Globalisasi, apasih globalisasi?
Pengertian globalisasi adalah masuknya budaya, ideologi, pengaruh dari suatu negara ke negara  lain dan atau proses masuknya suatu negara dalam pergaulan internasional. Proses globalisasi mengandung implikasi bahwa suatu aktifitas yang sebelumnya terbatas jangkauannya secara nasional, secara bertahap berkembang menjadi tidak terbatas pada suatu negara (borderless).
Menurut opini saya sendiri, globalisasi adalah hal yang membuat batas-batas antar negara menjadi  semakin transparan dalam berbagai bidang, yang dampaknya membuat setiap negara saling berkaitan erat.
Globalisasi gak penting?
Saat membaca tulisan ini, kamu pakai gadget made in mana? Atau pc dari negara mana? Jam dinding yang menggantung, keramik yang kamu injak, bahkan internet yang kamu pakai saat ini adalah contoh kecil globalisasi lho. Globalisasi tanpa disadari telah banyak mengelilingi kita, menjadi gaya hidup kita, dan mungkin juga sudah menjadi kebutuhan salah satu dari kita. Masih berpikir globalisasi gak penting?
Dalam imaji saya, proses globalisasi seperti..
Bayangkan saja globe, setiap negara adalah cat air dengan warna berbeda-beda, dan batas setiap negara adalah pembatas dari setiap cat air, tiba-tiba batasnya ada yang berlubang, lambat laun setiap warna akan saling tercampur, berwarna-warni di globe.
Globalisasi sendiri seperti pedang bermata dua, memiliki sisi positif dan negatif. Dampaknya juga ada hampir dalam semua bidang. Namun kali ini saya akan mengambil contohnya dalam bidang budaya pangan dunia. Dampak globalisasi bagi bidang budaya pangan dunia yang akan saya nyatakan memiliki batasan dalam negara maju dan berkembang,  menurut opini saya salah satu dampaknya adalah semakin bervariasinya makanan di sekitar kita karena perdagangan antar negara sudah merupakan hal yang  lazim, sekarang kita dengan mudah dapat menemukan daging sapi tenderloin dari Australia, keju mozarella dari Belanda, kurma dari Arab, sayur-mayur import  di supermarket maupun toko toko.
Saat kita ingin makan kuliner khas luar negeri, sekarang pun tak sulit, hanya dengan memesan online lewat internet dengan sekali klik, bisa juga mencoba memasak sendiri dengan buku resep yang juga bisa dibeli secara online, atau dengan mencari resep kuliner luar negeri di internet.
Harga berbagai jenis makanan dari belahan dunia yang berbeda juga terpaut dalam selisih yang masuk akal di kota-kota besar di negara-negara berkembang dan maju. Seperti selisih harga kopi yang hanya terpaut 1% antara benua Asia dan Eropa. Berbeda dengan harga kopi di masa ratusan tahun lalu yang sangat mahal. Rempah-rempah yang dulunya sangat mahal, dan mungkin menjadi salah satu pemicu penjajahan, kini bisa dengan mudah dibeli dengan harga yang tidak sefantastis zaman dahulu kala.
Menjamurnya restoran kuliner luar negeri di negara kita, karena terbukanya investasi modal asing di seluruh dunia, tidak lupa juga dengan fastfood outlet seperti McDonald, KFC, dan lain lain. Terpengaruhnya keseharian makan kita, seperti misal kita sarapan dengan menu sereal gandum, sarapan dengan roti dan selai, sandwich, yang notabene nya jauh dari budaya pangan Indonesia yang umumnya memiliki menu utama nasi. Orang yang memiliki kebiasaan makan dengan sumpit, sekarang bukan hanya dimiliki orang Tionghoa saja, mungkin nun di Afrika sana juga ada orang pribumi sana yang memiliki kebiasaan makan dengan sumpit.Â
Saat ini juga sering muncul menu makanan baru dengan cita rasa perpaduan kuliner luar dan dalam negeri. Mungkin contohnya seperti hamburger sate. Baru-baru ini kita tak menampik adanya menu makanan yang baru, dan mungkin aneh di beberapa restoran, karena semakin zaman selera makan manusia bisa jadi berkembang menjadi berkali lipat.
Budaya vegetarian juga sudah tidak asing lagi di telinga kita, mungkin beberapa dari kita bahkan sudah menerapkan hal itu dalam kesehariannya.
Ada pepatah berkata kesehatan salah satunya bergantung pada apa yang anda makan, dan apa yang anda makan adalah pilihan anda sendiri, dengan berbagai dampak globalisasi yang mempengaruhi budaya pangan kita saat ini, semoga saya dan pembaca bisa menerapkan budaya pangan yang sehat di kesehariannya.
Globalisasi tidak bisa kita tolak, namun bisa kita pilih untuk mengambil sisi baik, atau sisi buruknya. Bayangkan saja globe, setiap negara adalah cat air dengan warna berbeda-beda, dan batas setiap negara adalah pembatas dari setiap cat air, tiba-tiba batasnya ada yang berlubang, lambat laun setiap warna akan saling tercampur, berwarna-warni di globe, namun jika benar benar sudah tercampur aduk, warna warni itu perlahan akan hilang, dan warna yang tertinggal di atas globe hanyalah warna hitam. Masing-masing pribadi dari kita merupakan titik warna dari sebuah negara, untuk menjaganya agar tetap berwarna, warna asli kita boleh saja sedikit tercampur namun sisakan warna orisinilnya meskipun sedikit, jaga baik baik, agar jangan sampai hilang identitas warna itu. Jadilah pribadi yang menghadapi globalisasi dengan bijak.
Jum’at, 16 September 2016.
Oleh : Iqlima Wilda F. F.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H