Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Inilah Alasan Kenapa Kompol Novel Baswedan Perlu Dikriminalkan

9 Oktober 2012   03:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:03 8816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_210473" align="aligncenter" width="475" caption="Kompol Novel Baswedan saat bersaksi di pengadilan Muhammad Nazaruddin (foto : tempo.co)"][/caption]

Ketiklah kata “novel” di Google, maka kata lanjutan yang teratas direkomendasikan Google adalah “novel baswedan”. Sama dengan kalau anda ketikkan kata “save”, maka kata lanjutannya yang ada di posisi paling atas adalah “save kpk”. Itu tandanya kedua kata itu adalah kata terpopuler akhir-akhir ini. Sebelum ini, kita mungkin tak pernah mengenal siapa itu Novel Baswedan. Lalu,kalau dia hanyalah salah satu dari 88 penyidik KPK, kenapa sedemikian pentingnya dia sampai-sampai KPK mempertaruhkan lembaganya untuk melindungi Novel?

SIAPA NOVEL DAN KENAPA MENJADI SIMBOLISASI REPRESENTASI KPK

Ternyata Novel bukan sembarangan penyidik. Ia bergabung menjadi penyidik KPK sejak tahun 2006, semasa KPK masih dipimpin Antasari Azhar. Selama 6 tahun di KPK, Novel telah menyidik kasus-kasus besar yang berhasil menyeret tokoh-tokoh besar dari partai politik maupun pejabat negara. Novel Baswedan adalah penyidik yang menangani penyidikan kasus mega korupsi Wisma Atlet yang melibatkan Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat. Bahkan Novel pernah dihadirkan dalam persidangan Nazaruddin, atas permintaan pengacara Nazar yang menggugat proses penyidikan KPK.

Novel pula lah yang menyidik kasus dugaan suap cek pelawat, yang akhirnya menyeret Nunun Nurbaetie – istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun – duduk di kursi pesakitan dan berakhir di balik jeruji penjara. Novel juga yang ditugaskan untuk menyidik kasus suap lahan sawit yang melibatkan Bupati Buol Amran Batalipu dan akhirnya menyeret pula Siti Hartati Murdaya, mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat. Terakhir, Novel menjadi Ketua Tim Satgas penyidik kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM. Dia pula yang memimpin penggeledahan gedung Korlantas Mabes Polri pada bulan Ramadhan lalu. Novel bahkan sempat bersitegang dengan polisi saat itu, yang mencoba menghalang-halangi proses penggeledahan.

Jadi, bisa dipahami bukan kalau polisi dan mantan polisi yang masih sangat loyal pada korps Kepolisian sebegitu marahnya pada Novel, yang dianggap tak lagi loyal pada institusi asalnya. Kebetulan pula, Novel adalah salah satu penyidik yang meminta untuk menjadi penyidik tetap KPK.

Sebegitu pentingnya peran Novel dalam berbagai kasus besar yang melibatkan tersangka “seleb” dan jadi pusat perhatian publik. Bahkan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM yang melibatkan Irjen Pol. Djoko Susilo, Novel memegang peran sentral. Maka tak heran jika Novel menjadi simbolisme representasi KPK yang sedang berhadapan dengan Polri dalam kasus simulator SIM.

[caption id="attachment_210476" align="aligncenter" width="565" caption="(foto : tribunnews.com)"]

134975388719572758
134975388719572758
[/caption]

DAHSYATNYA KRIMINALISASI

Masih ngat awal mula kejadian kriminalisasi terhadap Ketua KPK Antasari Azhar? Saat itu selama 1,5 tahun menjabat sebagai Ketua KPK, Antasari menunjukkan tajinya dalam menangkap basah para koruptor. Ada Arthalita Suryani, Jaksa Urip Tri Gunawan, politisi Al Amin Nasution, dll. Di bawah kepemimpinan Antasari, tampak peningkatan kinerja KPK yang sangat signifikan. Saat itu, Antasari-lah yang menjadi figur sentral KPK. Maka Antasari-lah yang dibidik untuk dikriminalkan.

Mendadak saja AA dituduh sebagai otak/intellectual dader pembunuhan atas Nasruddin Zulkarnain, dengan motif rebutan gadis caddy tempat mereka berdua biasa bermain golf bersama. Saat itu, tak ada satupun yang bereaksi. AA sejak awal memang tak didukung LSM dan penggiat anti korupsi. Maka ketika ia dibelit masalah, semula tak ada yang membela.

Sampai akhirnya muncul banyak kejanggalan. Rani Juliani – gadis yang disebut jadi rebutan – selama berbulan-bulan menghilang tak diketahui jejaknya, tiba-tiba muncul dan lancar memberikan keterangan pers, dengan ekspresi datar seolah menghafalkan naskah. Keluarga Rani, yang semula tak banyak tahu siapa suami sirri anaknya, tiba-tiba bapak Rani lancar mendongeng bahwa dia kerap jadi tempat curhat menantunya. Lalu bersuaralah Kompol Williardi Wizard di sidang pengadilan, membuka semua skenario dimana ia semula diminta ikut memainkan peranan, tapi kemudian atasan-atasannya mengingkari janjinya. Saat itulah publik baru terperangah dan terkaget-kaget dengan dahsyatnya rekayasa tuduhan kepada Antasari Azhar.

Meski kemudian bukti-bukti teknis menunjukkan kejanggalan, mulai dari kondisi korban yang mayatnya sudah diacak-acak sebelum diserahkan ke dokter forensik; peluru yang bersarang di tubuh korban tak sama dengan jenis senjata yang dijadikan barang bukti; pistol yang berbeda yang dihadirkan di persidangan, dll. Tapi toh fakta-fakta ini tak membuat AA terbebas dari hukum. Bahkan upaya Peninjauan Kembali pun tak memberikan hasil. Sedemikian dahsyatnya rekayasa hukum untuk mengkriminalkan Antasari, karena peran pentingnya dalam banyak kasus besar. Antasari tetap dihukum penjara 18 tahun, meski ia berkelakuan baik, tetap tak mendapat remisi. Bahkan ijin menghadiri resepsi pernikahan putrinya saja dipersulit. Bandngkan dengan koruptor-koruptor besar yang hampir semua vonisnya kurang dari 4 tahun, dikurangi remisi dan pembebasan bersyarat, mereka cukup menghuni sel penjara 1–2 tahun saja.

[caption id="attachment_210477" align="aligncenter" width="235" caption="Memimpin penangkapan Amran batalipu, Bupati Buol (foto : news.detik.con)"]

13497540072057733149
13497540072057733149
[/caption]

KEJANGGALAN TUDUHAN TERHADAP NOVEL

Sebagaimana kasus kriminalisasi yang dipaksakan, dalam kasus tuduhan terhadap Niovel pun ada banyak kejanggalan seperti dipaparkan Juru Bicara KPK, Johan Budi dalam jumpa persnya beberapa kali. KPK bersikeras bahwa Novel tak terlibat langsung dalam penganiayaan sekelompok pencuri sarang walet yang mengakibatkan kematian salah satu pelakunya. Bahkan Novel yang saat itu menjabat sebagai Kasatreskrim Polres Bengkulu, sedang berada di kantor saat kejadian. Hanya saja sebagai atasan ia ikut bertanggungjawab atas kelalaian anak buahnya dan telah dijatuhi sanksi etik berupa teguran.

Jika benar Novel bersalah, kenapa ia dibiarkan masih menjabat sebagai Kasatreskrim Polres Bengkulu sampai Oktober 2005? Bahkan kemudian Novel masih melanjutkan pendidikannya ke PTIK dan dipromosikan ke KPK. Bukankah Polri selalu berkilah bahwa para penyidiknya yang dikirim ke KPK adalah anggota terbaik Polri? Apakah ketika mengajukan Novel ke KPK dulu Polri menutupi rekam jejak Novel?

Yang lebih janggal lagi, menurut keterangan Johan Budi, sampai saat ini belum pernah dilakukan uji balistik terhadap peluru yang bersarang di tubuh korban, untuk menentukan benar tidaknya peluru itu keluar dari pistol milik Novel. Bahkan kasus 8 tahun lalu itu tiba-tiba dibuka kembali setelah adanya laporan polisi tertanggal 1 Oktober 2012. 4 hari kemudian, Dirreskrim Polda Bengkulu akan menangkap Novel. Penangkapan yang sangat aneh, mengingat Novel belum pernah dipanggil sekalipun sebagai tersangka atas kasus ini. Belum lagi teknis penangkapan yang tak masuk akal : hanya untuk menangkap 1 orang anggotanya sendiri Polri sampai perlu mengerahkan 2 kompi pasukan untuk mengepung gedung KPK. Lebay bukan?

Apalagi kemudian keluarga korban bersuara, mereka tak ingin dijadikan kambing hitam biang keladi memanasnya konflik Polri vs KPK. Keluarga korban mengaku tidak benar bahwa mereka melaporkan kembali Novel. Mereka hanya mengirimkan surat permohonan keadilan pada tanggal 21 September 2012 dan tidakpernah membuat LP (Laporan Polisi) terteanggal 1 Oktober 2012. Pernyataan keluarga korban ini sudah disiarkan media TV.

[caption id="attachment_210478" align="aligncenter" width="400" caption="Kapolri Timoer Pradopo, mendampingi Presiden dalam pidatonya semalam di Istana Negara (foto : koleksi pribadi)"]

13497541231298787159
13497541231298787159
[/caption]

Lucu sebenarnya, sebab di negeri ini setiap tahun begitu banyak kasus polisi salah tangkap, salah tembak, menganiaya warga, yang kemudian menguap begitu saja. Beberapa waktu lalu seorang bapak separuh baya berjalan kaki dari Malang menuju Jakarta bahkan kini meneruskan jalan kakinya menuju Mekkah, karena mencari keadilan atas putra tunggalnya yang meninggal 12 tahun lalu karena ditabrak oknum polisi, tapi si polisi penabrak tak pernah dihukum secara pidana, bahkan terus naik pangkat dan masih menjabat sampai sekarang. Kalo memang polisi akan menegakkan hukum atas anggotanya sendiri yang terlibat kasus penganiayaan dan tindak pidana lainnya, maka akan muncul ratusan kasus lain yang jadi PR Polri selama 10 – 15 tahun terakhir ini.

Pantas saja kalau Mahfud MD mengatakan bahwa rakyat sekarang sudah terlalu pintar untuk dibodohi soal hukum. Terlalu telanjang upaya kriminalisasi ini. Tentu saja jika benar Novel bersalah, KPK harus merelakan penyidiknya menjalani pemeriksaan. Kepolisian pun harus adil, sejumlah kasus serupa pun harus ditangani pula, bukan semata karena Novel pemegang kunci kasus simulator SIM yang diduga akan melibatkan sekurangnya 6 Jendral polisi lainnya selain Djoko Susilo, yang ikut membubuhkan parafnya pada surat keputusan penunjukan pemenang tender pengadaan alat simulator SIM tersebut.

Belum lagi kasus Nazaruddin yang ditangani Novel, tentu tak berhenti sampai pada kasus Wisma Atlet saja. Bukankah sejumlah nama penting yang disebut Nazar sampai saat ini memang masih “digantung” KPK? Misalnya nama Anas Urbaningrum, Mirwan Amir dan politisi lainnya. Penyidikan atas Nazaruddin pun melebar ke kasus korupsi Hambalang, yang nota bene dijanjikan KPK akan diumumkan tersangkanya pada akhir tahun ini. Jadi, tentu keberadaan Novel memang sangat sentral dan strategis untuk kasus-kasus besar.

Semalam, dalam pidatonya SBY menegaskan bahwa penyidikan kasus korupsi simulator SIM ada di tangan KPK dan tidak dipisah, artinya seluruh berkas para tersangka menjadi kewenangan KPK. Maka peran Novel makin penting lagi. Meski SBY sudah menegaskan saat ini timingnya tidak tepat untuk mengusut kasus Novel, tentu upaya-upaya menghalangi pemberantasan korupsi tak akan menyerah begitu saja. Beberapa pengamat mulai mengkhawatirkan, jangan-jangan beberapa bulan lagi kasus ini akan diangkat lagi. Apalagi ketika ditanya wartawan semalam soal ini, Kapolri tak tegas mengatakan akan menghentikannya.

Kali ini rakyat memang sudah tidak bodoh, tapi kekuatan koruptor yang bersatu padu melawan kehendak rakyat memberantas korupsi, tetap bisa berjaya. Maka, kepedulian punlik untuk terus memantau kelanjutan kasus ini, perlu terus disiagakan. Jangan sampai ada AA kedua!

CATATAN :

Sekedar informasi tambahan, Kapolda Bengkulu yang saat ini menjabat, Brigjend Pol Drs. Albertus Julius Benny Mokalu, SH., ternyata baru dilantik 10 (sepuluh) hari sebelum kasus pengepungan Gedung KPK dan upaya penangkapan Novel Baswedan oleh Dirreskrim Polda Bengkulu. Apakah ini berarti sesuatu? Silakan pembaca menganalisa sendiri.

Apakah ini sama dengen ketika Williardy Wizaard diminta untuk mencari dan mengkoordinir pembunuh-pembunuh bayaran yang tujuan akhirnya adalah menjadikan Antasari Azhar sebagai tersangka.

Tambahan informasi pula, keluarga korban meninggal yang diduga "ditembak" oleh Novel, ternyata justru tak keberatan jika kasus yang menimpa saudara mereka ditutup secara hukum. Lalu..., siapa sebenarnya yg menginginkan kasus ini dibuka kembali?

Referensi :

1.  Juru Bicara : KPK Telah Investigasi Kasus Novel

2.  Wawancara Novel Baswedan : Akan Saya Buka Semuanya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun