Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lion Air, Masih Layakkah Dipertahankan Sikap Semena-mena pada Penumpang?

5 Agustus 2014   23:53 Diperbarui: 4 April 2017   17:42 5733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_336650" align="aligncenter" width="608" caption="Foto bukti borading pass yang dobel (foto diambil dari facebook Murni Nyaristi)"][/caption]

Sekitar 3 hari lalu, saya membaca satu status panjang yang di share di timeline facebook teman saya. Isi status itu adalah curhat salah seorang penumpang Lion Air saat akan mudik lebaran pekan lalu. Karena terlalu panjang kalau seluruh isi surat tersebut saya kutip disini, baiklah saya ringkas saja poin-poin kejadiannya, kalau ingin membaca langsung dari status orang yang mengalami kejadian itu (namanya Murni Nyaristi), silakan click DISINI.

1.Murni Nyaristi adalah penumpang pesawat Lion Air bernomor penerbangan JT 550, rute Jakarta–Jogjakarta, Sabtu, 26 Juli 2014 pukul 15.50 WIB. Ia tiba di bandara Soetta, check in kira-kira pukul 13.00 dan mendapatkan seat bernomor 29F, melalui gate A9.

2.Pukul 14.10 ia masuk ke ruang tunggu gate A9, melihat papan layar schedule penerbangan JT 550 ada di gate A6. Ia mendatangi petugas informasi dan dijawab bahwa yang tertulis pada boarding pass sudah betul, pesawat JT550 boarding melalui gate A9.

3.Pukul 15.50 petugas Lion Air mengumumkan bahwa pesawat JT550 mengalami keterlambatan dan dijadwalkan terbang pada pukul 16.50 (delay 1 jam).

4.Pukul 16.40 petugas bandara mengumumkan agar seluruh penumpang pesawat JT550 naik ke pesawat melalui gate A6, tidak pada gate A9 (artinya yang tertulis di boarding pass dan dikonformasikan petugas informasi Lion Air adalah keliru). Penumpang berlarian ke gate A6

5.15 menit kemudian, setelah petugas Lion Air 3 kali mengumumkan agar penumpang segera masuk pesawat melalui pintu A6, tiba-tiba terdengar pengumuman bahwa pesawat JT 550 tidak jadi terbang pukul 16.50, namun dijadwalkan terbang pada pukul 17.50 (delay lagi 1 jam).

6.Pukul 17.30, kembali para penumpang diminta untuk naik ke pesawat melalui pintu A6.

7.Setelah naik ke pesawat, ternyata seat nomor 29F telah diduduki penumpang lain, yaitu penumpang transit pesawat dari Batam. Penumpang tersebut memiliki boarding pass dengan nomor seat sama dengan milik Murni (lihat foto kedua boarding pass tsb.). Murni mendatangi pramugari dan ia diminta menunggu untuk dicarikan tempat duduk lain.

8.Ternyata tak ada lagi tempat duduk kosong. Murni mulai curiga Lion Air menjual tiket melebihi kapasitas tempat duduk penumpang. Ia belum juga mendapat tempat duduk sementara pesawat akan take off. Kemudian diajak salah seorang petugas bernegosiasi di depan pintu masuk pesawat dengan alasan “tidak enak kalau didengar penumpang lain”.

9.Kemudian ia diminta keluar pesawat oleh petugas yang men-check jumlah penumpang dengan janji akan diberi kompensasi. Murni bersikeras tidak mau keluar pesawat dan sempat bertanya kenapa bukan salah seorang pramugari saja yang turun untuk memberikan tempat duduk padanya. Sungguh diluar dugaaan, salah satu pramugari berani membentak Murni dan mengatakan Murni sungguh tidak punya rasa kasihan pada penumpang lain yang menunggu take off. (catatan : padahal kasus Murni terjadi justru karena kesalahan Lion Air yang tak punya rasa kasihan pada penumpang dengan menjual tiket melebihi kapasitas dan mencetak boarding pass “kembar” dengan nomor seat yang telah diduduki penumpang sejak dari Batam).

10.Salah satu penumpang pesawat menghampiri Murni dan menawarkan tempat duduk anaknya untuk ditempati, dia berkorban memangku anaknya agar pesawat segera terbang. Namun Murni menolak karena ia tak mau mengambil hak orang lain.

11.Karena tak tega melihat penumpang lain yang sudah mengalami delay 2 jam dan karena salah satu petugas menjanjikannya dapat terbang dengan pesawat berikutnya pukul 19.00 serta mengganti kompensasi, akhirnya Murni turun dari pesawat, kemudian diantar ke business lounge Lion Air yang sudah tidak lagi menyediakan makan malam dan diminta menunggu Manager on duty untuk kompensasi dan penggantian pesawat.

12.Pukul 19.30, Manager on duty bernama Andi Handoko datang dengan membawa tiket pengganti. Murni menanyakan kompensasi yang dijanjikan, namun manager tersebut terlihat mencibir dan mengatakan nanti saya ganti uang 100 ribu, sambil berkata “mbak mau nggak naik pesawat lain ini, pesawatnya sudah mau berangkat”. (catatan : apakah sikap manager on duty itu mewakili arogansi Lion Air dalam memperlakukan penumpang yang sudah tak punya pilihan dan pasti mau diberikan kompensasi berapapun asal bisa terbang malam itu juga?)

13.Pada tiket pengganti tertera pesawat JT 568 berangkat pukul 19.00, padahal saat itu sudah pukul 19.30. Andi menjawab pesawat mengalami delay. Karena takut ditipu oleh Lion Air lagi, Murni mau naik pesawat pengganti asalkan Andi mengantarnya hingga duduk dalam pesawat untuk memastikan pesawat belum berangkat dan tidak lagi ada lagi double seat.

14.Andi bersedia mengantar dan memberikan secarik kertas kuitansi untuk kompensasi Rp. 100.000,00. Murni tak mau menerima uang tersebut dan karena tak tahan dengan perlakuan Lion Air, ia menyobek kuitansi tersebut dan melemparkannya ke Andi. Andi marah dan mengatakan Murni tidak sopan, lalu meninggalkannya. Menurut Murni, kata maaf bahkan tidak terucap dari mulut Andi sejak pertama kali bertemu, bahkan sekedar makanan pembuka puasa pun tidak diberikan. (catatan : pedulikah Andi bahwa Lion Air jauh lebih tidak ber-etika dalam memperlakukan penumpang? Lupakah Andi bahwa sikapnya terkait uang kompensasi sangat melecehkan tanpa mempertimbangkan kondisi psikis dan fisik penumpang yang sedang berpuasa, kelelahan menunggu sejak siang, dibelit masalah akibat kelalaian Lion Air dan tidak sedikitpun diberikan buka puasa? Apakah hal itu masih lebih sopan dan manusiawi dalam pandangan Andi? Bukankah wajar reaksi Murni yang menolak uang kompensasi yang tak sebanding dengan penderitaannya – termasuk dipermalukan di depan penumpang lain?)

15.Pelayanan buruk Lion Air tak hanya sampai disitu. Pesawat JT 568 yang dijadwalkan terbang pada pukul 19.00 ternyata mengalami delay hingga pukul 23.00. Penumpang pesawat JT 568 berkali-kali komplain ke petugas informasi untuk mengetahui kepastian kedatangan pesawat, dan meminta kompensasi seperti peraturan UU yaitu makan malam dan uang pengganti, yang hingga jam 22.30 belum diberikan. Kompensasi makan malam yang diminta para penumpang JT 568 baru datang pada pukul 22.30, lima menit sebelum penumpang diminta naik pesawat. Uang ganti kerugian seperti klausul PM No.77 tahun 2011 bahkan tidak diberikan, padahal penerbangan baru diberangkatkan lebih dari jam 11 malam.

===============================================

Lion Air mengalami delay, sudah jadi berita basi yang terulang setiap hari. Malah aneh kalau Lion Air bisa terbang on schedule! Lion Air delay 1-2 jam? Hebat itu! Sebab delay 4 jam itu sudah biasa bagi Lion Air. Kalau anda penikmat berita TV swasta, hampir tiap bulan selalu saja ada berita insiden keributan penumpang Lion Air dengan awak maskapai tersebut di bandara mana pun. Kejadian biasanya dipicu keterlambatan yang sudah tak lagi bisa ditolerir. Sudah terlambat berjam-jam, tak ada satu pun petugas yang bisa dimintai konfirmasi, penumpang diterlantarkan begitu saja tanpa kompensasi apapun. Jadi wajar kalau penumpang yang kesal kemudian mengamuk dengan merusak peralatan kantor milik Lion Air di bandara. Coba saja anda googling dengan kata kunci “penumpang lion air mengamuk” atau “penumpang lion air terlantar”. Dalam hitungan detik akan muncul puluhan ribu tautan berita, foto, video dari beragam kejadian berbeda di berbagai bandara di tanah air sepanjang tahun kapan saja. Bahkan yang terakhir bulan Juli 2014 pun ada.

Beberapa waktu lalu malah sempat terjadi para penumpang tidur di landas pacu bandara Soetta, karena pesawat Lion Air dari Jakarta menuju Solo yang seharusnya berangkat sejak petang hari, delay hingga larut malam dan baru akan diberangkatkan esok paginya. Penumpang yang membawa anak kecil terpaksa menidurkan anak mereka di kursi pesawat. Banyak anak kecil yang sudah menangis rewel bahkan muntah-muntah karena tak tahan berada di dalam pesawat. Dengan kondisi perut lapar dan tak ada kompensasi penginapan, akhirnya beberapa penumpang pria memilih tidur di landasan pesawat. Semua itu terekam dalam tayangan berita beberapa stasiun TV Swasta. Manusiawikah ini? Makanan baru diberikan ketika pemumpang sudah meminta dengan memaksa, sementara fasilitas hotel hanya dijanjikan tanpa realisasi. Hello Lion Air..., we make you fly or we make you cry?!

Pernah juga beberapa waktu lalu insiden penumpang yang nekad membuka pintu darurat di bandara Sam Ratulangi, Manado. Awalnya pesawat mengalami keterlambatan. Lalu penumpang diminta masuk ke dalam pesawat, tapi pesawat tak segera diberangkatkan. Sementara pintu pesawat telah ditutup, pendingin udara sama sekali tak terasa dingin. Padahal di luar matahari terik memanggang burung besi itu. Bisa dibayangkan seperti apa kondisi ratusan penumpang di dalam pesawat yang ikut terpanggang. Sesak napas, kepanasan, anak kecil/balita mulai menangis, orang dewasa kesulitan mendapat udara segar. Sementara awak kabin hanya merespon dengan memberi tissue untuk melap keringat yang bercucuran. Salahkah jika kemudian ada penumpang yang nekad membuka pintu darurat? Ya, secara prosedural memang salah. Namun mereka orang awam soal teknis, yang mereka mau hanyalah mendapatkan udara segar agar ratusan penumpang tak sesak napas dan terpanggang. Foto-foto detik-detik penumpang membuka pintu darurat dan suasana kacau di dalam kabin pesawat, bisa dilihat di SINI.

Rasanya sudah cukup publik disuguhi kejadian-kejadian buruk dari maskapai berlambang ‘singo abang’ ini. Dulu sekali, sekitar tahun 2000an, Lion Air terkenal dengan bagasinya yang tidak aman. Kerapkali keluhan kehilangan sebagian isi bagasi penumpang Lion Air muncul di surat pembaca media massa. Saya sendiri pada Desember 2005 dalam penerbangan dari Balikpapan menuju Surabaya mengalami koper saya dibuka paksa ritsletingnya (paku pembuka masih menempel di ujung ritsleting) dan isinya berantakan. Memang tak ada yang hilang, karena koper tersebut sebetulnya kosong, hanya wujud kopernya saja yang bagus, agar tak kosong melompong saya isi dengan oleh-oleh makanan khas Samarinda. Mungkin koper bagus tapi isinya enteng dikira berisi barang berharga.

Lalu sekitar 2-3 tahun lalu kita beberapa kali disuguhi berita pilot Lion Air yang tertangkap mengkonsumsi shabu. Alasannya : mereka butuh doping karena jadwal terbang yang padat. Lion Air memang selalu membanggakan jumlah armadanya yang banyak dan rutenya yang beragam. Namun apa artinya semua itu kalau pilot dan crew kabin jumlahnya tak memadai? Sehingga untuk menerbangkan pesawat masih harus menunggu pilot yang sedang menerbangkan pesawat lainnya?

Bukan sekali dua kali kita dengar kabar Lion Air tak mematuhi ketentuan perundangan soal kompensasi bagi penumpang akibat penundaan penerbangan dalam jangka waktu sekian jam. Secara bisnis, kalau semua keterlambatan penerbangan itu ditindaklanjuti dengan pembayaran ganti rugi sesuai ketentuan, pastilah Lion Air sudah lama merugi. Sebab keterlambatan berjam-jam itu terjadi hampir tiap minggu (bahkan ada yang mempelesetkan LION = Late Is Our Nature). Nah, kalau pada Undang-Undang saja Lion Air bisa seenaknya saja mengabaikan, apakah ini bukan bentuk arogansi terhadap hukum dan perundangan? Lalu apa sikap otoritas berwenang di bidang penerbangan? Masa “penyakit laten” Lion Air seperti ini dibiarkan saja tanpa sanksi? Kalau ada teguran tapi masih tetap saja tak ada perbaikan performa, tidakkah perlu ada pemberatan sanksi? Ingat, dulu Adam Air juga terlalu lama dibiarkan seenaknya sendiri, sampai akhirnya terjadilah tragedi 1 Januari 2007 yang mengenaskan. Akankah pemerintah juga diam saja sampai menunggu Lion Air makin parah memperlakukan konsumennya? Apalagi pemilik maskapai kini sudah berada di dalam partai politik, aman deh!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun