Sejak malam memeluk lukaku,
Semua kata tentangmu telah terlelap.
Berangsur kopi mulai pahit kembali,
dan detak mulai melemah lagi.
Aku berjalan dengan satu kaki, kulatih meski tertatih agar terbiasa tanpa kaki lain.
Purnama meredup di matamu,
Aku tak lagi berdegup di hatimu.Â
Sedang hati tercabik kenangan, hujan tak lagi membasahi jalanan kota.Â
Ia membanjiri mata dan pipi seorang perempuan pendoa.
Aku mendengar seluruh kota mengamini,
dan seorang laki-laki dikebumikan dengan kata-kata.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!