[caption id="attachment_161664" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi Gedung DPR/Admin (KOMPAS.com/Kristianto)"][/caption]
Setiap tahun, DPR tak pernah kehabisan cara untuk mendapatkan fasilitas baru yang menunjang kenyamanan hidup mereka dan mampu mengalirkan dana tambahan ke kantong pribadi mereka. Di masa DPR periode 2004 – 2009 ada tuntutan uang tunjangan komunikasi, ada pembagian mesin cuci, ada pembagian laptop,yang semuanya selalu dengan harga tak wajar. DPR periode ini ternyata lebih gila lagi! Tahun 2010 mereka meminta diberikan dana untuk membikin “rumah aspirasi” yang diberikan kepada setiap anggota DPR, kalau tak salah nilainya semilyar per orang. Setelah dikritik dan dicerca sana sini, akhirnya usulan itu tak jadi dipenuhi.
Tahun 2011, DPR mengusulkan pembangunan kompleks gedung baru berlantai 37 yang dilengkapi berbagai fasilitas semacam kolam renang, spa, pijat, pusat perbelanjaan, fitness center, restoran dan cafe, menelan biaya 1,8 trilyun. Kontan saja usulan itu mengundang caci maki dan semakin meng-akut-kan kebencian publik pada DPR. Anehnya, Ketua DPR Marzuki Alie saat itu sangat ngotot meng-gol-kan usulan fantastis itu. Bahkan ketika kritik pedas ditujukan ke DPR, Marzuki Alie kemudian menurunkan budgetnya menjadi 1,3 T, turun 500 milyar. Bukan hanya Marzuki Alie, politisi muda dari Gerindra : Pius Lustrilanang pun termasuk yang sangat ngotot mendesakkan persetujuan kompleks super mewah itu. Entah kemana larinya semua idealisme Pius saat masih menjadi aktivis di masa Orde Baru dulu. Belakangan, diketahui calon kontraktor komplek gedung mewah itu salah satunya adalah PT. Duta Graha Indah, kontraktor yang membangun komplek Wisma Atlit di Jakabaring, Palembang. Hmm..., ternyata!
Gagal mensukseskan pembangunan gedung baru, tak berarti DPR berhenti memperjuangkan kenyamanan bagi mereka. Kini yang lagi rame usulan pribadi beberapa anggota DPR agar toiletnya diperbaiki. Setjen DPR pun seperti sangat takut mengabaikan permintaan “tuan” mereka dan langsung merencanakan proyek renovasi 220 unit toilet yang ada di 22 lantai Gedung Nusantara I. Perbaikan dan penggantian toilet, wastafel dan urinoir yang masing-masing sebanyak 220 – 240 unit itu dianggarkan sebesar 2 milyar. Sebenarnya masuk akal nilainya, sebab kata seorang pemilik toko perlengkapan toilet yang diwawancarai TV One, biaya renovasi 1 unit toilet ukuran 1,5m x 2,5m yang standard sekitar Rp. 8 juta dan yang terbaik Rp. 10 juta. Kalau dikalikan 220 unit, bisa saja nilainya mencapai 2 milyar. Masalahnya : apa benar sebanyak 220unit itu semuanya butuh renovasi? Sebab hasil pantauan TV, sebagian besar toilet itu justru masih sangat bagus dan berfungsi baik.
Saat ini setidaknya ada 3 mega proyek yang sedang berjalan di DPR. Selain renovasi toilet, juga ada rencana pembangunan parkiran khusus motor berlantai 3 yang menelan dana 3 milyar. Entah seberapa banyak motor yang parker di Senayan dan seberapa mewah parkiran motor 3 milyar itu, tampaknya rencana yang ini tidak terlalu diributkan. Mungkin karena issu nya tak terlalu santer.
Mega proyek lainnya adalah pengadaan mesin absensi sidik jari yang dianggarkan biayanya 4 milyar, setelah dikritik sana sini turun sedikit menjadi 3,7 milyar. Dalam tulisan saya yang lalu di sini http://politik.kompasiana.com/2011/11/28/4-milyar-untuk-dpr-kita-yang-suka-bolos-sidang/ saya ulas harga 1 unit mesin finger print yang featurenya paling lengkap sekitar 6 juta rupiah, maksimal 6,5 juta sudah termasuk biaya modifikasi program sesuai keinginan user. Semula saya pikir semua ruang sidang akan dipasangi mesin absensi ini, sehingga kalau ada 21 ruangan, dana yang dibutuhkan plus biaya pemasangan sekitar 200 juta rupiah saja. Tapi kata Marzuki Alie harga mesin absensi itu sebuahnya Rp. 500 juta. Karena itu hanya akan dipasang di ruang sidang paripurna saja. Seperti apa ya mesin seharga setengah milyar? Kata Sekjen DPR, mesin ini super canggih dan terintegrasi dengan kamera CCTV. Lalu apa fungsinya? Bukankah fungsi pokoknya hanya untuk mengabsen anggota DPR saat sidang, supaya diketahui siapa yang membolos dan yang hadir? Kalau over spec yang justru tidak diperlukan, apa itu tidak lebay? Ironisnya, karena pengadaan finger print ini bukan untuk kenyamanan mereka, malah untuk memantau mereka, anggota DPR justru banyak yang menolak dengan dalih : uang sebanyak itu akan lebih bermanfaat untuk rakyat. Hmm..., tumben ingat rakyat. Tak kurang dari Roy Suryo (Demokrat), Indah Kurnia (PDIP) yang menolak di absen. Kata Indah mereka bukan pegawai, jadi tak perlu di absen.
Begitulah DPR, mereka tak habis-habisnya memperjuangkan fasilitas dan kenyamanan bagi dirinya. Tapi ketika kenyamanannya terganggu, mereka menolak keras. Lucunya, ketika pihak eksekutif yang melakukan pemborosan, DPR akan langsung bereaksi seolah-olah mereka peduli betul dengan penggunaan uang rakyat secermat-cermatnya. Tapi ketika pemborosan itu terjadi di rumah mereka sendiri, kenapa DPR selalu berdalih itu kewenangan Setjen dan seolah mereka tak berdaya, lemah, gak bisa ikut campur anggaran yang disusun Setjen? Bukankah ada diantara mereka yang duduk di BURT? Mestinya kan lebih mudah menegur Setjen DPR yang memboroskan anggaran rakyat, toh citra buruknya pun akan memercik ke wajah DPR bukan?
Gagal meng-gol-kan pembangunan kompleks gedung baru bernilai 1,8 trilyun, kini DPR bersama Setjen DPR “mempreteli” anggaran itu menjadi beberapa proyek yang seolah-olah nilainya kecil. Jika proyek-proyek macam ini – renovasi toilet, bikin parkiran motor, beli mesin absensi – terus terjadi sepanjang tahun 2012, bisa saja jika dijumlah bakal mendekati angka 1 trilyun juga. Kemarin, dalam wawancara pagi di Metro TV, seorang Ka Biro entah apa saya lupa, menerangkan bahwa Sekjen DPR akan mengumumkan semua proyek-proyek yang sudah mereka rencanakan nanti pada tanggal 16 Januari 2012. Jadi, tunggu saja 10 hari lagi dan bersiaplah dengan kejutan-kejutan baru. Rakyat sebagai pembayar pajak dan (sebagaian) pemilih mereka, tidak selayaknya diam saja. Kita harus terus menyuarakan dan mengkritik kemewahan yang tidak perlu, sementara DPR hanya diam saja ketika angka ambang batas kemiskinan ditetapkan hanya berkisar 8.100-an rupiah saja, sehingga orang miskin tak punya hak hidup layak, bahkan sekedar hidup yang manusiawi saja. Silakan simak di sini : http://metro.kompasiana.com/2012/01/04/hore-jumlah-penduduk-miskin-di-indonesia-berkurang/.
Kalau toilet 2 milyar saja sudah membuat anda mengurut dada, siapa tahu nanti ada pembelian kerupuk seharga 500 ribu rupiah. Kerupuk warna putih yangbentuknya melingkar-lingkar dan harganya 500 perak kalau dijual di kaki lima, siapa tahu kalau masuk Senayan jadi mengembang 1000x lipat! Ah..., mereka memang cerdik! Maka, rakyat waspadalah..., waspadalah! Jangan kalah cerdik, kritik terus, sebab dari pengalaman selama ini, jika kritik semakin santer dan pedas, mereka akhirnya bersedia membatalkan atau setidaknya mengurangi anggaran. Artinya : mega proyek itu lebay dan mengada-ada! Waspadalah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H