Hidup telah di rangkai oleh Yang Maha Kuasa dalam ikatan-ikatan yang saling berpasangan. Ketika Adam di ciptakan kemudian Allah menciptakan Hawa sebagai pasangan hidupnya. Mulai dari sinilah kehidupan manusia tidak bisa seorang diri. Harus berpasangan. Kalau Adam dan Hawa adalah cikal bakal kehidupan berpasangan umat manusia maka ada satu hikmah yang sangat luarbiasa yang kita petik adalah manusia bukan manusia individualitas yang menihilkan kebersamaan (sosial). Artinya lagi adalah berpasangan itu adalah satu sunatullah. Namun kenapa pada akhirnya kebanyakan manusia memilih sendiri?
Mars dan Venus begitulah istilah modern untuk mendeskripsikan dua perbedaan antara laki laki dan perempuan. John Gray dalam bukunya Man from Mars dan Woman from Venus banyak menjelaskan bagaimana sebenarnya antara laki laki dan perempuan berasal dari planet yang berbeda secara psikologi. Selanjutnya yang kita pahami adalah bagaimana kalau kehidupan manusia dari Mars dan Venus dipertemukan, maka apa yang terjadi? Iya, manusia Mars akan saling menarik diri dengan manusia Venus.
Tidak heran, kalau akhirnya yang terdengar di permukaan antara kaum dari Mars dan kaum dari Venus sering terjadi konflik, pertengkaran, bahkan berakhir dengan perceraian dalam rumah tangga. Alasan sederhananya adalah susah memahami makhluk dari planet lain. Iya, begitulah kenyataannya.
Menjalani rumah tangga itu ngeri ngeri sedap. Betapa sulitnya menyatukan satu tujuan dengan perbedaan ego masing masing. Ketika perbedaan tidak di lihat sebagai satu anugerah maka rumah tangga kita berakhir dengan pertengkaran. Dan pertengkaran sering berakhir dengan perpisahan. Jangan pernah melihat pasangan kita sebagai malapetaka, namun lihatlah dia sebagai anugerah. Sadarilah bahwa masalah dalam berubah tangga adalah bagian dari test atau ujian kita dalam kehidupan. Kalau kita sikapi dengan ikhlas maka semua akan baik baik saja. Karena sampai kapanpun, dengan siapapun kita menikah, masalah rumah tangga tidak akan pernah berakhir. Solusi cerdasnya adalah cerai dan kemudian hidup sendiri atau kita belajar memahami pasangan kita dengan ikhlas dan sabar.
Rumah tangga mana yang tidak lepas dari masalah-masalah? Manusia teragung sekalipun yaitu Rasulullah juga pernah menceraikan Hafsah istrinya karena sesuatu dan lain hal dan kemudian beliau merujuknya kembali. Artinya adalah "kerapuhan" dalam berumah tangga bisa dikuatkan dengan melihat kekurangan pasangan sebagai satu tantangan bukan kekesalan. Melihat kekurangan pasangan sebagai pengabdian kita kepada pasangan kita dengan mengharapkan pahala-pahala dari Allah.
Kita akan setuju bahwa penghargaan adalah "kebutuhan wajib" dalam berumah tangga. Kalau tidak ada penghargaan maka jangan harap rumah tangga akan berjalan mulus. Lumrah sekali kalau kita berbicara penghargaan, kasih sayang, penghormatan, karena baik pria maupun wanita adalah sama sama manusia yang sangat butuh di hargai, di hormati, di sayangi. Hargai pasangan mu seperti kamu ingin di hargai juga. Hormati pasangan mu seperti kami ingin di hormati juga. Kamu menghormati suamimu bukan karena nafkah yang diberikan namun agama menekankan bahwa suami mu adalah pemimpin untuk mu, maka hargailah dia. Selama dia tidak mengajakmu ke neraka. Begitu juga hargai istrimu, bukan karena apa apa? Namun hargai dia karena dia adalah telah di pilih Allah untuk menyempurnakan kehidupan kita. Sebut saja itu bidadari yang di amanahkan Allah untuk kita.
Ada satu hal lain yang lebih penting dalam berubah tangga yaitu keikhlasan. Apa itu keikhlasan dalam berubah tangga? Adalah dimana kita menerima pasangan kita apa adanya, kekurangannya, ketidaksempurnaannya dengan tidak ada rasa jengkel, rasa tidak suka atau apapun itu. Keikhlasan itu muncul ketika menyadari bahwa inilah pasangan hidupku, kekurangan, sikap, atau apapun itu harus kita terima dengan lapang dada. Namun, sering kali kita ingin terlalu ego memaksa pasangan kita berubah padahal kita sendiri susah di ajak untuk berubah.
Tulisan ini muncul ketika saya menyadari betapa rapuhnya sebuah rumah tangga tanpa ada Allah di dalamnya. Kata-kata bijaknya mungkin seperti ini bahwa tidak seorangpun bisa menghindari permasalahan yang terjadi di dalam keluarga. Keluarga yang ada Allah di dalamnya lebih bisa bertahan dari pada Keluarga yang tidak ada Allah sama sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H