Kisah Duka TKI di Jordania
Oleh : Muhammad Iqbal
Presiden Union Migrant (UNIMIG) Indonesia
www.unimig.org
Pada tanggal 19-24 September 2012, saya dan tim Unimig Indonesia melakukan kunjungan ke Jordania dalam rangka penelitian dan indentifkasi permasalahan TKI di Timur Tengah khususnya TKI Asal Jawa Barat. Kami memilih negara tujuan Jordan, karena negara ini  menjadi salah satu negara tujuan penempatan di Timur Tengah setelah Arab Saudi. Kerajaan Hasyimiyah Yordania, biasanya disebutYordania /Urdunn), ialah sebuahnegaradiTimur Tengahyang berbatasan denganSuriahdi sebelah utara,Arab Saudidi timur dan selatan,Irakdi timur laut, sertaIsraeldanTepi Baratdi barat dengan jumlah penduduk sekitar 6 juta orang.
Kunjungan kami ke KBRI Amman disambut baik oleh Bapak Yusuf Setiawan Atase Tenaga Kerja dan disambut dengan penuh hangat dan kekeluargaan oleh Duta Besar R.I Bapak Zainulbahar Noor dan beberapa Diplomat KBRI, kami diberi pemaparan yang sangat dalam tentang permasalahan TKI dan dijamu dengan makan siang penuh keakraban, beliau sangat mengapreasiasi kedatangan kami karena jarang ada peneliti yang datang ke Jordan untuk memberikan masukan permasalahan TKI, Â kami diberi kesempatan melakukan wawancara dengan para TKI yang berada dipenampungan yang jumlahnya mencapai 58 orang (3 diantaranya mengalami gangguan jiwa) dan 2 orang bayi, sebelumnya jumlah TKI dipenampungan mencapai 300 orang, dan KBRI pada tanggal 18 September 2012 (sehari sebelum kedatangan kami) baru saja memulangkan 241 TKI dan menfasilitasi sekitar 117 TKI asal Syiria. Untuk pemulangan ini pemerintah menyewa pesawat Garuda Khusus untuk memulangkan TKI. Selama tahun 2012, KBRI Amman telah menangani 5.936 kasus. Saat ini telah diselesaikan sebanyak 3.484 kasus.
Di Jordania, menurut data Imigrasi dan KBRI Amman ada sekitar 48.000 TKI yang hampir 100% adalah wanita dan bekerja pada sektor rumah tangga, namun sangat disayangkan hanya 11.000 TKI yang terdaftar resmi dan bekerja secara legal, sisanya adalah illegal. Ada beberapa penyebab TKI menjadi illegal di Jordania, pertama adalah mereka yang dibawa masuk oleh agen-agen/trafficker setelah moratorium, semenjak 29 Juli tahun 2010 pemerintah Indonesia melakukan penghentian sementara/moratorium pengiriman TKI ke Jordania, karena banyaknya kasus dan belum ada sistem perlindungan yang baik dari negara tujuan, namun pasca moratorium berbagai macam cara dilakukan oleh para agen untuk membawa masuk TKI, mulai dari visa turis hingga menggunakan visa on arrival yang diberikan pemerintah Jordania kepada WNI pasca moratorium, dengan demikian banyak TKI yang dibawa masuk tidak dengan visa kerja dan menjadi illegal.
Kedua adalah mereka yang lari dari majikan karena perlakukan yang tidak manusiawi, dan mereka memilih bekerja secara tidak resmi dirumah-rumah majikan baik full time maupun part time. Ketiga adalah mereka yang menjadi korban janji palsu agen dan trafiker, dijanjikan ke kerja di Arab Saudi dan UAE, namun di belokan ke Jordania, banyak  kasus TKI yang lari dan akhirnya ditampung oleh jaringan mafia TKI untuk tujuan eksploitasi atau ada juga menikah dengan warga setempat ataupun pekerja asing dari negara lainnya.
Tingginya  angka TKI yang bekerja secara illegal sungguh sangat memprihatinkan, karena begitu mudahnya pejabat imigrasi kita meloloskan calon TKI ke negara tujuan yang secara resmi sudah di tutup, dan pengiriman TKI secara tidak resmi tersebut bisa dikategorikan illegal. Belum lagi kasus-kasus kekerasan yang terjadi sangat memprihatinkan, ada kasus seorang TKI yang disiksa majikan dan akhirnya meninggal dunia, sebut saja namanya wati TKI asal Jawa Barat tersebut dengan tidak diberi makan dan kekerasan fisik, bahkan ketika datang ke KBRI kondisinya sangat memprihatinkan, luka para disekujur tubuh, dan pendarahan di otak, KBRI segera membawanya ke rumah sakit dan akhirnya nyawanya tidak tertolong, KBRI menunut majikan ke pengadilan dan akhirnya kedua majikannya di penjara (pasangan suami-istri) dan saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan, KBRI memperjuangkan tuntutan 200.000 USD untuk ahli waris korban.
Dalam membantu menyelesaikan kasus-kasus, KBRI aman memiliki pengacara tetap bernama Imad Shargawi (Alternative Solution Law Firm), kantor pengacara menempatkan stafnya untuk stand by di KBRI, dan setiap hari mereka melakukan mediasi dan bila jalan mediasi tidak bisa, maka tuntutan ke pengadilan diajukan. Cara ini cukup ampuh untuk menekan majikan. Namun banyak kasus susah untuk diselesaikan karena status mereka yang illegal dan lemah secara hukum.
Kami diberdialog dengan Imad dan memaparkan permasalahan kasus TKI dan upaya-upaya apa saja yang telah dilakukannya, termasuk upaya Diplomasi mengajak pejabat penting Jordania ke Indonesia untuk melihat langsung kondisi Indonesia sehingga tidak dipandang sebelah mata (para pejabat tersebut terkagum-kagum karena tidak menyangkan Indonesia begitu maju dan negara yang cukup besar dan perekonomian berkembang pesat), bahkan Imad bercerita dengan seringnya ia membela TKI, di Media Massa ia sering di kecam karena lebih membela orang Indonesia dari pada rakyat Jordan sendiri.
Ada juga kasus TKI asal NTB (sebut saja namanya Tini), ia saat ini berada di penampungan KBRI Amman, menurut penuturan Tini ia sudah 5 tahun putus kontak dan tidak berkomunikasi dengan keluarga di kampungnya, selama 5 tahun ia bekerja dengan majikannya ia tidak pernah dibayar dan tidak dibenarkan keluar rumah, ini mungkin sulit diterima akal, namun faktanya begitu, bahkan berbicara bahasa Indonesia awalnya ia susah, karena ia dilarang berkomunikasi dengan orang luar dan tidak boleh menghubungi keluarganya di kampung halaman, bahkan ketika saya tanya alamat lengkap dikampungnya ia susah mengingatnya, karena ketika berangkat usianya baru 17 tahun dan selama 5 tahun tidak pernah berkomunikasi dengan orang luar, namun setelah dicoba diingat-ingat akhirnya ia bisa sebutkan karena rumahnya berdekatan dengan salah satu SMP N di kota Mataram NTB, akhirnya saya melalu fasilitas Blackberry Massenger (BBM) mengirim foto dan alamatnya  ke UNIMIG cabang NTB dan dalam hitungan jam bisa menghubungi keluarganya dan keluarganya sangat terkejut dan terharu karena mereka sudah 5 tahun kehilangan anaknya dan akhirnya kami memberikan kontak telpon KBRI dan melalui KBRI bisa berhubungan via telpon, dan ini merupakan kisah yang sangat mengharukan bagi keluarganya.
Ada juga kisah Melati (bukan nama sebenarnya) di penampungan ia menjadi salah satu pusat perhatian, karena Melati menggendong seorang anak yang menjadi pelipur lara para TKI di penampungan, ia memiliki seorang anak yang sangat cantik berusia 2,5 tahun bernama Malak yang berwajah Arab (kulit putih, mata biru, hidung mancung dan berambut merah), Melati menuturkan bahwa ketika lari dari majikan ia bertemu dengan seorang pekerja Irak, lalu  menurut pengakuannya mereka telah  menikah secara siri (Agama) namun setelah perang di Irak mereda, suaminya kembali ke Irak dan meninggalkan ia dan anaknya begitu saja tanpa ada kabar berita, awalnya suaminya berniat membawa serta anaknya kembali ke Irak, namun Melati berjuangan agar Malak bersama dengannya dan akhirnya ia meminta perlindungan ke KBRI Amman agar bisa dipulangkan ke Indonesia.
Selama di Amman, saya dan tim juga berkunjung ke kantor Federasi Serikat Pekerja Jordan dan Tankeem Human Rights Center yang merupakan salah satu LSM terkemuka di Jordan yang konsen terhadap perlindungan TKI khususnya TKI dari Indonesia. Pengiriman TKI ke Jordania pasca moratorium adalah perbuatan melawan hukum dan dikategorikan trafficking, untuk itu sudah saatnya pemerintah menegakan hukum dan menindak tegas pengirim TKI illegal/trafiker. Wallahu’alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H