MENGELOLA POTENSI KENGGULAN DAN KEMERDEKAAN MENUJU KESEJAHTERAAN
Oleh : Ir. Dian Kusumanto
(tulisan yang tercecersejak tahun 2009, 6 tahun yang lalu)
Angka 4 juta hektar memang sangat ’mengerikan’. Ada teman yang bilang, ”ngerii..nggaak..!!”. Pencetus angka 4 juta hektar Aren adalah Bapak Prabowo Subianto, pendiri Partai Gerindra, Ketua HKTI, Ketua para Pedagang Pasar Tradisional, seorang Purnawirawan militer dan seorang Calon Presiden. Pada tulisan yang lalu saya menyebut beliau sebagai ”Proklamator Revolusi Aren Indonesia”, ya... karena dari beliaulah angka 4 juta hektar itu.
Memang potensi lahan kita masih sangat luas, banyak lahan-lahan yang kritis, tidak produktif. Banyak hutan-hutan yang sudah gundul, yang sudah tidak memberikan kontribusi proporsional kepada negara dan masyarakat. Selama ini kita belum berdaya untuk bisa memanfaatkannya menjadi produktif dan memberi kontribusi terhadap masalahmasalah yang dihadapi bangsa dan masyarakat. Potensi itu masih terbiarkan, masih disia-siakan, belum disyukuri sebagaimana mestinya. Syukur atas anugerah Illahi akan kemerdekaan, akan potensi yang besar. Namun seolah-olah bangsa kita ini tidak merdeka mengatur sendiri potensi besarnya, bahkan untuk mengatasi masalah-masalah bangsa sendiri.
Ada teman yang bilang, kita baru diantar pada pintu gebang kemerdekaan, hanya di pintu gerbangnya, belum sampai kepada tempat yang penuh dengan kemerdekaan. Harusnya selama 64 tahun Indonesia merdeka, bangsa dan masyarakat kita juga sudah merdeka dan sangat maju. Tetapi itu belum terjadi. Ya.. sebabnya antara lain, kita masih terkotak-kotak, terutama dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada.
Visi nasional kita masih kabur, masih dipahami secara berbeda-beda, masih ditutupi oleh interesinteres pemikiran yang beragam, baik oleh sikap premordialisme, bisnis kelompok dan individual, keuntungan sesaan, sikap-sikap parsial kedaerahan, borok-borok mental korup pejabat, dll.
Di benak kita bangsa Indonesia dpenuhi oleh informasi-informasi yang kontra produktif, sehingga pemikiran dan konsep yang bagus pada awalnya kemudian memasuki tahap selanjutnya seolah-olah memasuki ’wilayah yang kacau’, sehingga kemudian konsep yang bagus tidak bisa berkembang dengan baik.
Ibaratnya seperti bibit unggul yang bagus, dia tumbuh subur dan sehat pada saat di persemaian yang terjaga dan terpelihara. Namun pada saat ditanam di lapangan atau di lahan, bibit tersebut mengalami stagnasi pertumbuhan, sangat tertatih-tatih perkembangannya. Kebun kita ternyata seperti belum disiapkan kondisinya untuk menumbuhkembangkan bibit yang sudah unggul dan baik tadi.
Saya tidak bermaksud kagum buta dengan Malaysia, sebab pada beberapa hal sebenarnya mereka memiliki kekurangan. Namun yang perlu kita lihat adalah sisi positifnya, yaitu bahwa konsep dan pemikiran itu bisa tumbuh dan berkembang dengan baik pada tataran implementasinya di kehidupan dan di lapangan. Kondisi sosial, ekonomi dan politiknya bisa ’dikendalikan’ dengan baik untuk memberikan wilayah yang cocok bagi tumbuh dan berkembangnya konsep-konsep pembangunan yang mensejahterakan, memandirikan negara bangsa dan masyarakatnya.
Industri kelapa sawit Malaysia termasuk lebih unggul dari Indonesia, meskipun mereka juga menggunakan tenaga-tenaga dari Indonesia. Tingkat pendapatan para petani kelapa sawitnya juga sangat baik. Bahkan program pengentasan kemiskinan untuk ’luar bandar’ alias pedesaan, dipercayakan melalui program sawit ini, sehingga angka kemiskinan di Malaysia sudah sangat turun, meskipun ’angka standard’ batas kemiskinannya lebih tinggi dari Indonesia.
Anak-anak Indonesia juga sangat berprestasi di tingkat internasional, juara-juara sains dan teknologi, juara-juara olimpiade fisika, kimia, matematika dunia seolah selalu menjadi lagganan bagi anak-anak Indonesia. Demikian juga bidang-bidang yang lain, anak-anak Indonesia sangat hebat. Namun bila anak-anak itu meneruskan studinya di Indonesia, potensi yang bagus tadi sulit berkembang. Namun bila anak-anak berprestasi hebat tadi melanjutkan studi di luar negeri yang bagus sistem pendidikannya mereka menjadi sangat hebat.
Pada dunia pertanian dan tanaman memang seringkali begitu, dan dapat dijadikan ilustrasi terhadap ’dunia’ lain pada kehidupan sosial budaya. Bibit yang unggul jika ditanam di tanah-tanah yang tidak kondusif, yang tidak subur dengan cekaman iklim mikro dan makro yang tidak menguntungkan, maka bibit unggul tadi tidak akan tumbuh dengan baik. Seandainya dia terus tumbuh, akan mengalami stress, bisa jadi lantas dikeluarkan bunga dan buah yang tidak semestinya. Tanaman demikian tidak akan menghasilkan produksi yang baik, namun hanya sekedar dapat melanjutkan regenerasinya untuk keturunannya kelak, meskipun dengan mutu keturunan yang kurang baik.
Tanah yang tidak kondusif biasanya bersifat asam, karena memang sedang bermasalah aerasinya, mikrobanya menjadi sangat homogen, reaksi-reaksinya dominan anaerob, pembakaran yang sempurna tidak terjadi karena Oksigennya kurang terakses. Bisa jadi airnya terlalu jenuh, atau struktur tanahnya yang terlalu liat, tidak porous alias porositasnya sangat rendah.
Maka yang akan terjadi adalah dominansinya mikroba-mikroba anaerob yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak bereaksi sempurna dengan Oksigen. Maka yang dominan adalah senyawa-senyawa dengan gugus negatif yang bereaksi masam. Tanah menjadi jenuh dengan racun yang akan merusak atau melumpuhkan ujung-ujung serabut akar tanaman yang sangat peka. Unsur-unsur hara tidak lagi tersedia dengan bebas, namun terjerap atau dikungkung dengan koloid-koloid organik atau koloid-koloid mineral lainya yang tidak sanggup ditarik oleh ujung akar tanaman. Dengan demikian lingkungan kimia tanah tidak memungkinkan bibit tanaman tadi menampilkan potensi keunggulanya.
Demikian juga dengan lingkungan biologisnya, dalam kondisi cekaman tanah yang demikian, kehidupan mikrobiologis di tanah tidak terjadi secara seimbang. Awalnya mungkin ada, namun kemudia karena kondisi tidak kondosif, aerasi kurang, Oksigen tidak mencukupi, struktur tanah tidakproporsional, maka makhluk-makhluk renik tidak bisa berkembang secara heterogen, namun hanya jenis-jenis mkroba tertentu lah yang dapat bertahan.
Lingkungan fisik yang mencekam seperti suhu udara ekstrim, tiupan angin dan udara yang ekstrim, air yang tersedia berlebih atau tidak ada air sama sekali, membuat bibit tidak dapat mengembangkan potensi keunggulannya.
Lalu bagaimanakah caranya akar tanaman atau bibit yang unggul tadi dapat mengembangkan potensinya? Maka kita harus mengembalikan lagi fungsi tanah sehingga secara fisik, kimia, biologis tanah menjadi sangat kondisif bagi pertumbuhan bibit tanaman. Ada beberapa yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut :
Pertama, tidak kondusifnya lingkungan mikro.
Kalau lahan kita tergenang air cukup lama, maka kita harus membuat saluan-saluran drainage yang cukup Dengan drainage yang cukup maka tanah tidak jenuh dengan air dan diatur kondisi kelembaban tanahnya yang cukup. Udara yang membawa O2, N2, dan lain-lain akan dapat memasuki pori-pori tanah dengan lebih dalam.
Mikroba-mikroba yang ada dan idup di dalam tanah akan tercukupi udara dengan proporsional, maka mikroba-mikroba yang hidup lebih banyak dan beragam jenisnya. Mikroba dapat hidup berasal dari bahan-bahan organik sebagai makanannya, dengan kondisi yang optimal aerasi dan iklim mikronya suhu, kelembaban tanah, kandungan air) maka mikroba akan bekerja secara optimal. Hasil kerja mikroba adalah berupa senyawa-senyawa organik yang lebih sederhana, CO2 dan H2O. Dalam bekerja, mikroba tadi memerlukan O2 dan kondisi lainnya yang optimal.
Dalam kehidupan nyata lingkungan sosial, ekonomi, ideologi, politik, budaya, dll. manusia yang tidak kondusif barangkali disebabkan oleh air kehidupan atau rejeki yang tidak merata, maka perlulah diciptakan drainage-drainage kesetiakawanan sosial yang mengalirkan sebagian rejeki, rasa aman, rasa adil kepada wilayah-wilayah yang kurang tercukupi oleh rasa makmur, rasa aman dan rasa adil tadi.
Saluran-saluran drainage yang cukup akan membuat kehidupan masyarakat hidup dengan amat beragam. Semua orang dapat bekerja karena memiliki modal sosial, modal rasa keamanan, modal rasa keadilan yang cukup yang berasal dari area-area yang berlebih melalui saluran-saluran dainage kesetiakawanan sosial, kesetiakawanan budaya, kesetiakawanan berketuhanan, dll.
Seluruh pori-pori kehidupan bermasyarakat mendapatkan udara yang cukup dengan ’bunga-bunga’ Oksigen kehidupan. Dalam kondisi bekerja yang cukup, baik para pekerja akan dapat menghasilkan sesuatu yang berguna sesuai dengan bidangnya masing-masing. Hasil kerja itu laksana enzim yang berguna bagi proses hidup selanjutnya, hasil kerja itu laksana CO2 dan H2O yang berfungsi bagi makhluk yang lebih besar (bibit unggul tanaman) tadi untuk proses fotosintesisnya kelak.
Seandainya sebagian mikroba sudah sangat homogen, maka diperlukan injeksi sumber-sumber mikroba baru yang heterogen yang berasal dari Sapi (atau sumber kehidupan lain yang aktif) yang hidup di daerah setempat. Supaya tanah akan kaya lagi dengan jenis-jenis kehidupan mikro sebagaimana kondisi idealnya pada masa awal-awal sebelum masa atau suasana yang mencekam itu terjadi.
Penulis pernah mengenalkan Sistem Injeksi Mikroba dan Oksigen (SIMO) untuk pola pemupukan tanaman Aren. Tidak lain adalah agar tanah dapat kondosif bagi kehidupan akar tanaman sampai pada batas kedalaman tertentu. Dengan demikian akar akan sangat berkembang lebih dalam lagi dan lebih banyak tersebar. Pada gilirannya unsur hara, air, dll. yang diangkut akan akan menjadi lebih banyak dan mampu menopang kebutuhan bagi tumbuh dan berkembangnya bibit unggul tadi. Dengan demikian bibit unggul tadi dapat mengeluarkan, membuktikan diri, menunjukkan potensi keunggulannya yang hebat dengan produktifitas yang maksimal.
Kedua, lingkungan eksternal (makro) yang mencekam.
Namun seringkali kondisi alam saling mempengaruhi satu sama lain. Cuaca di atas tanah mempengaruhi keadaan di dalam tanah, mempengaruhi pula sistem interaksi antar komponen-kompnen di dalamnya. Keadaan curah hujan, keadaan suhu dara, berhembusnya angin, pancaran sinar matahari yangberasal dari lingkungan di atas tanah berpengaruh kepada lingkungan di dalam tanah. Struktur tanah porositas tanah, kandungan organik tanah, kandungan mineral tanah, keanekaragaman mikroba tanah, sifat-sifat kimia tanah, dll. Juga satu sama lain saling berinteraksi baik dengan sesamanya maupun dengan komponen iklim di atas tanah.
Demikian juga dalam kehidupan ekologi manusia yang sangat dipengaruhi oleh situasi global dunia, situasi politik nasional sampai daerah, kondisi sosial budaya ekonomi keuangan ideologi dan keamanan serta hukum. Ibarat lingkungan di atas tanah, mereka juga saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.
Komponen-komponen lingkungan makro tadi juga santat mempegaruhi sistem di dalam kehidupan manusia sehari-hari, apakah kondosif atau repressif alias tercekam.
Memang keadaan-keadaan ekstrim bisa merangsang munculnya interaksi-interaksi lain yang membuat tantangan baru yang lebih memacu keadaan tertentu Keadaan situasional ini kadang memicu potensi lain di luar kebiasaan, yang kadang bisa menguntungkan untuk jangka waktu tertentu. Namun bisa jadi keadaan ekstrim juga akan mematikan atau melemahkan potensi yang ada, yang membuat pertumbuhan dan perkembangan menjadi stagnan alias mandeg. Pada situasi ini, bisa bertahan hidup dalam siklus yang biasa-biasa saja sudah patut untuk disyukuri.
Bagaimana menurut Anda??
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H