Sejak berangkat dari Cilegon menuju kampung Cipendeuy Desa Cibeureum, kami dan Rumah Zakat sudah membawa misi menjalankan 3 program acara sekaligus : Siaga Sehat, Training Motivasi dan Pemberian Makanan Tambahan. Siaga Sehat targetnya siapa saja yang membutuhkan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, training motivasi diperuntukkan bagi ABG dan remaja, sedangkan PMT diberikan pada anak-anak usia TK dan SD. Tapi pada malam kedatangan kami ke sana dan berdiskusi dengan Pak Sukardi, Lurah Cibeureum, target audience untuk training motivasi berubah menjadi anak usia SD. Ini karena mayoritas anak di sana masih berpendidikan SD. Jadilah malam itu relawan Rumah Zakat yang bertanggungjawab untuk acara training motivasi segera memodifikasi materi dan tayangan presentasi.
Mengumpulkan anak-anak kecil tentu tak semudah mengumpulkan orang dewasa yang cukup dihimbau lewat pengeras suara di masjid atau disampaikan lisan secara ketok-tular dari mulut ke mulut. Pendekatan yang mengena agar anak-anak mau hadir ke acara pelatihan yang mereka belum pernah tahu sebelumnya – apalagi yang mengadakan orang-orang yang masih “asing” bagi mereka – adalah step awal yang paling penting. Anak-anak harus diajak, bukan dihimbau apalagi disuruh. Sejak pagi, “kakak-kakak” dari Rumah Zakat yang akan mengkomandani acara traiing motivasi sudah berbaur bersama anak-anak kampung yang sedang bermain. Larut bersama dalam permainan mereka, membuat anak-anak jadi merasa akrab dan mau diajak ikut pelatihan.
Jam 8.30-an sudah berkumpul sekitar 40-an anak usia SD, laki-laki dan perempuan di beranda rumah Pak Lurah. Makin lama, yang datang tambah banyak. Ketika saya tinggal ke Balai Desa untuk menghadiri pembukaan acara Siaga Sehat dan kembali tak sampai sejam kemudian, beranda rumah Pak Lurah sudah disesaki sekitar 70-an anak. Sampai acara berakhir sekitar jam 11.30-an, tak kurang dari 70 – 80 an anak yang betah mendengarkan materi yang disampaikan kakak-kakak dari Rumah Zakat.
[caption id="attachment_175296" align="aligncenter" width="461" caption="Anak-anak menyimak materi training yang disampaikan kakak-kakak"]
Ada juga beberapa ABG yang sudah SMP, malu-malu ikut hadir. Semula mereka mengantar adiknya, lalu ikut duduk di dalam ruangan. Meski sebagian besar materi di awal training khusus untuk anak-anak, tapi tak urung cewek-cewek ABG ini belakangan ikut larut ketika masuk pada materi yang melatih daya konsentrasi. Bukan hanya ABG, ada beberapa ibu yang ikut hadir dan duduk lesehan di belakang, penuh rasa ingin tahu apa yang bakal di dapat anak mereka. Karena yang datang makin lama makin banyak, akhirnya ibu-ibu itupun tergusur ke luar teras rumah. Sebagian ibu yang pulang dari Balai Desa usai pengobatan juga mampit dan bertahan mengikuti sampai acara berakhir, meski harus berdiri di teras rumah.
-----------------------------------------------------------
KECERIAAN SITI DAN ANAK-ANAK KAMPUNG CIPENDEUY
[caption id="attachment_175298" align="aligncenter" width="479" caption="Anak-anak larut dalam keceriaan permainan yang diajarkan kakak-kakak"]
Materi diawali dengan mengajak anak bermain, mengenalkan lagu-lagu sederhana yang mudah ditiru dan dihafal anak-anak tapi mengandung muatan ajaran agama, juga diselingi dengan mengajarkan aneka bentuk tepuk tangan yang menarik dan yel-yel yang menyemangati. Anak kecil mudah sekali hafal, apalagi tepuk tangan dan yel-yel ini kerap kali diulang-ulang. Tampak anak-anak larut dalam keceriaan dan suka cita. Antusiasme mengikuti seluruh acara tak sedikitpun berkurang sampai acara berakhir. Mereka asyik sekali mendengarkan cerita dan petuah dari kakak-kakak dan tidak gaduh dengan mengobrol sendiri atau mengganggu temannya. Rupanya materi training dan mekanisme penyampaian yang sama sekali baru bagi mereka plus dipadu dengan kepiawaian kakak-kakak mengemas dan meyampaikannya, membuat anak-anak itu “tersihir”.
Mulai dari pengenalan dan bimbingan pelaksanaan ibadah sampai pemberian motivasi belajar serta indoktrinasi untuk patuh pada orang tua,semua diberikan dalam bentuk pemutaran slide dan film dokumenter atau kartun yang menggugah anak-anak. Nilai-nilai moral dan etika serta membangun semangat kerja sama dan solidaritas, disampaikan dengan cara menyenangkan disertai contoh-contoh dan permainan. Saya juga ikut menyampaikan sharing pengalaman saya sebagai anak yang yatim sejak kecil dan terus berjuang agar bisa tetap melanjutkan pendidikan. Ternyata anak yatim di kampung itu bukan hanya Siti, ada juga Jufri yang masih kelas 5 dan punya cita-cita jadi polisi. Meski anak yatim, Jufri ini kelihatan “pede” dan sama sekali tak menunjukkan dirinya minder, pesimis atau menunjukkan sikap perlu dikasihani.
[caption id="attachment_175299" align="aligncenter" width="447" caption="Saya sharing pengalaman dengan anak-anak"]
Saya membawa beberapa buah buku cerita yang semula semuanya akan saya berikan Siti. Tapi demi melihat antusiasme anak-anak itu, saya jadi berpikir untuk membagikannya pada anak yang berani tampil ke depan untuk sharing. Giliran pertama dibabat Awaludin – anak ini meski kelihatan bandel tapi ia pemberani dan selalu antusias untuk jadi yang pertama berpartisipasi dalam setiap permainan. Barulah kemudian diikuti Jufri dan anak lain.
Siti setengah saya paksa untuk ikut maju ke depan menceritakan pengalamannya diundang TV One ke Jakarta. Sebenarnya saya hanya bermaksud “mendidik” Siti bahwa meski buku cerita itu saya peruntukkan buat dia, tapi Siti harus lebih dulu berbuat sesuatu untuk mendapatkannya. Jika teman-temannya yang lain harus berupaya dulu untuk bisa mendapat buku cerita, tentu tak adil kalau Siti hanya duduk diam langsung bisa mendapatkannya. Karenanya kami tak memperlakukan Siti lebih istimewa ketimbang yang lain.
[caption id="attachment_175300" align="aligncenter" width="391" caption="Awaludin si anak pemberani"]
Selain buku cerita, Rumah Zakat juga membagikan sebuah “Buku Pintar” berisi beraneka pengetahuan umum dan hitungan untuk anak SD. Sebenarnya jumlahnya cukup banyak, tapi kami tak membagikannya begitu saja. Buku Pintar plus ballpoint atau pensil lucu itu dibagikan dengan cara mengajak anak berpatisipasi dalam setiap sessi. Ada juga anak yang berkali-kali mengacungkan tangan karena ingin mendapat hadiah. Tapi kami menunjuk anak lain yang belum kebagian paket hadiah, agar semua kebagian.
Rumah Zakat juga membagikan paket makanan tambahan berupa susu, biskuit susu dan entah apa lagi yang dikonsumsi anak-anak sambil mendengarkan kakak-kakak “beraksi”. Acara tak melulu monoton dengan presentasi atau cerita, Kak Humeidi sebgai “komandan” acara juga mengajak anak-anak bermain “sulap” dan “hipnotis” yang sebenarnya hanya melatih daya konsentrasi anak. Sebab anak yang memiliki daya konsentrasi tinggi akan lebih mudah menerima dan menyerap pelajaran yang diberikan.
[caption id="attachment_175301" align="aligncenter" width="329" caption="Jufri si anak yatim yang pede"]
Selain anak yang tumbuh tanpa ayah, ada beberapa anak yang tak lagi memiliki ibu. Ini baru saya ketahui ketika acara hampir berakhir. Sessi terakhir anak-anak diajak untuk merenungkan perilaku mereka selama ini dan berintrospeksi jika selama ini sering menyusahkan ibunya karena suka melawan perintah orang tua. Diiringi suara musik yang lembut mengalun syahdu, membuat anak-anak terbawa emosinya. Anak yang baik daya konsentrasinya mulai menitikkan air mata. Sebagian anak-anak cowok yang sejak tadi bandel pun tak jarang yang larut salam khusyuknya doa.
Anak-anak perempuan, terutama yang sudah ABG banyak yang menangis haru. Bahkan seorang ABG yang sejak awal saya lihat dandanan dan penampilannya paling “modern”, sampai sesenggukan menahan tangis. Gadis itu sebenarnya hanya mengantar adiknya yang masih belum sekolah dan ingin ikut “nonton” acara di rumah Pak Lurah. Tapi lama-lama si gadis mengikuti semua materi yang diberikan. Dari penampilannya dan adiknya, saya menilai ia dari kalangan keluarga berada di kampung itu. Kulitnya putih bersih, pakaiannya dan adiknya juga berbeda dengan anak kampung lainnya. Saya heran kenapa anak itu sebegitu terharunya, bahkan adik laki-lakinya yang masih belum sekolah juga ikut menangis sambil berdoa. Ternyata ketika saya tanyakan pada ibu-ibu yang berada di luar, kedua anak itu ditinggal ibunya merantau ke Riau. Mereka tinggal dengan Bibinya di kampung itu.
[caption id="attachment_175302" align="aligncenter" width="421" caption="ABG cewek larut dalam keharuan saat introspeksi"]
Ada juga seorang anak perempuan kelas 3 SD yang sampai pilu menangis. Saya sampai merangkul dan memeluknya lalu mengajaknya ke ruang keluarga rumah Pak Lurah dan memberinya minum, anak itu tetap menangis. Ternyata anak itu ibunya tak ada dan bapaknya kawin lagi. Ada juga anak ABG yang menangis sampai sesak dadanya. Untunglah ibu anak itu ada di luar ikut mendengarkan. Hampir semua ibu yang hadir mendengarkan dari balik pintu ikut menitikkan air mata haru dan sangat berterimakasih pada relawan Rumah Zakat yang telah menyentuh hati anak-anak mereka dengan ajaran-ajaran mulia. Mereka berharap sentuhan semacam ini bisa diberikan pada anak-anak bukan hanya sekali, agar anak-anak mereka dapat terus terjaga dan tidak terseret dalam pengaruh pergaulan anak dan remaja yang ditularkan sinetron-sinetron.
[caption id="attachment_175303" align="aligncenter" width="428" caption="Anak laki-laki pun yang semula bandel kini khusyuk berdoa"]
Sampai acara berakhir 3 jam kemudian, tak satu pun anak yang pulang duluan, kecuali yang memang kami minta pulang karena sudah ditunggu Ibunya untuk diajak berobat ke Balai Desa. Meski suguhan minim, anak-anak itu betah duduk manis 3 jam berdesakan dalam ruangan sekitar 4x4 meter. Ketika acara sudah berakhir, giliran ibu-ibu yang ingin “konsultasi” gratis dengan Kak Humaidi, curhat soal kenakalan anak mereka, kesulitan yang dihadapi dalam mendidik anak dan selaksa persoalan ibu vs anak lainnya. Kaum ibu itu sangat berterima kasih anak-anaknya mendapat kesempatan ikut training yang belum pernah mereka tahu selama ini.
-----------------------------------------------------------
[caption id="attachment_175304" align="aligncenter" width="363" caption="Para Ibu ikut menyimak materi training yang diberikan pada buah hati mereka"]
Itulah rangkaian acara sehari di Kanpung Cipendeuy hari Minggu, 15 April kemarin. Dana yang semula dikumpulkan untuk membantu Siti, ternyata berkembang dengan memberi manfaat pada sekitar 200-an warga lainnya. Dana yang sebenarnya jumlahnya hanya sekitar 13 jutaan itu jika dikelola dengan baik bisa memberikan sumbangsih untuk banyak orang. Sisanya, dana yang memang diamanahkan bagi masa depan Siti, masih kami simpan dan Insya Allah akan menjadi pokok tabungan bagi pendidikan agama Siti, yang manfaat bulanannya kami gunakan untuk membayar honor guru agama dan menyediakan sarana/kelengkapan belajar agama secara privat.
Menjelang pulang, saya dan 2 relawan Rumah Zakat – Pak Zainuddin yang membidangi pendidikan dan bertanggungjawab mengelola beasiswa untuk Siti, serta mas Syahid yang mengkomandani program Siaga Sehat – menyempatkan diri bersilaturahmi dengan warga terdekat di sekitar keluarga Siti. Ini kami lakukan untuk menggali sebanyak mungkin informasi dari berbagai pihak seputar kesimpang-siuran “issu” yang melatar-belakangi masuknya Siti ke acara Orang-Orang Pinggiran di Trans 7. Apalagi kemudian diikuti stasiun TV lain, dimana ada 1 stasiun TV yang dianggap “lebay” dalam memberitakan tentang Siti, dengan mengundang psikolog anak yang pernyataannya mengundang kecaman warga sekitar.
[caption id="attachment_175305" align="aligncenter" width="384" caption="Siti tampak ceria dan semangat saat mengikuti training"]
Warga geram karena dikatakan mereka mendzholimi anak yatim dengan mempekerjakan Siti berjualan bakso. Yang terjadi sesungguhnya adalah : Siti hanya ikut membantu anak tetangganya yang berjualan bakso karena Ibunya memang berjualan bakso. Si Ibu ini sampai curhat kepada Pak Lurah, karena ia merasa “dihakimi” para donatur yang datang ke kampung itu. Warga juga bertekad melawan jika masih ada pihak stasiun TV yang membumbui kisah tentang Siti sehingga melenceng dari kenyataan. Kami juga mencoba menelisik seputar peran kakak Siti yang justru orang pertama yang meminta agar adiknya ditayangkan di OOP Trans 7. Juga bagaimana hubungannya dengan Bapak “T” yang disebut sebagai “contact person” dalam situs FB OOP Trans 7.
Banyak hal dan info yang kami dapat. Banyak simpati dan empati kami bagi warga sekitar Siti. Kami jadi tahu apa yang sebenarnya terjadi dan seperti apa sosok serta karakter orang-orang di sekitar Siti. Tentu tak semua bisa saya tulis di sini sebab memang bukan untuk konsumsi publik. Kami melakukannya demi prinsip kehati-hatian (prudentiality) kami dalam menyalurkan bantuan amanah dari pembaca Kompasiana. Setidaknya, keikhlasan dan kepercayaan pembaca kepada kami untuk menyalurkan bantuan itu kepada siapa saja yang membutuhkan, membuat kami lebih hati-hati dalam menentukan program bantuan dan mengelola dana, agar tepat guna dan tepat sasaran. Semoga, rangkaian reportase kegiatan kami bisa memberikan kepuasan pada donatur dan menambah kepercayaan untuk terus berbagi dan membantu dengan cara yang tepat.
[caption id="attachment_175306" align="aligncenter" width="461" caption="Anak-anak mendapat paket "]
Terima kasih pembaca Kompasiana, senyum ceria anak-anak Desa Cibeureum tersungging karena dana dari anda.
TULISAN SEBELUMNYA :