Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

PPI, Halaman Kedua Buku Anas Urbaningrum?

16 September 2013   11:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:49 1919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption]

Perhimpunan Pergerakan Indonesia, satu lagi organisasi kemasyarakatan yang meramaikan khasanah keormasan di tanah air. Ketua Umumnya : tersangka KPK. Inilah uniknya Indonesia, mungkin hanya di negeri ini seseorang yang sudah ditetapkan jadi TSK oleh lembaga anti rasuah, bisa dengan penuh percaya diri mendirikan ormas. Lebih lucu lagi, banyak pula orang yang mau bergabung dengan ormas bentukannya. Tapi oke-lah, hak setiap warga negara membentuk ormas.

Kita tentu masih ingat pidato kontroversial Anas Urbaningrum persis sehari pasca KPK mengumumkan penetapannya sebagai tersangka. "Ini baru halaman pertama. Masih ada halaman-halaman berikutnya yang akan kita buka bersama...", kurang lebih begitu untaian kalimat Anas, yang meski diucapkan dengan tenang, datar dan santun, tapi maknanya sarat intimidasi. Sontak, banyak pihak yang tersihir ingin dekat-dekat Anas untuk bisa ikut mendengar Anas membacakan halaman kedua dan seterusnya. Banyak tokoh yang bersegera bertandang ke Duren Sawit sesaat setelah janji itu diucapkan. Tak kurang, politikus pengusaha seperti Harry Tanoe pun "sowan" ke rumah Anas. Mahfud MD yang sedang naik daun pun tak ketinggalan menengok Anas.

[caption id="attachment_279123" align="aligncenter" width="463" caption="Headline koran Sindo milik HT persis sehari pasca pidato pengunduran diri Anas sebagai Ketum PD akhir Pebruari 2013 (foto : pribadi)"]

13793072751794102533
13793072751794102533
[/caption]

Sekedar menyegarkan ingatan kita bersama, tak lama setelah itu beredar issu bahwa Anas tahu banyak soal aliran dana Century. Maka, politisi-politisi Senayan yang duduk di Timwas Century pun berkunjung ke Duren Sawit. Penulis sendiri saat itu sudah pesimis akan ada informasi baru yang cukup bernilai akan membalikkan arah penyidikan kasus Century. Betapa tidak, ketika kasus itu mencuat pertama kali dan jadi perdebatan panas antar fraksi di DPR, Anas masih jadi Ketua Fraksi Demokrat. Dialah yang menjadi dirigent memandu orkestrasi suara Fraksi Demokrat. Jadi kalau tiba-tiba Anas memberikan informasi yang berlawanan dengan apa yang dulu dipertahankannya, maka itu akan jadi bumerang bagi citra dirinya sebagai politisi. Anas akan tampak sebagai politikus oportunis dan bunglon.

Tidak! Itu bukanlah sikap politik kelas tinggi! Terlalu sederhana mengira Anas akan menempuh cara itu. Sebab sama dengan menelanjangi sikapnya ketika jadi Ketua Fraksi, yaitu menyembunyikan apa yang diketahui meski itu demi kebenaran dan tegaknya hukum. Ternyata benar, issu soal info aliran dana Century ternyata cuma isapan jempol belaka. Meski beberapa anggota Timwas Century dari parpol-parpol seteru Demokrat sudah mengunjungi Anas, tak ada hasil spektakuler yang didapat, bahkan nyaris tak ada info baru. Maka, dugaan bahwa halaman kedua akan berisi cerita soal aliran dana Century pun tak terbukti.

Maka, publikpun mulai meramal halaman selanjutnya, apakah itu akan berupa gerakan kubu Anas di KLB Demokrat di Bali? Loyalis Anas dari Cilacap, Tridiyanto pun menyatakan siap maju jadi Ketum PD. Jangankan Tridiyanto yang tak punya "tiket" ikut KLB, Saan Mustofa – loyalis Anas lainnya – yang semula dikabarkan bakal maju, ternyata juga tak jadi mencalonkan. Bahkan tak terdengar perlawanan berarti dari kubu Anas, semua sepakat menyetujui SBY menjadi Ketum PD, demi keutuhan partai. KLB pun dipelesetkan jadi Kompak Luar Biasa, seolah ingin melecehkan kubu Anas.

Belum lama ini, Ma’mun Murod Al Barbasy, loyalis Anas lainnya, merilis buku berjudul “Anas Urbaningrum, Tumbal Politik Cikeas”. Ternyata, buku inipun tak mampu membuat guncangan besar. Meski di awal peluncurannya media TV melakukan ekspose terhadap penulisnya, buku ini bahkan tak mampu mengalahkan hebohnya buku Gurita Cikeas karya George Junus Aditjondro, misalnya. Entah bagaimana rekor penjualan buku tentang Anas itu, yang jelas, gaungnya tak terdengar ramai, hanya hangat saat peluncuran. Tak ada kabar buku itu laris manis diburu orang.

[caption id="attachment_279121" align="aligncenter" width="480" caption="Peluncuruan Buku Anas Tumbal Politik Cikeas (foto : photo.sindonews.com)"]

13793068391591492867
13793068391591492867
[/caption]

Kini, ketika Demokrat tengah sibuk dengan konvensi capres, Anas mendeklarasikan ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia. Pernyataan politis Anas seiring peresmian ormasnya juga mengomentari soal Konvensi Capres PD. Menurutnya capres yang terpilih melalui konvensi Demokrat tak akan mampu bersaing pada Pilpres. Apakah ini pukulan Anas berikutnya?

Kalau diamati langkah Anas dan para loyalisnya sejak penetapan Anas sebagai tersangka oleh KPK, mereka telah melancarkan pukulan-pukulan kecil yang tidak membuat PD jadi KO. Awalnya memang publik tersihir dengan retorika "halaman-halaman berikutnya". Apalagi ketika itu menyangkut kasus Century. Tapi ketika issu itu tak terbukti, ditambah "melempem"nya kubu Anas di KLB Bali, maka pukulan-pukulan berikutnya makin mudah ditangkis oleh PD.

Kini, apa tujuan besar Anas mendirikan ormas PPI? Apakah ia tak cukup punya amunisi untuk "menulis" sendiri halaman selanjutnya, sehingga perlu membentuk ormas untuk membantunya? Jika iya, maka masih perlu kita tunggu efektifitasnya. Melihat wajah-wajah yang hadir di Rumah Pergerakan Indonesia, tampaknya masih orang-orang yang itu-itu saja, loyalis Anas, meski ada sedikit kejutan : Ahmad Mubarok ikut hadir. Belum terlihat figur politisi die hard yang lebih mengedepankan idealisme dan siap berjibaku membongkar segala kebusukan dan konspirasi di dalam tubuh Demokrat. Apalagi kalau politisi tersebut masih akan berlaga pada Pemilu 2014 yang mau tak mau masih butuh restu parpol yang mengusungnya. Rasanya mustahil berharap seseorang yang masih berharap kursi Senayan akan berani menggebuki kendaraan politiknya.

Bahwa pendirian ormas PPI adalah sebuah perlawan Anas, jelas ini tak bisa dipungkiri. Tapi seberapa besar magnitude-nya, itu yang masih perlu diuji. Mencermati pukulan-pukulan Anas dan para loyalisnya selama ini belum cukup kuat, akahkah dengan wadah ormas akan memberikan energi besar? Meski Anas dan sebagian loyalisnya berusaha mencitrakan diri sebagai pihak yang di-dzholimi, tapi tak cukup kuat untuk menggalang simpati publik. Bahkan tampaknya masih kalah dengan ocehan Nazaruddin melalui Skype dengan Bang Iwan Piliang pada Juli 2011. Tampanya yang tertarik mendukung Anas dengan ormas PPI-nya hanya kalangan yang bergelut di dunia politik, bukan masyarakat umum. Itu pun tidak ditandai dengan tampilnya politisi-politisi yang populer di mata masyarakat. Kalau hanya wadah kangen-kangenan barisan sakit hati, akan efektifkah?

[caption id="attachment_279122" align="aligncenter" width="250" caption="foto : www.tribunnews.com"]

1379306926423850898
1379306926423850898
[/caption]

Kalau Anas ingin mengokohkan pijakannya menjadi partai politik, masih perlu strategi jangka panjang. Belajar dari ormas Nasdem yang sudah dirintis sejak akhir 2009 dan berubah menjadi parpol pada 2012, Anas perlu memastikan apakah ormasnya akan mampu mengembangkan sayap di 33 propinsi se-Indonesia. Nasdem didukung dana yang tak sedikit, ketokohan Surya Paloh dan jaringan media massa miliknya, serta kemampuan merekrut tokoh-tokoh nasional di awal pendiriannya, seperti Sri Sultan Hamengku Buwono X dan beberapa tokoh senior lainnya. Meski demikian, ketika ormas Nasdem berubah menjadi parpol, Sultan HB X dan ibu Rustriningsih pun mundur. Artinya : ketika masih berbentuk ormas mampu merekrut tokoh yang dianggap bisa jadi solidarity maker, tapi ketika berubah jadi parpol yang jelas partisan dan akan jadi kendaraan politik pendirinya, belum tentu akan terus didukung. Begitupun ormas PPI, banyak yang mengira kelak akan bermetamorfosis jadi parpol (tentu saja kalau Anas tak keburu ditahan dan diadili lalu divonis bersalah). Kalau nasib Anas menyusul Nazar dan Angie, siapakah yang akan membesarkan PPI? Gede Pasek Suardhika sang Sekjen? Atau loyalis Anas lainnya? Adakah tokoh yang bisa jadi magnet selain mengandalkan figur Anas yang dikesankan didzholimi? Demokrat saja yang mengandalkan figur SBY hanya mampu berjaya di Pemilu 2009. Pada Pemilu 2014 nanti, tak ada jaminan Demokrat tidak jeblok seiring dengan makin suramnya citra positif SBY di mata rakyat.

Tampaknya, para "penonton" masih harus menunggu lama untuk mendengarkan Anas membacakan halaman kedua yang – diharapkan – penuh kejutan. Atau.., jangan-jangan Anas masih mencari ide untuk halaman berikutnya? Mari kita amati, seberapa efektif ormas ini mampu "mengganggu" konvensi capres PD dan manuver selanjutnya. Soal Kovensi Capres Demokrat, tanpa “diganggu” Anas pun sejak semula memang kurang menarik perhatian publik. Apalagi 11 pesertanya bukan tokoh yang namanya berada di ranking teratas survey popularitas publik. Semoga sajaPPI  ini bukan sekedar penghiburan diri Anas sebelum KPK menetapkan penahanannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun