Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mantan Napi Koruptor Boleh Jadi Caleg 2014? Wah..., Selamat!

1 Februari 2012   11:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:11 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adalah putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materiil atas 3 pasal pada UU tentang Pemilu dan Pemda yang dilakukan oleh Robertus, eks terpidana pada kasus pembunuhan di Pagar Alam, Sematera Selatan, yang kemudian mengundang kontroversi. Keputusan MK itu membolehkan mantan narapidana yang pernah menjadi terpidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih dapat menjadi peserta pemilu. Berbekal putusan MK itu, Robertus berniat mencalonkan diri menjadi Caleg pada Pemilu 2014.

Saat ini Komisi II DPR melalui Panja Pemilu sedang melakukan revisi UU Pemilu dan mereka akan mengakomodir Putusan MK tersebut. Dalam dialog di TV One pagi tadi, hakim MK Akil Mochtar menjelaskan dasar pemikiran MK memutuskan demikian. Menurut Pak Akil, kita tidak boleh mematikan hak politik warga negara. Misalnya ada seseorang yang pada masa remajanya pernah terlibat tawuran sehingga menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Lalu remaja itu divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara. Jika kelak saat dewasa dia sudah insyaf dan menjalani hidup sebagai orang baik-baik, kemudian berniat menjadi caleg, masa iya seumur hidup vonis yang pernah diterimanya itu menjadi kartu mati bagi hak politiknya untuk mencalonkan diri.

Logika Pak Akil Mochtar mungkin bisa diterima. Apalagi Pak Akil juga mencontohkan bahwa hal tersebut juga untuk mengakomodir mantan napi yang melakukan sesuatu di luar kesengajaannya. Misalnya pelaku tabrakan lalin yang divonis 5 tahun karena korbannya meninggal dunia. Tapi bagaimana dengan napi kasus korupsi? Bukankah negara kita sudah sepakat bahwa korupsi adalah extra ordinary crime alias kejahatan yang luar biasa? Korupsi tentu harus dibedakan dari perilaku tawuran, tabrak lari atau perkara hutang piutang yang kemudian berlanjut ke pidana misalnya.

Menurut Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif Lingkar Madani, para koruptor dapat memperoleh pengampunan fisik atas kejahatannya namun, tidak dengan sendirinya menganulir kejahatan politik yang telah mereka lakukan. Pasalnya, mereka telah mengkhianati kepercayaan masyarakat, khususnya, mempergunakan jabatan publik untuk mengkhianati negara. "Korupsi merupakan kejahatan sempurna terhadap negara yang korbannya adalah keadaban, moralitas, kepercayaan, uang negara, manusia dan kemanusiaan," ungkap Ray.

Oleh sebab itu Lingkar Madani menolak dibolehkannya mantan napi korupsi menjadi caleg. Menurut Ray, menjadi aneh kalau mereka yang telah berbuat jahat terhadap negara namun, masih diberikan peluang untuk kembali dapat menempati posisi-posisi penting di negara. Sebab, politik merupakan hajat besar dan titik pertemuan kepentingan setiap warga negara untuk berbagai kebaikan sosial. Sedangkan korupsi adalah penghianatan atas komitmen sosial tersebut. "Oleh karena itu, pelakunya sudah selayaknya diasingkan dari komunitas politik itu," ungkapnya.

Memang MK beralasan mereka mengabulkan gugatan Robertus perihal mantan napi boleh menjadi caleg dengan pemikiran pengajuan caleg dilakukan oleh parpol, sehingga diharapkan parpol-lah yang melakukan filtering terhadap caleg yang akan diajukan. Parpol yang baik tentunya memiliki kriteria seperti apa caleg yang akan mereka ajukan dan diharapkan parpol bisa memberikan pendidikan politik kepada konstituennya.

Salah satu nara sumber yang diundang TV One, juga menyarankan parpol yang menerima caleg mantan napi, harus bisa memberikan pendidikan politik kepada calon pemilih dengan terus terang mempublikasikan masa lalu sang caleg. Bila perlu, dapat dilakukan kampanye untuk tidak memilih caleg tersebut. Haah?! Mana mungkin itu terjadi?! Seorang caleg yang mengajukan dirinya untuk ikut dalam kontestasi pemilu, pasti sudah memiliki perjanjian dan kesepakatan tersendiri dengan parpol. Termasuk apa yang sering disebut “mahar” dan “gizi”. Jadi sangatlah sulit diterima akal jika parpol sudah menerima caleg yang bisa membayar “mahar” yang besar dan memberikan “gizi” yang cukup untuk parpol, lalu parpol akan melakukan kampanye untuk tidak memilih calegnya yang pernah bermasalah di masa lalu. Ini sungguh tak masuk akal sama sekali dan tak mungkin terjadi sebuah parpol mengajukan seorang caleg lalu mengkampanyekan keburukan orang tersebut dan mengajak untuk tidak memilihnya.

Selama ini sudah jamak bahwa parpol-parpol justru tidak melakukan pemberdayaan/ pendidikan politik kepada masyarakat pemilih. Bahkan kondisi pemilih di level akar rumput yang masih lugu dan mudah diarahkan, justru merupakan potensi besar bagi parpol untuk mendulang suara. Dalam suatu komunitas masyarakat yang kurang mendapatkan akses informasi publik, karena berbagai keterbatasan, maka makin mudah mengarahkan pemilih saat ajang pemilu/pilkada. Cukup “pegang” tokoh masyarakat setempat, bisa dijamin sekampung, sekecamatan, akan ikut nurut dan manut pilihan si tokoh.

Peneliti pada Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM Hifzil Alim mengatakan "Kalau partai cerdas, masa mantan koruptor dipilih. Kan masih ada caleg yang berintegritas". Menurut Alim, menjadi caleg memang hak politik setiap warga negara. Tetapi pada kondisi tertentu hak politik boleh dihilangkan. Terlebih para koruptor telah merugikan rakyat dengan merampok uang negara. "Sudah rugikan negara karena kebijakan koruptif kemudian maju jadi caleg, ini kan berat," katanya. Menurut Alim, parpol yang menerima eks koruptor menjadi calegnya patut dicurigai partai itu menerima dana hasil dari kejahatan. Syarat caleg harus berintegritas bertentangan dengan perbuatan para koruptor.

1328070021103832659
1328070021103832659

Sementara itu, dari kalangan parpol sebagai contoh Partai Demokrat yang mengusung slogan “Katakan TIDAAAKK pada KORUPSI” juga ikut mengamini perihal bolehnya mantan napo koruptor menjadi caleg. Bukankah hal ini sangat bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang digaungkan Presiden SBY?! Inilah yang membuat nara sumber lainnya heran, jika menyangkut hal yang demikian kok cepat sekali DPR mengakomodir. Maksudnya : ketika ada keputusan yang memberikan peluang bagi koruptor untuk maju lagi menjadi caleg, kenapa DPR seperti kegirangan menyambutnya dan segera mengakomodir dalam RUU Pemilu?

Di sisi lain, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak mempersoalkan mantan koruptor menjadi calon legislatif (caleg). Dengan catatan, yang bersangkutan mengumumkan secara terbuka kepada publik atas perbuatannya dan ancaman pidananya dibawah 5 tahun. "Tidak ada masalah selama yang bersangkutan mengatakan kepada publik. Tidak boleh dipisahkan antara koruptor dengan non-koruptor," kata Wakil Ketua DPP PKS bidang politik, Agus Poernomo, seperti dikutip Faktapos.com. Selain mantan koruptor, PKS juga tidak mempersoalkan residivis menjadi caleg. Menurut Agus, residivis bisa menjadi caleg apabila telah menjalani hukumannya dan bukan pelaku kejahatan berulang-ulang.

Residivis bukankah pelaku kejahatan berulang-ulang? Sebab memang putusan MK atas 3 pasal itu dinyatakan inskonstitusional bila tak memenuhi empat syarat yang ditetapkan MK yaitu:

1.Tak berlaku untuk jabatan publik yang dipilih (elected officials);

2.Berlaku terbatas jangka waktunya hanya selama lima tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya;

3.Dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;

4.Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang (residivis).

Wah…, kira-kira, Pileg 2014 nanti bakal diramaikan nama-nama mantan koruptor enggak ya? Jangan-jangan tante Ayin bisa ikutan nyaleg. Atau Pak Syaukani, mantan Bupati Kukar yang proses peradilannya dihentikan karena alasan beliau sakit, nanti kalau 2014 sembuh siapa tahu beliau juga ikutan nyaleg? Atau Gayus kalau bebas nanti siap tahu berminat jadi caleg, dia cukup “potensial”, bukankah dulu pernah menawarkan diri untuk jadi Staf Ahli Kapolri?

Para koruptor umumnya hukumannya singkat, hanya 2-3 tahun dikurangi remisi ini itu biasanya baru dijalani setahun saja sudah bebas. Jadi 2014 nanti mereka bisa mendaftar lagi, bawa “mahar” dan “gizi” yang banyak, terpilih lagi dan mulai bancakan lagi di DPR. Asyik benar hidup di Indonesia bagi para koruptor. Selamat deh! Bisa meramaikan bursa Caleg 2014.

Sumber :

1.http://www.detiknews.com/read/2012/01/31/092258/1829967/10/parpol-cerdas-harus-tolak-eks-koruptor-jadi-caleg

2.http://www.faktapos.com/nasional/16053/pks-tidak-persoalkan-mantan-koruptor-jadi-caleg

3.http://www.faktapos.com/nasional/16057/lima-tolak-mantan-koruptor-jadi-caleg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun