Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

4 Milyar untuk DPR Kita yang Suka Bolos Sidang

28 November 2011   04:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:06 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_152196" align="aligncenter" width="492" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Sebagai karyawan yang bergelut di urusan HRD, saya cukup mengenal beberapa jenis mesin absensi yang menggunakan pemindai sidik jari. Meski tak ingat pasti aneka merk dan typenya, saya masih ingat awal tahun ini saya ditugaskan untuk mengadakan mesin absensi sidik jari untuk dipasang di beberapa site operasional perusahaan kami. Penawaran dari beberapa agen penjual mesin tersebut cukup beragam, tergantung pada fungsi dan feature yang tersedia serta tampilan report yang dihasilkan mesin tersebut. Dari yang termurah – mesin buatan China – seharga 2,5 jutaan per unit, sampai yang termahal sekitar 6 jutaan. Setelah mempelajari brosur, akhirnya kami memanggil salah satu agen yang menawarkan mesin dengan feature paling lengkap. Pihak agen pun melakukan presentasi dan kami menyampaikan kebutuhan kami untuk site yg memang karakteristik jam kerjanya cukup unik dan para pekerjanya umumnya berpendidikan rendah. Akhirnya kami sepakat dengan harga 6,5 juta per unit sudah termasuk penambahan/ modifikasi program khusus sesuai permintaan kami.

Beberapa hari kemudian barang dikirim, esoknya teknisinya datang ke lokasi dimana mesin akan dipasang. Lalu mereka meng-install program pada PC yang sudah kami sediakan. Tak perlu membeli PC baru dengan spesifikasi khusus. Cukup memanfaatkan PC yang sehari-hari dipakai staf kami untuk administrasi. Selanjutnya tinggal staf kami memasukkan data nama karyawan, nomor induknya, unit kerjanya dan data lain sesuai kebutuhan. Mulailah dijadwalkan setiap karyawan diambil specimen sidik jarinya untuk dimasukkan ke dalam memory program. Setelah dilakukan verifikasi, maka mesin absensi pemindai sidik jari siap diaplikasikan setiap hari. Sebuah mesin kapasitasnya mampu menampung sampai 2500-an data. Dan karena jumlah pekerja kami di masing-masing site hanya berkisar 300-400 orang, maka mesin tersebut sebenarnya under capacity. Teknologi memang mudah dan murah. Selain membuat segala urusan jadi lebih mudah, makin lama sebuah mesin/alat/piranti akan makin kecil dimensinya, makin ringan bobotnya, makin canggih performanya, namun makin murah harganya. Tengok saja PC, laptop, notebook/netbook, HP, BB atau smartphone jenis lainnya. Tiap kali dirilis type baru, modelnya biasanya lebih handy dan harganya relatif lebih murah daripada type sebelumnya ketika pertama kali dirilis. Itu sebabnya saya terbelalak dan nyaris tak percaya ketika membaca running text di TV swasta bahwa biaya pengadaan mesin absensi elektronik di DPR mencapai 4 milyar! Saya mikir, berapa banyak sih mesin absensi yang dibutuhkan Gedung DPR? Katakanlah setiap Fraksi minta disediakan 1 unit mesin absensi khusus untuk monitoring kehadiran saat rapat Fraksi dan diletakkan di ruang Fraksi, berarti butuh 9 unit mesin absensi. Lalu setiap Komisi minta 1 unit mesin yang khusus untuk sidang komisi dan dipasang di ruang Komisi, berarti perlu 11 unit mesin absensi. Satu lagi mesin absensi untuk diinstall diruang Rapat Paripurna. Semuanya ada 21 unit mesin absensi. Soal PC, cukup 1 saja sebagai server datanya. Semuanya tak akan sampai 200 juta rupiah sudah komplit dengan modifikasi program dan instalasi pemasangan mesin dan kabelnya. Sebab mesin ini bukanlah mesin yang rumit dan besar. Cukup melubangi tembok sedikit saja untuk memasang sekrup untuk menempelkan mesin ke dinding mesin, sudah bisa terpasang. Sebuah sekolah SMK yang pernah saya kunjungi di Surabaya awal tahun 2008 lalu, sudah memasang alat ini di depan kelas. Tentu tak setiap kelas, tapi beberapa kelas memakai 1 unit mesin absensi. Dan sekolah itu SMK Negeri yang siswi-siswinya bukan anak orang berduit. Kalau 3 tahun lalu saja sebuah SMK yang tidak "kaya" bisa memasang peralatan tersebut untuk pencatatan absensi siswanya, artinya investasi untuk peralatan ini memang tidak mahal dan tidak perlu dukungan komputer canggih untuk mengoperasikannya. Lalu, dari mana angka 4 milyar itu tiba-tiba muncul? Pikiran iseng saya timbul. Saya coba hitung ada 560 orang anggota DPR, dikalikan 6 juta rupiah, hasilnya 3,36 milyar. Ditambah mark up sana sini, bisalah dibulatkan jadi 4 milyar. Ooh.., rupanya Setjen DPR maunya memberikan 1 unit mesin absensi sidik jari kepada setiap anggota dewan yang terhormat. Jadi mereka bisa absen dari mana saja. Ketika masih tiduran di kamar pribadi di rumahnya, sambil kongkow di cafe sebuah mall, saat sedang bernegosiasi bisnis di resto sebuah hotel bintang 5, atau saat jalan-jalan di luar negeri. Jadi dijamin mereka selalu "hadir" rapat. Bukankah selama ini mereka sudah terbisa begitu? Fisiknya tidak ikut rapat, tapi tanda tangannya ada, lengkap! Raganya tidak hadir di Senayan, tapi komisi/tunjangan rapatnya tetap bisa diterima utuh! Begitulah DPR, berlagak sadar dengan pentingnya pemantauan kehadiran anggotanya, tapi sebenarnya tak jauh-jauh dari urusan proyek pengadaan barang. Dan jangan ditanya kenapa harganya bisa semahal itu, toh rakyat sudah berkali-kali disuguhi tontonan pengadaan fasilitas untuk anggota DPR yang harganya tidak masuk akal. Masih ingat kan soal pembelian mesin cuci, laptop, dan terakhir rencana pembangunan komplek gedung baru yang akhirnya dibatalkan. Tapi bukan anggota DPR namanya kalo tidak cerdik mencari momentum. Kali ini, dengan dalih ingin menertibkan kehadiran anggotanya dalam rapat-rapat, siapa yang akan menghalangi rencana ini? Hmm..., sungguh rencana yg terpuji tapi dilakukan dengan kurang terpuji. Anehnya, belakangan ada beberapa anggota DPR yang menolak pembelian mesin absensi itu dan minta dibatalkan karena anggota DPR bukan pegawai yang harus absen, katanya. Nah lho! Siapa tahu angka 4 milyar itu memang sengaja di buat, agar rakyat menolak dan lagi-lagi anggota DPR yang memang sangat pemalas dan sering mangkir dari tugasnya sebagai wakil rakyat, akan terbebas dari pantauan tingkat kehadirannya. Mestinya, jika memang harga 4 milyar ini dianggap terlalu besar, mestinya anggota DPR harus memanggil Setjen DPR yang menghitung anggarannya dan tanyakan kenapa harus sebesar itu? Apa perlu studi banding ke luar negeri hanya untuk tahu berapa harga mesin absensi sidik jari? Bukankah cukup menggerakkan jari-jari di atas laptop canggih atau gadget terbaru yang mereka miliki, Oom Google akan membantu memberikan info terbaru soal harga mesin itu di pasaran. Jadi…, sebenarnya DPR emang punya tekad kuat untuk mendisiplinkan diri tanpa harus menghamburkan uang rakyat atau tidak?! Haruskah 4 milyar uang rakyat melayang hanya demi menertibkan wakil rakyat?! Atau..., biarkan saja mereka tetap malas dan sering mangkir, dengan alasan mesinnya kemahalan?! Saya cuma bisa berdecak sambil geleng-geleng kepala. Wakilku emang cerdik dan berakal bulus!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun