Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ferdi, Anak Yatim Penderita Tumor Ganas di Leher Menunggu Uluran Tangan Dermawan

31 Maret 2012   18:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:12 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_172043" align="aligncenter" width="249" caption="Ferdi menangis kesakitan dalam pangkuan Ibunya (foto : dok. Rumah Zakat)"][/caption]

Sabtu sore menjelang jam 3 saya tiba di kantor Rumah Zakat Cilegon. Sesuai pembicaraan saya di telepon dengan Pak Iwan, Manajer Rumah Zakat Cabang Cilegon, kami akan membicarakan tindak lanjut aksi sosial bantuan pembaca Kompasiana untuk Siti dan kampungnya. Berlima – saya, Pak Iwan, Pak Zainuddin, Mas Otong dan Mas Syahid – membahas rencana aksi SIAGA SEHAT di 3 kampung di Cipendeuy dengan target untuk 100 pasien yang menderita sakit. Rencana kegiatan akan kami adakan hari Minggu, 15 April 2012. Kami membicarakan segala hal soal teknis dan biaya dengan mempertimbangkan sisa dana terkumpul bantuan para dermawan pembaca Kompasiana.

Tiba-tiba, 3 lembar foto yang tercecer dari tas Mas Syahid menarik perhatian saya. Mas Syahid ini yang mengawaki program SENYUM SEHAT dengan aksi-aksi Siaga Sehat maupun program bantuan pengobatan khusus bagi kaum fakir dan miskin. 3 lembar foto yang jatuh dari ranselnya menggambarkan seorang bocah laki-laki yang sepintas tampak ganteng hanya saja ukuran kepalanya kelihatan terlalu besar untuk anak seusianya. Mas Syahid menjelaskan itu foto anak yang baru saja ditengoknya kemarin. Ia lalu memberikan kamera sakunya pada saya dan memperlihatkan foto-foto yang sempat dijepretnya. Antara ngeri, miris dan sedih saya melihatnya.

Namanya Ferdiansyah, umurnya baru genap 8 tahun, bulan Januari lalu. Anak ini tinggal bersama Ibunya seorang janda fakir yang tak punya penghasilan dan hanya mengandalkan bantuan dari anaknya yang juga sudah menikah dan berkeluarga. Ayah Ferdi sudah meninggal 4 tahun lalu saat Ferdi masih berumur 4 tahun. Ibunya sendiri, Hambiah, usianya sekarang 57 tahun. Sudah setahun terakhir ini Ferdi menderita tumor yang tumbuh di sekitar lehernya, makin lama makin membesar dan menyakitkan. Ditengarai itu tumor kelenjar getah bening yang ganas. Sudah hampir 1 tahun ini, sejak naik ke kelas 2 SD, Ferdi tak lagi bersekolah. Ia minder karena kondisinya tak sama dengan anak lain. Lagi pula sakit yang tak tertanggungkan membuatnya tak bisa tidur semalaman.

[caption id="attachment_172044" align="aligncenter" width="228" caption="Beginilah ekspresi Ferdi kalau rasa sakit menyerangnya (foto : dok.Rumah Zakat)"]

13332186701065294394
13332186701065294394
[/caption]

Mendengar cerita Mas Syahid, saya makin miris. Mas Syahid lalu menawarkan apakah saya mau menengoknya. Saya pun langsung mengiyakan dan setelah sholat Ashar kami berboncengan menuju rumah Ibu Hambiah di Kampung Ciriu, Kelurahan Samangraya, Kecamatan Citangkil. Sebenarnya dari kantor Rumah Zakat Cilegon hanya 10- 15 menit naik motor. Hanya saja kondisi jalannya yang “off road” membuat perjalanan ke sana tak terlalu lancar. Kami menemui Ketua RT 01/ RW 03, Bapak Rahmad, yang pertama kali mendatangi kantor Rumah Zakat untuk melaporkan warganya yang butuh bantuan.

Pak Rahmad lalu mengantar kami berdua ke rumah Ibu Hambiah. Setiba di sana, Ferdi tampak sedang duduk bersila di “teras” rumahnya sambil menyuapkan makanan ke mulutnya. Melihat kondisinya dan makanan yang ada di depannya, saya sudah tak tega. Ibu Hambiah menyambut kami dengan senyum. Saya langsung melihat rona wajah sabar pada perempuan paruh baya yang rambutnya mulai memutih ini. Sisa guratan kecantikan masih nampak. Saya pun berkenalan dengan Ibu Hambiah. Ia janda beranak 4, Ferdi anak bungsu. 3 kakaknya sudah menikah dengan pekerjaan seadanya dan penghasilan pas-pasan. Sore itu kakak Ferdi yang nomor 3 menemani kami sambil menggendong anaknya yang masih balita.

Tahu bahwa saya ingin bertanya soal penyakit Ferdi, Ibu Hambiah menyuruh putrinya memanggil suaminya. Sebab kakak ipar Ferdi inilah yang selalu mengantarkan tiap kali Ferdi berobat. Gejala sakit Ferdi timbul ketika ia masih kelas 1 SD menjelang naik ke kelas 2. Semula hanya ada benjolan kecil di belakang telinga yang terasa sakit. Ibunya membawanya ke Puskesmas Citangkil. Puskesmas kemudian menyuruhnya berobat ke RSUD Panggung Rawi, Cilegon. Sudah 3x berobat ke sana, Ferdi mendapat obat berupa pil. Tapi obat ini tak banyak menolong, maklumlah RSUD Panggung Rawi sendiri mungkin tak cukup memadai untuk menangani penyakit seperti ini.

[caption id="attachment_172045" align="aligncenter" width="260" caption="Inilah tumor ganas itu, yang makin lama makin membesar"]

13332187612059311751
13332187612059311751
[/caption]

Badan Ferdi makin panas, tidak nafsu makan, tiap kali menelan terasa sakit dan menangis terus. Lama kelamaan badannya makin kecil dan benjolan di leher makin besar. Dari RSUD lalu dirujuk ke RSCM di Jakarta. Berbekal kartu Jamkeskin, mereka ke RSCM. Ferdi sempat dirawat selama 10 hari di RSCM untuk diambil sample darahnya dan entah pengobatan apa lagi. Setelah 10 hari menginap di RSCM, pasien diminta pulang dan disarankan kontrol. Mengingat jauhnya jarak dan mereka hanya naik kendaraan umum, tiap kali berobat berangkat dari rumah jam 6 pagi, jam 11 lewat baru sampai RSCM dan baru saja mendaftar, jam berobat sudah usai, tak ada lagi dokter yang melayani.

Dari 4x bolak balik ke RSCM, hanya 2x yang sempat bertemu dokter. Ferdi disarankan untuk menjalani kemoteraphy. Dari biopsi yang sudah dijalaninya, ia disinyalir menderita tumor kelenjar getah bening yang menurut dokter ganas. Kakak iparnya menunjukkan hasil lab yang ditanda tangani dokter spesialis pada tanggal 28 Pebruari 2012 lalu. Itulah terakhir kali mereka ke RSCM.

Hasil uji mikroskopiknya menyatakan : “sediaan biopsi insisi leher menunjukkan kelenjar getah bening mengandung jaringan tumor ganas tersusun seperti pulau-pulau. Inti sel pleomorfik, umumnya versikuler. Anak intinya kadang lebih dari 1. Sitoplasma eosimofilik. Mitosis ditemukan”. Begitu tulisan yang tertera yang saya kutip utuh. Kesimpulan dari hasil lab itu berbunyi : “Gambaran histologik paling mirip dengan anak sebar karsinoma yang tidak berdiferensiasi yang asalnya tidak dapat ditentukan”.

Selama kami ngobrol dengan Ibu dan kakak iparnya, Ferdi duduk bersandar ke pangkuan Ibunya. Ia seperti keberatan menopang beban di lehernya. Tak lama ia menangis pilu dan mulai mengerang kesakitan. Rupanya ia nervous melihat orang asing dan makin ia gugup, malu atau takut, rasa sakit itu menyerangnya. Kata Ibu Hambiah, kalau tengah malam Ferdi selalu menangis kesakitan seperti itu. Kakaknya membenarkan, Ibunya nyaris tak pernah tidur semalaman sampai pagi mengelus-elus dan mengipasi tubuh Ferdi yang merasa panas.

[caption id="attachment_172046" align="aligncenter" width="461" caption="Sambilmengerang kesakitan Ferdi memegangi lehernya,meringkuk di selembar kasur tipis ( foto : dok.pribadi )"]

1333218839492989087
1333218839492989087
[/caption]

Dengan kondisi sakit seperti itu, Ferdi hanya terbaring di atas selembar kasur sempit yang sudah tipis, tanpa alas dan seprei. Alas tidur Ibunya lebih mengenaskan lagi, sudah setipis karpet musholla dan tak jelas lagi warnanya. Kursi yang saya duduki dan meja alas saya menulis sudah tak lagi layak disebut perabot. Dengan kondisi ibunya yang fakir dan hanya mengandalkan biaya makan sehari-hari dari kakak-kakaknya yang juga hidup pas-pasan, memang mustahil membiayai pengobatan Ferdi. Saat ini Rumah Zakat sedang mengupayakan mencari donatur yang bersedia menyumbangkan sebagian hartanya untuk membantu biaya pengobatan dan operasi Ferdi.

Melalui tulisan ini, sekali lagi saya ingin mengetuk hati pembaca yang mungkin masih memiliki sedikit kelebihan rejeki, untuk bahu membahu mengumpulkan rupiah demi rupiah, sekedar meringankan penderitaan bocah yatim yang sudah tak lagi bersekolah. Kami ingin merubah tangisan Ferdi menjadi senyuman. Anak ganteng itu harus bisa kembali bersekolah seperti anak seusianya. Masa depannya masih panjang dan hanya dengan pendidikan lah kita bisa memutus mata rantai kemiskinan.

Kita mungkin sama dengan 230 juta rakyat Indonesia yang sedang resah karena himpitan beban ekonomi yang makin tak ramah. Ancaman kenaikan BBM yang sudah didahului kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, membuat banyak diantara kita mengeluh bahkan mencaci maki carut marut negeri ini. Padahal, ketika saya melihat Ferdi yang meringkuk sambil mengerang kesakitan sembari memegangi lehernya di atas selembar kasur tipis, saya merasa alangkah “kaya”nya saya karena Tuhan masih memberi saya kesehatan yang prima, kesempatan untuk bekerja setiap hari dan saya masih bisa makan cukup 3x sehari.

[caption id="attachment_172047" align="aligncenter" width="234" caption="Ibu Hambiah memeluk buah hatinya, selalu sabar meski harus bergadang tiap malam karena tangisan Ferdi )foto : dok. Rumah Zakat)"]

13332189501250227299
13332189501250227299
[/caption]

Tak terasa, air mata saya mengalir ketika menuliskan kisah ini. Saya malu pada Tuhan kalau saya tak pandai bersyukur. Saya malu pada Sang Pencipta yang telah memberi saya banyak kelebihan dibandingkan Ferdi dan Ibunya, tapi tak mampu berbuat sesuatu selain mengeluh dan menyalahkan. Ampuni hamba, Ya Allah, kalau hamba selalu lupa mensyukuri nikmatMU. Jangan Engkau murkai kami karena tak pandai bersyukur dan tak mau berbagi. Masih terngiang di telinga saya rintihan dan tangisan Ferdi. Saya di sana tak sampai setengah jam, padahal Ibunya semalaman dan setiap hari harus mendengarkannya.

Saat ini, kemampuan saya hanya menarikan jemari di atas tuts keyboard laptop dan membuat tulisan ini. Tapi saya punya harapan besar, Tuhan akan membantu meringankan derita Ferdi dengan membukakan hati pembaca yang masih punya sedikit kelebihan rejeki. Berbagi tak akan membuat kita kekurangan. Tak ada orang yang jatuh miskin karena menolong anak yatim. Tuhan justru menjanjikan akan mengganti dengan jumlah yang berlipat ganda. Semoga – seperti ketika saya menulis tentang Siti – banyak pembaca yang terketuk hatinya. Ini hanya sebuah upaya untuk mengajak kita bergandengan tangan menyelamatkan sesama. Semoga ber-Kompasiana memberi nilai lebih dengan memberikan kita peluang untuk beramal.

NB : contact person Rumah Zakat untuk program Senyum Sehat : SYAHID,  HP 085691120775. Untuk nomor telpon kantor Rumah Zakat Kota Cilegon : 0254 – 385443.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun