[caption id="attachment_237716" align="aligncenter" width="663" caption="Rumah Irjen DS di Graha Candi Golf (foto : nasional.news.viva.co.id)"][/caption]
KPK kembali menyita 4 unit rumah milik Irjen. Pol. Djoko Susilo, 3 diantaranya di Jakarta dan 1 di Depok. Sebelumnya,sudah ada 6 unit rumah milik Irjen. Pol. DS yang tersebar di beberapa kota di wilayah Solo, Jogja dan Semarang. Jadi total sudah ada 10 rumah yang disita KPK. Menariknya, diantara rumah-rumah tersebut ada yang diduga ditempati oleh istri simpanan sang Jendral, yang diduga pernikahannya tidak dilakukan secara terbuka. Nah lho! Kalau begitu, bisa jadi keluarga sah – istri pertama dan anak-anak dari istri pertama – tidak benar-benar tahu jumlah asset dan harta kekayaan sang bapak. Apalagi, menurut berita yang saya baca, ada rumah yang saat dibeli sang Jendral memakai identitas “palsu” dengan mengaku sebagai pegawai Indosat.
Sangat janggal memang seorang perwira tinggi polisi memiliki asset rumah dan tanah sebanyak itu, apalagi rumah-rumah itu semuanya tergolong mewah dan berukuran besar, megah serta luas tanahnya. Ini seolah mengkonfirmasi issu yang sudah hampir 3 tahun ini ramai dibincangkan : rekening gendut para jendral polisi. Apakah aparat polisi tidak boleh kaya? Tentu saja tak ada larangan. Hanya saja, sebagai aparat negara tentu gaji yang diterimanya seharusnya sesuai dengan aturan dan jenjang kepangkatan yang sudah baku. Sebesar-besarnya gaji aparat negara, tetaplah tak akan fantastis jumlahnya yang memungkinkan seorang perwira polisi dengan masa bakti sekian puluh tahun bisa memiliki asset sebanyak itu, jika murni hanya mengandalkan gaji saja. Dari berbisnis? Bisa saja itu dijadikan alasan, tapi bukankah selama masih aktif dilaranag berbisnis?
[caption id="attachment_237718" align="aligncenter" width="530" caption="Rumah Irjen DS di Semarang yang dihuni wanita cantik asa Solo. Siapa gerangan dia? (foto : nasional.news.viva.co.id)"]
Kembali ke soal asset rumah dan tanah yang ditempati oleh istri muda tersangka kasus simulator SIM – yang kemungkinan keberadaannya sebagai istri tidak didaftarkan secara resmi ke instansi Kepolisian RI – bisa jadi istri yang sah tidak tahu. Mungkin ini yang disebut asset “laki-laki”. Sebelumnya ada juga kasus korupsi yang pada awalnya istri tersangka masih membela suaminya,namun ketika tahu kebiasaan suaminya bermain perempuan, ia berbalik tak lagi berpihak pada suaminya. Masih ingat kasus Al Amin Nasution, politisi PPP suami pedangdut Kristina?
Semula Kristina masih membezoek suaminya di tahanan KPK dan meyakini suaminya tidak salah, meski KPK menangkap tangan suaminya di sebuah cafe yang diduga menerima suap dan ada seorang wanita muda bersama suaminya saat itu. Namun ketika dalam persidangan Jaksa dari KPK memperdengarkan rekaman pembicaraan telepon Al Amin dengan penyuapnya yang menunjukkan AL Amin memesan perempuan, seketika itu juga Kristina berbalik menyerang suaminya. Dalam beberapa pernyataannya, Kristina mengaku tak pernah ikut menikmati uang hasil korupsi suaminya.
Kalau saja semua kasus korupsi diterapkan pasal pencucian uang dan KPK gesit menelusuri semua asset milik tersangka seperti halnya pada Irjen Djoko Susilo, bukan tak mungkin akan makin banyak para koruptor pria yang diketemukan memiliki asset yang tidak diperuntukkan bagi istri, anak dan anggota keluarganya yang sah. Tentu makin tinggi pangkat. Jabatan atau makin besar peluang dan potensi untuk memperoleh/mengumpulkan dana haram, maka makin besar pula uang / asset laki-laki yang bisa disembunyikan.
[caption id="attachment_237719" align="aligncenter" width="565" caption="Rumah Irjen DS di Solo yang mirip benteng. Siapakah yang menghuninya? (foto : www.tribunnews.com)"]
Pertama kali saya mendengar istilah “uang laki-laki” sekitar hampir 20 tahun lalu, saat pertama kali saya bekerja. Saat itu saya yang baru beberapa bulan bekerja, melihat salah seorang teman pria mengambil uang dari dalam amplop yang dia selipkan di dalam laci meja kerjanya, lalu diberikannya pada office boy yang disuruhnya untuk membelikan sesuatu. Saya dengan polosnya melihat apa yang dilakukan teman itu. Menyadari saya melihat dengan penuh keheranan, teman saya itu tertawa dan bertanya kenapa saya heran ada uang disimpan di laci meja. “Coba saja Mbak Ira buka semua laci bapak-bapak di sini, semuanya pasti ada ‘simpenan’ seperti ini. Namanya ‘duit lanang’ Mbak”, kata teman saya berseloroh. (duit lanang = uang lelaki).
Duit lanang? Kok duit bisa punya jenis kelamin? Itu untuk pertama kalinya saya dengar kosa kata “duit lanang”. Ternyata, belakangan saya baru tahu maknanya : uang milik lelaki yang istri tak boleh tahu. Alasannya bisa beragam. Mungkin saja istri boros dan tak pintar mengelola uang, sehingga suami memilih untuk menyisihkan sendiri sebagian gajinya untuk disimpan, cadangan kalau ada keperluan mendesak. Tapi bisa juga suami memang ingin punya uang simpanan sendiri untuk membeli sesuatu yang dia butuhkan yang kemungkinan tak disetujui istri.
Para suami punya uang laki-laki sepertinya sudah jamak terjadi. Entahh itu disisihkan dari sumber yang sah – gaji bulanan – atau disisihkan dari “uang ceperan” yang tak diketahui istri sumber maupun besarnya. Kalau uang itu disisihkan dari sumber penghasilan yang sah, artinya selama ini si suami tak berterus terang kepada istri mengenai berapa sebenarnya jumlah gaji yang diterimanya. Itu sebabnya ia bisa memberikan sebagian saja dan menyimpan sebagian lainnya. Sebaliknya, yang “jujur” memberikan 100% penghasilan sahnya kepada istri, tapi masih bisa menyimpan uang lelaki, artinya si suami punya sumber penghasilan tidak sah.
[caption id="attachment_237721" align="aligncenter" width="565" caption="Rumah mewah Irhjen DS di komplek Pesona Khayangan Depok (foto : www.tribunnews.com)"]
Seorang teman yang suaminya bekerja di sebuah perusahaan tambang asing dan kebetulan suaminya menduduki posisi “basah” di bagian logistik, merasa aman meski tinggal terpisah dengan suaminya, sebab seluruh gaji, tunjangan dan bonus suaminya oleh perusahaan tempat kerjanya ditransfer langsung ke rekening milik suaminya yang ATM-nya dipegang oleh istri (yaitu teman saya). Bahkan kalau anggota keluarga berobat dan mengajukan reimbursement kepada perusahaan, terkadang suaminya tidak tahu kalau reimbursement sudah dibayar oleh perusahaan, malahan istrinya yang tahu karena semua mutasi yang terjadi di rekening itu istrinya yang tahu. Bahkan jika suaminya butuh membeli tiket pesawat sekali pun, dia akan meminta tolong istrinya yang mem-booking-kan tiket. Prinsipnya apapun kebutuhan suami, istrilah yang menyiapkan.
Belakangan, secara mengejutkan teman saya baru tahu bahwa diam-diam suaminya punya istri muda dan punya anak dari istri mudanya yang kala itu sudah berumur 4 tahun dan akan masuk TK. Lebih mengejutkan lagi, ternyata suami teman saya itu membelikan sebuah rumah di komplek perumahan yang cukup mewah, lengkap dengan perabot dan peralatan elektronik yang kelasnya semua di atas perabot/peralatan serupa yang ada di rumah mereka. Bayangkan, selama sekitar 5 tahun teman saya tidak tahu dan sama sekali tidak merasakan kejanggalan itu, karena menurutnya tak ada kekurangan serupiah pun dari gaji suaminya. Ia menerima slip gaji, tunjangan dan bonus dari perusahaan suaminya dan jumlahnya selalu cocok dengan transfer yang masuk. ATM selalu ada di dompetnya dan suaminya hanya meminta seperlunya saja.
Usut punya usut, suaminya menikah sirri dan “nembak” surat nikah untuk membuat akte kelahiran anak dari istri keduanya serta membuat Kartu Keluarga aspal. Tentu untuk mendapatkan surat-surat illegal itu suaminya perlu menyuap oknum aparat terkait. Tidak masalah, sebab ternyata penghasilan “ceperan” suaminya ternyata bisa lebh besar ketimbang gaji resminya. Itu sebabnya ia bisa lebih memanjakan istri mudanya dengan limpahan materi ketimbang teman saya sebagai istri sah yang sudah terbiasa hanya mendapat dari sumber yang resmi sejak awal pernikahan mereka.
[caption id="attachment_237722" align="aligncenter" width="673" caption="Rumah Irjen DS di Jalan Perintis Kemerdekaan (foto : news.liputan6.com)"]
Saya ingat pernah menonton wawancara Karni Ilyas dengan Bambang Widjojanto – pimpinann KPK – dalam salah satu acara ILC edisi khusus beberapa waktu lalu. Salah satu concern Bambang adalh uang laki-laki. BW menekankan seorang suami tidak boleh punya uang laki-laki. Sebab inilah sumber ketidakjujuran. Jika pada istri sendiri ia bisa berbohong, bagaimana mungkin bisa dikontrol dari mana saja ia mendapatkan uang. Sebab uang laki-laki inilah yang umumnya sumbernya tak jelas.
Bambang menekankan seorang istri hendaknya bisa menjadi pengendali suami agar tak korupsi. Istri harus tahu betul berapa jumlah gaji yang diterima suaminya, apa saja item penghasilan suami, dari mana saja sumbernya, dan sebagainya. Sehingga kalau ada pemasukan yang tak wajar jumlahnya atau tak jelas sumbernya, istri bisa langsung menanyakan : “ini uang apa? Dari mana? Untuk apa?”. Idealnya memang begitu, masalahnya : bagaimana istri bisa tahu detilpenghasilan suaminya kalau sang suami tak pernah memberitahukannya secara jujur? Katakanlah semua sumber penghasilan resmi dan jumlahnya sudah diketahui istri, tapi ternyata sang suami punya sumber penghasilan lain yang sengaja tak diberitahukan kepada istri – seperti kasus suami teman saya - maka fungsi kontrolistri pun tak akan berjalan.
Apa yang terjadi pada asset-asset Irjen DS tampaknya punya kemiripan dengan modus suami teman saya. Gaji resmi sebagai perwira polisi bisa jadi memang jatuh ke tangan istri sah. Tapi sebagai “oknum” aparat – apalagi berpangkat tinggi dan punya jabatan yang memberikan kewenangan untuk punya akses pada pengadaan barang – sang Jendral bisa saja punya uang laki-laki yang jumlahnya cukup besar, cukup untuk membelikan asset bagi istri simpanan.
Kalau saja penelusuran majalah Tempo hampir 3 tahun lalu ditindaklanjuti KPK dengan mengusut semua nama Jendral polisi yang diduga memiliki rekening gendut, bisa jadi akan ada DS-DS yang lain, yang ketahuan punya asset untuk wanita simpanan atau istri muda. Dan kalau diperluas pada semua tersangka kasus korupsi, termasuk para kepala daerah yang disangka korupsi, bisa jadi akan ada Aceng-Aceng lain dari berbagai daerah.Bukankah Aceng setiap menikahi gadis muda selalu menjanjikan materi? Dari mana sumbernya? Bisa jadi dari uang laki-laki. Sumbernya tak jelas, jumlahnya tak jelas dan mengalirnya pun tak jelas pula.
[caption id="attachment_237724" align="aligncenter" width="663" caption="Tirulah saya, semua uang masuknya ke istri. Tidak ada uang laki-laki, kata Bambang Widjojanto (foto : nasional.news.viva.co.id)"]
Tampaknya memang para suami harus bisa mencontoh apa yang diajarkan Bambang Widjojanto : semua penghasilan suami disampaikan terbuka pada istri, tak ada yang disembunyikan. Para istri pun harus kritis tentunya, jika ada yang ganjil dan diluar yang semestinya, istri harus menanyakan. Dari pada suami kelak masuk penjara karena korupsi, lebih baik saling mengkontrol bukan? Jangan sampai suatu saat istri shock ketika belakangan tahu asset suaminya disita karena diketahui hasil korupsi, sementara peruntukannya bukan buat istri dan keluarga sah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H