penggelapan dana bantuan sapi, penggelapan dana-dana bantuan lainnya, penipuan, penadah hasil curanmor sampai menjadi pemakai dan pengedar narkoba. Ironisnya, setiap ajang pesta demokrasi 5 tahunan, X selalu mencalonkan diri dan selalu terpilih. Maklumlah, sekampung masih terhitung keluarga dan kerabatnya semua. Soal partai, X pindah-pindah parpol, termasuk yang terakhir, Pemilu 2009 lalu ia bernaung di bawah parpol yang tak lolos parliamentary treshold secara nasional, namun kursinya di DPRD Kabupaten setempat masih terpenuhi.

[caption id="attachment_310193" align="aligncenter" width="311" caption="Karena masih dalam pengaruh alkohol parah, sang anggota dewan sampai tak sanggup berdiri dan jatuh sempoyongan di Gedung Wakil Rakyat (foto : www.diamondtaxi.blogspot.com)"]

13914935901701370079
13914935901701370079
[/caption]

Bukan hanya kejahatan seperti itu saja, si X juga punya banyak selingkuhan. Hidupnya tak pernah sepi dari selingkuh. Inilah yang membuat istrinya kerap curhat pada teman saya. Saya tanya kenapa si istri tak memilih cerai saja. Kata teman saya “kondisi tak memungkinkan Ira, mereka kan masih ada hubungan keluarga, tinggalnya juga kumpul di situ semua, gak mungkinlah, kamu bisa bayangkan!” Saya pun paham kondisi tak memungkinkan yang dikatakan teman saya. Selingkuhan si X rata-rata masih seumuran anaknya yang SMA atau baru lulus SMA.

Kata teman saya, kerap putri pertama X melabrak selingkuhan bapaknya, karena meletakkan bong sabu sembarangan di jok mobil mereka, sehingga teman-teman putrinya X tahu. Anak perempuannya ini selepas SMA dimasukkan jadi PNS dengan jalan menyuap. Akhirnya ketahuan dan dikeluarkan, kini ia memilih kuliah. Sedangkan anak lelakinya, awalnya muak dengan kelakuan bapaknya yang suka selingkuh. Tapi lama kelamaan, anak lelaki ini jadi ikut kelakuan bejat bapaknya. Ketika masih SMP, anak lelaki X sudah terlibat video porno. Hanya saja karena mereka tinggal di kota kecil, tak terekspose media. Setelah SMA, anak lelaki ini sudah punya 2 anak, entah hasil hubungan di luar nikah atau dinikahkan resmi, saya tak menanyakan. Si anak sama sekali tak merasa malu, malah bangga menceritakannya pada teman saya, sahabat ibunya. Bukan hanya punya 2 anak, anak lelaki X ini sudah terbiasa melakukan seks bebas dengan siapa saja, termasuk dengan perempuan bule. Mungkin kelakuan itu wujud pemberontakannya pada sang ayah. Maklum, anak usia ABG hingga remaja yang sedang mencari jati diri, mendapat contoh buruk dari bapaknya.

Selingkuhan si X terkadang berani melabrak istri sah X, bahkan sampai menyatroni rumahnya dan memecahkan kaca segala. Rumah X sendiri terbilang megah, “istana megah yang tersembunyi di pucuk gunung”, kata teman saya. Meski X punya banyak selingkuhan dan hanya dijadikan teman kencan saja, namun ortu dari selingkuhan-selingkuhan X umumnya bangga anaknya dikencani anggota dewan, kaya pula. Salah satu selingkuhannya adalah anak penjual rujak langganan teman saya. Si ibu penjual rujak dengan bangga cerita anaknya jadi “pacar” si X, meski tahu si X orang bejat. Kini rumah ibu itu dibangun mentereng dan tanahnya diperluas. Maklum, selain dikencani, selingkuhannya itu disuruh merangkap jadi kurir narkoba, kaki tangan X. Bahkan rumah yang sudah dirombak itu kini jadi pangkalan orang yang bertransaksi narkoba. Pantas saja uangnya banyak.

[caption id="attachment_310194" align="aligncenter" width="311" caption="Caleg perempuan yang membagi-bagikan narkoba pada calon pemilihnya di Jateng beberapa waktu lalu (foto : videoberita.blogspot.com)"]

13914936801087897490
13914936801087897490
[/caption]

Kini, istri sah X malah punya anak bayi. Kata teman saya, itu hanyalah cara X membuat istrinya tak bisa kemana-mana, di rumah terus, sibuk mengurus bayi, hingga tak bisa ke kota dan mendengar banyak kabar buruk soal kelakuan suaminya. Beberapa waktu lalu X di PAW, karena pindah parpol. Maklum parpol yang mengantarnya ke kursi DPRD Pemilu 2009 lalu, tak punya tiket untuk berlaga di Pileg 2014. Jadi X harus segera cari ‘tunggangan’ baru. “Capek aku ngitunginnya, Ira, pokoknya dia ganti-ganti partai terus tiap Pemilu”, kata teman saya.

Makin dekat ajang Pileg, rupanya ada yang membongkar borok-borok X. Entah kenapa, “kesaktiannya” sudah tak mandraguna lagi. Dimulai dari kasus penadahan motor curian yang dibongkar, kata teman saya, dia sudah dengar issu bahwa nanti kasus-kasus lainnya akan digeber. Bahkan mobil-mobil mewah buatan Eropa milik X, kemungkinan tak lama lagi dimilikinya, sebab semua mobil itu diperoleh dengan jalan menipu showroom/dealer. Teman saya kelihatannya lega akhirnya satu demi kejahatan X akan dibongkar. “Wes susah Ir, gak bisa lagi dinasehati, percuma”, keluhnya. Saya pun membesarkan hatinya bahwa orang seperti itu memang telah membutakan mata dan menulikan telinga, hatinya telah membatu, hanya Allah saja yang bisa memberinya pelajaran. Teman saya berdoa semoga X sadar kalau nanti jeruji penjara sudah mengungkungnya.

[caption id="attachment_310195" align="aligncenter" width="382" caption="Caleg yang terlibat narkoba dan dijanjikan partainya akan dipecat, ternyata tetap bisa nyaleg (foto : regional.kompas.com)"]

13914937971335336553
13914937971335336553
[/caption]

========================================

Innalillahi wa inna ilaihi roji’uun..., itu yang saya ucapkan setelah mendengar cerita teman saya. Benar-benar musibah bagi warga desa A punya Kades perilakunya seperti itu. Makin parah ketika mereka, orang sekampung dengan mudah diarahkan untuk memilih si X menjadi wakil mereka di DPRD. Celakanya lagi, kebodohan itu terus berulang setiap 5 tahun sekali, tak masalah meski si X jadi kutu loncat parpol. Lalu siapa yang salah? Masyarakat yang bodoh memang lahan empuk untuk terus dikerjain.

Tapi benarkah masyarakat sebodoh itu? Bukankah akses informasi kini sudah masuk sampai ke kampung? Orang kampungnya si X juga sudah banyak yang punya ponsel, semua punya televisi. Hanya saja, memang masyarakat kita mayoritas baru bisa dibilang “modern” dalam hal punya piranti simbul modernitas, namun belum pada pikirannya. Punya televisi tapi tayangan yang dipilih bukan yang menambah informasi, tapi sinetron dan hiburan yang membodohi dan melenakan. Punya ponsel pintar bisa akses internet, yang dicari bukan berita tapi video mesum di youtube atau berita gosip artis yang sensasional. Kalaupun punya uang lebih untuk beli koran dan majalah, yang dibeli tabloid gosip, klenik, atau majalah “dewasa”. Jadilah modernitas hanya sebatas kulit saja. Seolah melek informasi namun sebenarnya hanya tahu apa yang mereka ingin tahu tapi bukan apa yang seharusnya mereka tahu. Banyak orang kampung sudah cukup bangga punya piranti modern, meski tak tahu memanfaatkannya dengan optimal.

[caption id="attachment_310196" align="aligncenter" width="333" caption="Caleg di Dapil Musirawas, Sumatera Selatan, yang menjadi otak perampokan bank di Tuban, jawa Timur, dengan alasan untuk biaya kampanye. Dia belum tahu apa arti kata reformis di balihonya (foto : www.tribunnews.com)"]

13914939491316872393
13914939491316872393
[/caption]

Iseng saya coba search di pustaka Mbah Google, dengan kalimat kunci seperti judul berita koran yang fotonya diunggah teman saya. Astaga!! Betapa terkejutnya saya, banyak sekali berita yang saya temukan. Kebanyakan berita yang sudah beberapa bulan bahkan tahun lalu, dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, yang melibatkan anggota dewan atau caleg dari berbagai parpol dalam kasus penadahan hasil curanmor. Keisengan saya berlanjut, kali ini search dengan kata kunci “caleg terlibat narkoba”, hasilnya juga cukup banyak. Bahkan caleg terlibat penjualan perempuan (human traficking) juga ada. Ada pula caleg terlibat perampokan, bahkan jadi dalangnya. Caleg terduga korupsi?! Wow, jangan ditanya, banyak sekali.

Kalau sudah seperti itu bahan bakunya, bisa dibayangkan seperti apa keluarannya. Garbage in garbage out, tak mungkin bisa garbage in gold out. Nazaruddin contohnya, bukankah rekam jejaknya menunjukkan ia ternyata sudah jadi pengusaha “nakal” sejak muda dulu? Di berbagai daerah, lebih banyak lagi anggota dewan yang rekam jejaknya buruk, awalnya profesinya preman, rentenir, yang kemudian alih profesi jadi “anggota dewan yang terhormat” karena punya cukup uang atau kekuatan massa untuk dilirik parpol.

Ironisnya, semestinya di daerah yang relatif kecil, issu kelakuan buruk seseorang dengan mudah terdengar dan jadi pembicaraan, alih-alih di-black list, orang seperti itu justru terus dipilih. Kalau sudah begini, siapa yang salah? Parpol menjual dagangan busuk, dari displaynya saja masyarakat sudah bisa lihat, tapi celakanya yang busuk itu pun tetap di”beli” dengan suara mereka. Sebenarnya, pemimpin atau wakil rakyat yang buruk adalah cerminan dari pemilih yang buruk. Mungkinkah masyarakat kita sebenarnya tidak atau belum siap punya pemimpin dan wakil yang bersih, lurus pada aturan, tak kenal kompromi, karena kita juga masih suka “berselingkuh” dengan aturan, masih suka main pat-gulipat, ngembat uang yang tak seberapa? Dari 250 juta rakyat Indonesia, sekitar 185 juta berhak pilih, berapapun yang benar-benar memilih nantinya, tetap akan diwakili 560 orang di parlemen pusat. Dan itulah cerminan pemilihnya.

[caption id="attachment_310197" align="aligncenter" width="350" caption="Anak buah caleg yang menjadi pelaku perampokan bank di Tuban (foto : beritajatim.com)"]

1391494092334455682
1391494092334455682
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun