Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Jika Merek Dagang Sudah Identik dengan Suatu Produk

13 Agustus 2014   23:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:37 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407923520733605711

[caption id="attachment_337931" align="aligncenter" width="512" caption="Dengan kata apa anda menyebut barang-barang di atas? Menyebut merk atau nama barang? (foto koleksi pribadi)"][/caption]

Sabtu malam kemarin saya butuh highlighter untuk menandai bagian-bagian penting yang saya baca. Ternyata highlighter satu-satunya yang ada di kotak ATK saya sudah kering. Entah karena sudah terlalu lama tak dipakai atau memang sudah habis. Sepertinya memang highlighter itu sudah habis sekaligus sudah kering. Esok paginya usai senam saya mampir ke supermarket, langsung menuju ke rak alat tulis. Ternyata disitu tak saya temukan highlighter. Akhirnya saya tanyakan pada pramuniaga di situ “Mas, ada Stabilo?”, sengaja saya menyebut merek karena saya yakin ia akan bingung kalau saya sebut highlighter, lagi pula memang merek itu yang saya inginkan. Si Mas menjawab “Oh, ada di sini, Bu”, ia mengajak saya pada kotak kaca tempat mendisplay berbagai macam bolpen, dll. Ia mengangsurkan sebatang highlighter merek Ken**. Saya menolaknya, karena saya mencari yang merek Stabilo dengan alasan kualitasnya lebih baik dan hasilnya masih bagus meski dalam waktu lama.

Akhirnya saya ke supermarket lain. Kali ini pun sama, saya tak menemukan highlighter di rak ATK.

“Mas, ada Stabilo enggak?” tanya saya pada pramuniaga yang kebetulan lewat.

“Ini. Bu”, katanya seraya menunjuk highlighter merek Ken** yang tergantung di rak pajangan.

“Bukan Mas, saya cari Stabilo”, saya menambahkan.

“Lho, ibu cari apa toh?”, katanya heran karena dia merasa apa yang ditunjukkannya benar.

“Saya cari Sta-bi-lo, kalo ini kan Ken-**”, kata saya.

“Oh..., gak ada Bu, adanya yang ini”.

Saya pun urung membeli. Sambil berpikir : kira-kira kalau saya ke tempat lain, apakah persepsi mereka sama? Artinya ketika saya sebut merek dagang sebuah produk highlighter, tapi yang diberikan merek lain. Sebaliknya, kalau yang saya sebut nama produknya, akankah mereka tahu barangnya?

Itulah uniknya jika sebuah merek dagang sudah identik dengan produk/barang itu sendiri. Pernahkah anda membeli “Aqua” tapi diberi merek lain? Atau bahkan anda sendiri menyebut “Aqua” untuk produk AMDK (air minum dalam kemasan) meski jelas mereknya lain? Asisten rumah mungkin akan mengatakan “Bu, Molto-nya habis” untuk menyebut pelembut dan pewangi pakaian. Padahal yang digunakan merek-nya bisa berganti-ganti. Atau mungkin ada orang bilang “Beli Baygon yang merek HIT” untuk menyebut obat pembasmi serangga cair. Mungkin juga anda pernah bilang akan beli Pampers padahal produk diapers yang anda ambil merek “Mami Poko” misalnya.

Kadang kebanyakan orang bahkan sudah tak tahu apa nama produk tersebut, karena yang lebih populer justru merek dagang tertentu. Sebut saja “Honda” yang selalu disebut orang untuk merujuk pada jenis sepeda motor bebek. Akibatnya, bisa saja ada orang mengatakan “Naik Honda Mio”, nah, bingung kan? Bahkan para pedagang makanan kaki lima yang memasang tulisan “Jual Internet (Indomie-telor-kornet)” juga belum tentu bahan bakunya merek Indomie. Bisa saja dia sediakan banyak varian merek mie instant. Masalahnya, nama produk “mie instant” jarang disebut, orang kebanyakan menyebut “Indomie”. Dulu, tahun ’80-an saat TVRI masih boleh menyiarkan iklan, produk mie instant yang terkenal dan identik dengan produk adalah “Supermie”. Dulu orang menyebut mie instant dengan “supermie”. Jarang terjadi sebuah merek dagang yang sudah populer dan identik dengan produk, tergantikan oleh merek dagang lain.

Dulu sekali, konon ada merek pasta gigi bernama “Odol”. Itu sebabnya orang dulu menyebut pasta gigi dengan kata “odol”. Sayangnya merek dagang itu tak mampu bertahan bahkan kemudian punah dan tergantikan oleh merek “Pepsodent” yang sempat bertahan lama merajai pangsa pasar pasta gigi sehingga merek dagang itu sempat identik dengan produk pasta gigi. Sebaliknya, merek kamera yang sekarang sudah punah, Kodak, masih kerap di sebut oleh masyarakat awam yang awam dengan istilah kamera. Sebab bagi sebagian orang ‘djadoel’, kamera itu ya “kodak” meski mereknya bisa saja Canon atau Nicon. “Gak bawa kodak?” adalah pertanyaan yang diajukan untuk maksud “Gak bawa kamera?”

Sampai sekarang, orang masih menyebut “Sanyo” untuk merujuk pada mesin pompa air. Saya bahkan tak tahu apa saja merek mesin pompa air, sebab sudah terlanjur identik dengan Sanyo. “Waduh, Sanyo-nya mati, gak ada air nih”, itu keluhan yang keluar kalau pompa air sedang mati. Orang di daerah kota kecil saya, Bondowoso, menyebut “naik kol (Colt)” untuk menyebut nama moda transportasi antar kota. Awalnya mungkin memang kendaraan yang dipakai adalah jenis Colt Diesel. Namun, meski kemudian banyak juga digunakan Daihatsu Hijet atau Suzuki Carry, sebutannya tetap saja “Colt” (dilafalkan “kol”).

Dan..., tahukah anda bahwa “Teh Botol” itu sebenarnya nama merek dagang? Dulu di awal munculnya pada pertengahan tahun ’70-an, memang hanya ada satu-satunya teh yang dikemas dalam botol beling (botol kaca). Selain itu hanya ada soft drink, yang kemasannya juga dalam botol kaca. Jadi untuk membedakannya cukup sebut “teh botol” saja. Selama puluhan tahun “Teh Botol” tak memiliki pesaing. Kemudian muncul pula teh kemasan namun dalam wadah kotak kardus. Sehingga disebut “Teh Kotak” dan pada saat itu dengan menyebut “teh kotak” orang sudah tahu apa yang dimaksud. Kedua merek dagang tersebut – “Teh Botol” dan “Teh Kotak” – menjadi identik dengan produk. Orang bahkan mungkin tak banyak yang peduli bahwa sesungguhnya itu nama merek dagang. Barulah pada tahun 2000-an muncul teh kemasan dalam berbagai bentuk kemasan : tetrapack, kotak, botol plastik. Kini, aneka merek teh kemasan selalu menyebutkan merek dagangnya. Namun kedua merek pioner tersebut tetap saja menjadi merek dagang yang identik dengan produk.

Tahukah juga anda bahwa sesungguhnya “Tip-ex” itu nama merek dagang dari produk penghapus ketikan? Dulu ketika orang masih memakai mesin ketik manual, kalau terjadi kesalahan ketik maka diperlukan cairan yang mampu menutup kesalahan ketik itu, jika telah kering bisa ditimpa dengan ketikan yang benar. Nah, “Tip-ex” itulah cairan putih yang cara pemakaiannya disapukan dengan kuas di atas obyek yang akan dihapus. Lalu ditiup-tiup sebentar agar kering, barulah bisa diketikkan kata yang benar. Masalahnya, kalau kita tak menyebut “tip-ex” saat akan membeli barang itu, akankah kita katakan “Saya butuh cairan penghapus ketikan yang salah”? Sepertinya terlalu panjang dan ribet. Kalau anda sebut “beli tip-ex”, maka pramuniaga akan langsung paham apa yang anda butuhkan. Meski yang disodorkan belum tentu merek “Tip-ex”. Sama halnya kalau anda katakan akan beli Stabilo, akan lebih mudah dipahami daripada menyebut highlighter, meski nanti yang anda dapatkan bisa saja merek lain.

Nah, apa lagi merek dagang di sekitar kita atau di daerah anda yang sampai sekarang lumrah disebut orang untuk merujuk pada suatau produk/barang tertentu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun