Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Apa Kabar Wisnu Sakti Buana Setelah Dua Bulan Dilantik?

3 April 2014   00:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:09 2874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_318195" align="aligncenter" width="624" caption="WSB ikut hadir di kampanye PDIP di lapangan Thor (foto : suarasurabaya.net)"][/caption]

Wisnu Sakti Buana (WSB), nama yang pernah santer disebut-sebut 2 bulan lalu. Ketua DPC PDIP Kota Surabaya yang dulu menjabat Wakil Ketua DPRD Surabaya ini makin populer namanya dibincangkan media massa pasca pelantikannya sebagai Wakil Walikota Surabaya yang kontroversial. Ada anggota Panlih yang menyebut mekanisme pengajuan WSB menjadi Wawali cacat hukum, dll. Meski akhirnya dalam kunjungan ke Surabaya bersama Jokowi awal Maret lalu, Bu Mega meminta WSB – yang kata Megawati sudah dianggapnya sebagai anak sendiri karena bapaknya WSB adalah mantan Sekjen DPP PDIP – untuk tetap tegar mendampingi Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Begitupun Bu Risma, tetap diminta menjadi Walikota Surabaya.



Setelah itu nama WSB tak lagi banyak dibicarakan. Nama WSB baru terdengar lagi 2 hari jelang masa kampanye dimulai, ketika ia mengabarkan dirinya akan mengambil cuti sebanyak 4 kali selama masa kampanye. Sementara Bu Risma hanya sekali saja mengambil cuti, yaitu pada hari pertama kampanye untuk menemani ibu Mega dan rombongannya yang akan melakukan kampanye nasional di lapangan Thor, Surabaya. Wah, hebat juga Wakil Walikota ini, baru dilantik 1,5 bulan sudah mengajukan cuti 4 hari. Sebuah privelege yang menggiurkan, sebab selama 1,5 bulan itupun apa hasil kerja nyata WSB, belum diketahui warga Surabaya.

Dalam aturan cuti kampanye kepala daerah dan wakilnya, seorang kepala daerah dan wakilnya tidak boleh cuti bersamaan. Jadi ketika kepala daerah cuti, maka wakilnya harus bertugas, begitupun sebaliknya. Tapi rupanya belum apa-apa WSB sudah melanggar aturan ini di hari pertama kampanye. Sebab saat kampanye di lapangan Thor, WSB kedapatan berada di lokasi kampanye lengkap dengan baju kaos merah atribut kampanye PDIP. Ketika beberapa awak media melihat kehadirannya, WSB berusaha menghindar dan bersembunyi di balik panggung kampanye.

Tak urung, pelanggaran yang dilakukan WSB itu pun diproses oleh Panwaslu Kota Surabaya. Ketua Panwaslu Kota Surabaya, Wahyu Hariyadi, pada Sabtu 29 Maret lalu menyampaikan bahwa Panwaslu Surabaya telah menjatuhkan sanksi administratif kepada PDIP Surabaya setelah berkoordinasi dan melibatkan Polrestabes dan Kejaksaan Surabaya. Sanksi administratif itu dijatuhkan atas 3 macam pelanggaran yang dilakukan pada saat pelaksanaan kampanye nasional PDIP di Lapangan Thor yang dihadiri ibu Megawati dan sejumlah elite DPP PDIP. Yaitu :

1.Penggunaan fasilitas negara berupa pemakaian mobil dinas pelat merah bernomor L 1053 RP oleh salah satu caleg PDIP Dapil 2 Surabaya atas nama Heru Rusianto. Untuk kasus caleg Heru, kata Ketua Panwaslu sempat ada perdebatan panjang karena sifatnya mengarah ke pidana yakni dengan menggunakan fasilitas negara mobil dinas untuk keperluan kampanye. Wahyu mengatakan pihaknya sudah memanggil Heru ke kantor Panwaslu Surabaya untuk dimintai keterangan. Namun hingga 3x yang bersangkutan tidak pernah datang. Untuk caleg atas nama Heru sudah pula dikirim rekomendasi ke KPU Surabaya.

Entah apa aksi WSB untuk menertibkan anggotanya yang melanggar. Bagaimana seorang pemimpin akan menertibkan anggotanya yang melanggar, kalau dia sendiri justru jadi contoh atas pelanggaran?!

2.Penggunaan tong sampah milik Pemkot Surabaya yang bertuliskan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya yang di pakai di arena kampanye.

3.Keterlibatan Wakil Walikota Surabaya Whisnu Sakti Buana yang hadir pada saat kampanye berlangsung dengan memakai kaos merah, tanpa adanya surat permohonan izin cuti. Untuk pelanggaran WSB Panwaslu sudah mengirim rekomendasi ke Gubernur Jatim untuk sanksinya.

[caption id="attachment_318197" align="aligncenter" width="490" caption="foto : milik teman penulis yang diunggah ke FB"]

13964335061344631935
13964335061344631935
[/caption]

Begitulah WSB, tokoh yang di”paksa”kan untuk menjadi Wakil Walikota Surabaya, baru 2 bulan menjabat, tak pernah terdengar berita aktivitasnya, malah kabar yang muncul justru sanksi atas pelanggarannya. Ironisnya, itu terjadi di masa kampanye, dimana tokoh-tokoh parpol justru sedang berusaha tampil baik, bijak dan tanpa cela.

Tidak hanya itu, seorang teman memposting kabar di facebook : “Pagi ini hari Selasa tanggal 1 April 2014 pintu masuk utama Jl. Teluk Amurang ditutup karena akan ada kunjungan Wawali WSB lengkap dengan spanduk besar dan panggung. Usut punya usut ternyata ini ajang kampanye partai namun berdalih kunjungan Wawali ditambah lagi akses utama warga ditutup. Mau jadi apa Surabaya kalo dipimpin oleh orang ini. Baru menjabat jadi Wawali aja sudah menyalah gunakan jabatan untuk kepentingan partai! demikian bunyi statusnya yang langsung disambut berpuluh-puluh komentar bernada sama : mencela, menyayangkan, geram dan merasa bukan sesuatu yang pantas dilakukan.

Wajar jika reaksi seperti itu yang timbul. Warga Surabaya kebanyakan kurang bersimpati pada aksi-aksi pejabat yang mempolitisir segala sesuatu untuk kepentingan partainya. Apalagi spanduk besar bernada penyambutan untuk WSB itu terkesan berlebihan. Sudah tak jamannya lagi p ejabat lokal disambut dengan ‘hamparan karpet merah’ seperti itu. Jaman Orde Baru dulu, seorang Bupati yang akan berkunjung ke suatu Kelurahan, biasanya memang disambut spanduk, umbul-umbul dan gapura masuk desa yang dicat dan dihias. Kini, banyak kepala daerah yang sudah mulai membenahi sikap, mencoba merangkul warganya dengan perilaku egaliter dan merakyat. Jadi sungguh ironis jika seorang wakil kepala daerah datang ke salah satu kelurahan saja sampai harus disambut dengan spanduk sebesar itu.

Hal itu justru menunjukkan WSB selama ini tak pernah berkunjung, sekalinya berkunjung, spanduk besar dipasang, akses utama warga ditutup. Padahal, Walikota Surabaya, bu Risma,  justru sedang menanamkan ke dalam diri bawahannya di Pemkot Surabaya, bahwa mereka adalah pelayan rakyat, bukan minta dilayani. Dengan penyambutan ala Orba itu menunjukkan bahwa paradigmanya masih “pejabat datang dilayani oleh rakyat, kepentingan warga dikalahkan”.

[caption id="attachment_318198" align="aligncenter" width="546" caption="Blusukan ala Risma bisa kapan saja dan dimana saja langsung menyapa warga di gang-gang sempit di Gubeng Masjid (foto : regional.kompas.com)"]

13964336341077193991
13964336341077193991
[/caption]

Bandingkan dengan Bu Risma yang bisa kapan saja mengunjungi warganya, tak selalu harus terjadwal dan diagendakan. Bahkan disela-sela kegiatannya melayat dan mengantar jenazah salah satu wartawan TV swasta hingga ke pemakaman, Bu Risma juga langsung melanjutkan blusukan. Nah, kalau setiap kunjungan Bu Risma harus disambut dengan spanduk seperti itu, bisa penuh 31 kecamatan dan ratusan Kelurahan se-Surabaya dengan spanduk penyambutan yang tentunya sangat mengotori pemandangan kota. Apalagi Bu Risma juga tak suka wajahnya di pajang di spanduk dan baliho. Sungguh perbedaan bak langit dan bumi antara Walikota dan wakilnya.

Wisnu Sakti Buana, Wakil Walikota yang sejak pengusulan dan pengangkatannya sudah mengundang kontroversi, hingga kini prestasi belum sempat ditoreh, sanksi justru sudah diperoleh. Kedekatan dengan warga tak didapat, justru spanduk besar dan penutupan akses utama warga makin membuatnya berjarak, karena merepotkan warga. Entah sejauh mana peran yang sudah dilakoni WSB, kenapa media tak kunjung meliputnya? Media tak tertarik meliput kegiatan WSB atau kegiatan WSB yang tak menarik untuk diliput media? Entah yang mana yang lebih tepat.

Dalam Peraturan Walikota (Perwali) Surabaya nomor 17 tahun 2012 tentang Tugas Wakil Kepala Daerah, jelas disebutkan pada pasal 2 bahwa Wakil Kepala Daerah (Wawali) mempunyai beragam tugas, diantaranya membantu Kepala Daerah (Walikota) dalam hal melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup. Sebenarnya, WSB tak bakal kekurangan lahan untuk berkiprah. Apalagi penutupan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara, Gang Dolly, makin dekat. Direncanakan Dolly akan ditutup total sebelum Ramadhan tahun ini.

[caption id="attachment_318199" align="aligncenter" width="469" caption="Bu Risma tak hanya meninjau tapi ikut terlibat langsung memegang alat bersama warga membangun taman (www.merdeka.com)"]

13964337921175426071
13964337921175426071
[/caption]

Semestinya WSB bisa berbuat banyak dengan program-programnya atau minimal membantu percepatan upaya Pemkot Surabaya, dengan melakukan pemberdayaan perempuan dan pemuda di sekitar lokalisasi untuk bisa berwirausaha mandiri agar tak melulu bergantung dari bisnis prostitusi. Begitupun untuk pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup, apalagi ini menjelang HUT Kota Surabaya bulan depan dan sekaligus membantu Walikota yang sedang bersiap untuk bertolak ke London karena Surabaya masuk dalam nominasi Kota Terbaik Dunia versi Asosiasi Kota-Kota Dunia yang bermarkas di London, Inggris.

Itulah gambaran pejabat pemimpin daerah yang “dipaksakan” untuk diterima semata karena faktor politis. Akibatnya si pejabat lebih mengokohkan pijakannya di partai politik, bukan di hati rakyat. Pejabat seperti itu lebih sibuk mengurusi apa yang diperintahkan partainya, lebih fokus pada pencapaian target partainya – untuk jangka pendek tentunya perolehan suara PDIP di Surabaya pada Pileg 9 April nanti – ketimbang pencapaian kinerja daerahnya. Entah apa yang ingin ditorehkan WSB di hati sanubari warga Surabaya dalam masa jabatannya yang hanya 1,5 tahun. Masyarakat Surabaya kritis dan reaktif. Semua tentu akan dicatat di benak masyarakat, meski WSB berancang-ancang ingin maju jadi Walikota pada Pilwali 2015 nanti. Sekali lagi, prestasi belum ditoreh, pelanggaran sudah diperoleh. Simpati tak diraih, antipati yang dipanen. Siapa menanam, dia akan menuai. WSB harus sadar, jabatan publik tak didapat hanya karena restu ketua partai, tapi karena dikehendaki rakyatnya.

[caption id="attachment_318200" align="aligncenter" width="624" caption="Ketika menemani keluarga bu Mega napak tilas ke rumah masa kecil Bung Karno, Bu Risma lebih banyak disapa warga ketimbang Bu Mega ( foto : http://regional.kompas.com/read/2014/03/17/1334540/Jalan.Bareng.Risma.Lebih.Banyak.Disapa.Warga.ketimbang.Mega )"]

13964338811316891024
13964338811316891024
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun