Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kami yang Berjibaku Tanpa Upah Baku dan Kartu Jamkesmas di Saku

28 November 2012   06:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:33 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_218716" align="aligncenter" width="565" caption="(foto : jakarta.tribunnews.com)"][/caption]

Hai..., suara apa itu?

Dari tadi ribut melulu

Pelantangnya memekakkanku

Bisa pecah gendang telingaku

.

Oooh..., ternyata kaum buruh bersatu

Meraung-raung konvoi motor melaju

Masuk ke pabrik yang menutup pintu

Pokoknya kalian harus ikut bersamaku!!!

Wajib itu

Supaya kelihatan banyak massaku

.

Kabarnya aksi kemarin itu

Membuahkan upah baru

Sebulan dua koma dua juta sudah ketok palu

Kawan, enaknya bisa naik gajimu...

.

Sekarang demo apa lagi kawanku?

Bukankah sudah dituruti mau mu?

Kini apa lagi tuntutanmu?

.

Oooh..., minta dijamin lansiamu

Kalo beliau yang diatas setuju

Bakal seumur hidup kau nikmati itu

Tanpa perlu kau bayar iuranmu

Sungguh beruntungnya dirimu

Sedang dimanja Pemerintahku

.

13540823251208216451
13540823251208216451

.

Sayang tak ada yang melihatku

Usai subuh sudah kukayuh sepedaku

Tahukan kawan berapa umurku?

Sudah 64 tahun kalau tak keliru

Maklum orangtua jaman dulu

Tak punya kalender di rumahku

.

Berlembar-lembar karung bekas di jok sepedaku

Bakal pembungkus sampah yang jadi jatahku

Berat terasa boncenganku

Entah berapa kilo tumpukan sampah itu

.

Sampai di rumah giliran biniku

Memilah dan memilih sampah sekedar meringankanku

Untuk kuantar ke penge-pool di ujung situ

Kutukar uang beberapa ribu

Sekedar cukup makan nasi lauk tahu

Yang penting kenyang perutku

.

1354082458735829541
1354082458735829541

.

Lain lagi kisah temanku

Jam 3 dini hari sudah ia pikul amben bambu

Yang dia beli hanya batang-batang bambu

Lalu diraut, dianyam dan dipaku

Sampai jadi amben atau bangku

Paling banyak kelar 3 buah seminggu

.

Dengan harga lima puluh ribu

Dia tawarkan amben dan bangku bambu

Berat nian dia pikul benda-benda itu

Dari desanya ke kota beralas sendal jepit butut bukan sepatu

.

Perut masih kosong, sarapan harus  menunggu

Sampai satu amben bisa laku

Baru terbeli nasi uduk lima ribu

Sore hari berharap semua laku

Petang hari kembali kerumah kayu

Seratus lima puluh ribu buat seminggu

Harus dicukup-cukupkan segitu

Sebagian lagi untuk pembeli bambu

.

1354082514885626711
1354082514885626711

.

Lihatlah tiga nenek renta itu

Mereka bukan hendak mengemis meminta uangmu

Dengan sabit tajam di tangan dan kain tersampir di bahu

Siap kerja apa saja, memikul beban berat pun mau

Asal ada beberapa puluh ribu

Penukar lelah, untuk makan anak cucu

.

Tengoklah pula seorang ibu

Pagi buta seekor sapi ia halau

Mencari rumput di lapangan hijau

Tangan kecilnya perkasa menyeret sapi yang belagu

Sebab kalau tak begitu

Dari mana ia dapat upah hari itu

.

135408264734079058
135408264734079058

.

Wahai kalian yang teriak  menggebu,

Usai menuntut ini, besok menuntut itu

Seolah tak ada rasa puasmu

Tak pernah habis keinginanmu

.

Tidakkah kalian berkaca padaku?

Lihatlah, pada siapa kami kan mengadu?

Usia kami sudah dua – tiga kali lipat umurmu

Tak sekalipun kami istirahat berpacu

Dengan waktu dan kesulitan hidup yang menderaku

Tapi kami tak pernah mengeluh, apalagi menuntut seperti kamu

Kami hanya jalani takdir dari Tuhan-ku

.

Aku percaya DIA Maha Tahu

Disela-sela kesulitan yang membelitku

Ada pahala yang tak didapat orang selainku

Yang bersusah payah mandi keringat sekujur tubuhku

Penghapus dosa yang tak bisa ditebus dengan amalan sholat dan sedekahmu

Karena itu kami ikhlas jalani semua itu

Semoga kalian yang lebih beruntung dariku

Bisa lebih mensyukuri karuniaNYA untukmu

.

.

(Maka..., nikmat Tuhanmu yang manakah lagi yang engkau dustakan?!) . .

*semua foto kecuali yang nomer satu

adalah dokumentasi pribadiku

kujepret dari orang-orang di sekitarku

yang kutemui di pagi hari yang bisu

saat kumulai olahraga pagiku

. .

.

Untuk melihat puisi ala ratu sampe bibir maju, silakan click link ini :

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/11/25/ini-kumpulan-puisimu-di-lomba-puisi-atun-511692.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun