[caption id="attachment_164799" align="aligncenter" width="370" caption="sumber : Solopos.com"][/caption]
Akhirnya, mobil Kiat Esemka yang kini resmi berganti nama Esemka Rajawali, akan memasuki babak baru yang sangat penting, yaitu menjalani uji emisi. Hari ini, Jumat 24 Pebruari 2012 mobil itu akan dikendarai dari Solo menuju ke Balai Thermodinamika Motor dan Propulsi (BTMP) Serpong, Tangerang, tempat uji emisi dilakukan. Tentunya segala persiapan teknis terkait pengujian kelaikan jalan mobil itu sudah dipersiapkan dengan cermat dan hati-hati. Hanya saja, ada yang menggelitik hati saya : ritual jamasan!
Mobil Esemka Rajawali pada malam Jumat semalam dimandikan dengan “air suci” berisi kembang setaman tujuh rupa dari sebuah bejana perak berukuran cukup besar. “Air suci” itu sebelumnya sudah didoakan. Yang memandikan dimulai dari Wali Kota Solo Joko Widodo dan Wakil Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo. Hadir pula anggota DPR RI KRMT Roy Suryo dan anggota DPRD Solo serta pemuka agama dari berbagai macam agama.
Upacara ritual jamasan itu dilengkapi dengan sesaji berupa satu set tumpeng lengkap yang berisi nasi gurih, ingkung, beras putih, sambel goreng ati, kerupuk rambak, jajan pasar dan kedelai hitam. Sedangkan seluruh body mobil dikalungi dengan rangkaian bunga pandan, melati, kantil. Menurut Koordinator Proses Jamasan Esemka Rajawali, Bambang Suhendro, kembang setaman, mawar jambon, mawar merah dan putih, kantil kuning dan kantil putih, kenanga dan melati untuk membersihkan dari sukerto atau halangan selama perjalanan.
Saya jadi tak habis pikir dengan semua upacara ritual ini. Proses uji emisi adalah prosedur teknis yang kelolosannya ditentukan oleh terpenuhi tidaknya sejumlah persyaratan teknis berdasarkan parameter-parameter tertentu sesuai standar yang telah ditetapkan. Begitu pun keselamatan perjalanan mobil Esemka yang mungkin baru kali ini akan dipakai secara nonstop melakukan perjalanan jarak jauh dari Solo sampai Tangerang, sesungguhnya lebih banyak ditentukan oleh kehandalan teknis dan performa mesin mobil, didukung oleh kesiapan dan kemahiran pengendara. Jika semua faktor itu sudah dipenuhi, maka harapan mobil itu akan sampai dengan selamat di Tangerang dan lolos uji emisi, layak digantungkan.
Tentu, sebagai manusia yang telah melakukan berbagai upaya teknis, pendekatan dialogis untuk memuluskan perijinan, termasuk upaya politis dibantu pemberitaan gencar bernada postif mengenai wacana mobil nasional, sudah selayaknya tidak melupakan doa sebagai bentuk penyerahan diri kepada Sang Maha Kuasa. Sah-sah saja dlakukan doa bersama, seluruh warga Solo dan siapa saja yang mendukung mobil Esemka berhak memanjatkan doa demi kesuksesan mobil karya anak-anak SMK itu agar mendapatkan bisa menjadi mobil dengan prinsipal dan brand Indonesia pertama yang berhasil dirakit oleh siswa-siswa sekolah di Solo.
[caption id="attachment_164801" align="aligncenter" width="420" caption="Perankat ritual : "]
Tapi haruskah doa itu dikotori dengan ritual yang mengandung unsur kesirikan? Saya membaca 3 artikel berita dari sumber yang berbeda : Solo Pos, Detik Oto dan Kompas, serta melihat tayangannya di televisi, semuanya menunjukkan bahwa ritual jamasan itu bukan sekedar pagelaran seni budaya tanpa kandungan ritual. Sudah jelas ada penyebutan “air suci” yang tak lebih dari air biasa yang diletakkan dalam bejana (ada yang menyebut bejana perak, perunggu, kuningan, entah mana yang benar), lalu dimasukkan kembang tujuh rupa.
Ummat Islam mengenal air zam-zam sebagai air yang dipercaya berkhasiat. Sumber air yang telah mengalir ribuan tahun dan tak pernah kering meski setiap hari jutaan manusia dari berbagai belahan bumi mengambilnya. Air itu pun telah “menampung” doa jutaan manusia sejak jaman dulu, namun demikian tak pernah ada anjuran untuk memandikan suatu benda – termasuk juga tidak untuk memandikan seseorang – agar bisa selamat.
Ummat Hindu pun mungkin mengenal istilah air suci dalam perspektif agama mereka. Entah itu air suci yang berasal dari Sungai Gangga, misalnya. Ummat agama Katholik, Kong Hu Chu, dll bisa saja memiliki kepercayaan terhadap air suci sesuai perspektif ajaran agama yang mereka anut dan yakini. Jika kemudian upacara itu didahului dengan doa bersama 6 tokoh agama di Solo, sedangkan yang yang didoakan adalah air berisi kembang setaman yang tak mewakili air suci menurut agama masing-masing, maka tentunya upacara ritual jamasan itu bukan bagian dari ritual doa sesuai agama dari 6 tokoh agama yang dimaksud.
Dari mana munculnya persepsi bahwa air itu kemudian menjadi air suci yang jika mobil itu dimandikan dengan air suci maka akan selamat perjalanannya? Apalagi kemudian kembang 7 rupa itu dimaksudkan sebagai penolak halangan. Ini makin tidak masuk di akal sehat. Keberadaan sesaji komplit juga makin menunjukkan bahwa upacara ritual ini memang ditujukan untuk memohon keselamatan BUKAN kepada Allah SWT bagi ummat Islam. Sebab memohon kepada Allah sama sekali tak membutuhkan syarat adanya sesaji semacam tumpeng dll. Saya rasa dalam agama Nasrani pun tidak demikian. Saya punya teman dari Thailand, Kamboja, Laos yang kesmeuanya beragama Budha, mereka pun tidak memerlukan sesaji macam itu untuk berdoa. Jadi, sebenarnya doa itu dipanjatkan kepada “tuhan” yang mana?
[caption id="attachment_164802" align="aligncenter" width="300" caption="Mobil Esemka yang telah dikalungi berbagai macam bunga untuk penolak halangan, dimandikan dg air suci (sumber : forum.kompas.com)"]
Saya termasuk yang mendukung Jokowi ketika beliau meng-endorse siswa-siswa SMK dengan mobil buatan bengkel Pak Sukiyat. Bahkan saya pernah membuat tulisan di Kompasiana yang membahas dari sudut pandang politis kenapa banyak pejabat yang sirik pada Jokowi ketika Jokowi mempopulerkan wacana mobnas dimulai dengan menjadikan mobil Kiat Esemka menjadi mobil dinasnya. Terus terang saya ikut bangga dan sekecil apapun upaya anak bangsa untuk menghasilkan produk buatan bangsa sendiri, patut kita dukung dan bukan dikerdilkan sejak awal.
Sayangnya, setelah melihat tayangan dan membaca berita tentang prosesi jamasan dan ritual minta keselamatan yang menyimpang dari ajaran agama dan mengandung unsur syirik. Allah sudah menyerahkan kepada manusia untuk urusan duniawi manusia diperintahkan berikhtiar semaksimal mungkin. Rasulullah Muhammad SAW pun pernah berkata : “kamu lebih tahu tentang urusanmu”. Jadi untuk aspek teknis manusia memang dibebaskan untuk berupaya, karena manusia dilengkapi dengan akal pikiran. Namun untuk hasil akhir, manusia tetap diperintahkan untuk berserah diri pada Allah, Tuhan semesta alam.
Apalagi jika itu menyangkut keselamatan. Sebab semua bencana dan malapetaka tak akan menimpa kita tanpa ijin Allah. Manusia melakukan apa yang menjadi bagiannya : mengecek kehandalan teknis, melengkapi dengan surat-surat yang diperlukan, mempersiapkan diri dengan kondisi badan yang fit dan tidak mengkonsumsi alkohol maupun narkotika, dan terakhir tentu saja mematuhi semua aturan berkendara dan tetap berhati-hati. Maka biarkan Tuhan menjalankan apa yang menjadi bagianNYA : mengabulkan doa kita dan menjaga perjalanan hingga selamat sampai tujuan. Jadi sama sekali bukan rangkaian kembang 7 rupa yang akan menghalau halangan, bukan siraman air suci dari bejana logam yang menyelamatkan dari kecelakaan.
Sungguh sangat disayangkan, proses teknis dari mobil Esemka yang sudah mendapatkan pujian dan dukungan dari banyak pihak, pada perjalan akhirnya justru dikotori oleh prosesi lebay! Sebuah ritual berlebihan yang tidak perlu ada. Sebab mobil adalah produk teknologi modern. Kecanggihannya diperoleh dari kehandalan teknis otomotif, bukan dari proses bertapa 40 hari 40 malam di sebuah gua nan angker, dengan melakoni poso mutih – yaitu hanya minum air putih – dan tidak berhubungan dengan manusia lainnya. Tidak!
Esemka sebagai salah satu cikal bakal mobnas tetap mengacu pada kaidah teknologi modern, bukan klenik! Sayang sekali, kenapa justru klenik dan ritual magis yang justru mengantarkannya berlaga menjalani uji teknis? Dengan jamasan Esemka Berharap Lolos Uji Emisi, tulis Solo Pos. Lalu kalau semua bisa selesai dengan ritual jamasan, masih pentingkah kehandalan teknologi otomotif? Sebenarnya kita sedang maju menuju negara berteknologi mutakhir, atau kembali ke jaman Ken Arok memesan keris dari Mpu Gandring yang harus menyelesaikannya lewat proses bertapa?
Referensi :
http://www.solopos.com/2012/solo/dengan-jamasan-esemka-berharap-lolos-uji-emisi-165172
http://oto.detik.com/read/2012/02/23/224544/1850365/1207/esemka-jalani-ritual-jamasan
http://regional.kompas.com/read/2012/02/24/05162738/Mobil.Esemka.Diguyur.Air.Kembang.Tujuh.Rupa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H