Pada setiap ucapan Natal kepada umat Kristiani, akan selalu disertai juga dengan selamat merayakan Tahun Baru. Jika Natal dirayakan pada tahun 2024, maka Tahun Baru pada tahun 2025. Tahun 2024 meninggalkan banyak warisan berharga untuk memperkuat jalinan kerukunan antar warga negara. Di antaranya adalah semakin terkikisnya politik identitas pada Pemilu 2024 (tidak seperti yang terjadi pada Pilpres 2014 dan 2019 serta Pilkada Jakarta 2017), kembalinya Jamaah Islamiyah kepada NKRI, penyambutan Paus Fransiskus yang hangat, dan perayaan Hari Natal yang damai.
Jika mencermati perayaan Natal Nasional yang dilakukan di Jakarta dan dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto, kita akan bisa paham, bagaimana sesungguhnya kita di mata masyarkat global. Dalam pidatonya, presiden mengatakan bahwa kecemerlangan Indonesia di mata asing adalah kita bisa bersatu dan hidup rukun, bhineka tunggal ika. Ini adalah kehebatan bangsa Indonesia. Begitu kurang lebih cuplikan dari pidato Presiden Prabowo. Pada pidato itu juga dia menyampaikan bahwa dia adalah bukti keluarga Pancasila, karena di keluarganya juga berbeda agama. Ibunya adalh seorang non muslim.
Apa yang disampaikan oleh Presiden Prabowo adalah kenyataan. Bahwa kompleksnya perbedaan di Indonesia adalah bukti bahwa keberagaman itu tidak terelakkan. Jika pada masa Nusantara dulu, keyakinan yang paling dominan adalah aliran kepercayaan dam Hindu Budha, maka seiring waktu dan berbagai dinamikanya, Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri jika dengan keadaan seperti itu, pengelolaan keberagaman itu menjadi hal terpenting agar semua hal bisa berjalan dengan baik dengan Pancasila sebagai dasar dan filosofi negara.
Namun memang tidak bisa dipungkiri jika kerukunan atau harmoni dalam keberagaman Indonesia itu mengalami tantangan yang cukup keras. Mulai dari pengaruh gejolak di Suriah yang ditunggangi oleh kelompok radikal  dengan dalih Jihad di bumi Syam yang diketahui merancang gerakan serupa di Indonesia.
Selain itu tantangan klasik yang sudah ada di negara kita selama beberapa waktu adalah diskriminasi terhadap kelompok minoritas dan kebangkitan ormas radikal ekstremis dari senja kala juga masih menjadi isu. Pelarangan ibadah, pembubaran jamaah gereja, pembatasan ekspresi keagamaan, dan kampanye khilafah terselubung masih ditemui di tahun 2024.
Menghadapi semua hal ini, maka pada tahun 2025 kita harus bersunggung-sungguh mengelola keberagaman dengan baik untuk mewujudkan harmoni Indonesia ke depan. Hanya dengan situasi yang harmoni kitab isa melanjutkan cita-cita berbangsa dan bernegara dengan baik pula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H