TKI di Korea Selatan
Dihargai di Negeri orang di Pungli di Negeri Sendiri
[caption id="attachment_192213" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi-TKI/Kompasiana (KOMPAS.com)"][/caption]
Pada tanggal 26-29 Mei saya berkunjung ke Korea Selatan, selain dalam rangka memenuhi undangan organisasi TKI Korea Selatan “Lingkar Wirausaha Indonesia” dan KBRI Seoul dalam rangka “Capacity Building Training” untuk pengembangan diri dan organisasi saya juga melakukan riset dan membuka cabang Union Migrant (UNIMIG) di Korea Selatan. Ada beberapa pembicara yang dihadirkan yaitu mulai dari motivator Zainal Abidin atau yang dikenal “Bang Jay” penulis buku “Monyet aja bisa cari duit” , Saptuari Sugiharto wirausaha sukses dengan konsep kedai digitalnya dan anggota DPR Bapak Martri Agoeng dari Komisi IX DPR RI Fraksi PKS dalam rangka sosialisasi dan resap aspirasi dalam rangka Revisi Undang-Undang No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI dan perwakilan Himpunan Purna TKI (HPTKI).
Acara diadakan di dua tempat, yaitu di Busan dan Ansan yang merupakan basis TKI di Korea Selatan, disamping itu saya dan pak Martri Agoeng mendatangi kelompok-kelompok organisasi TKI di Korea Selatan, mulai dari Persatuan Pekerja Indonesia (PPI) di Uijongbu, Komunitas Muslim Indonesia (KMI) di Seoul, Indonesia Community in Corea (ICC) in Ansan dan paguyuban lainnya yang berbasis mushola di Seoul dan sekitarnya.
Dari kunjungan kami selama 4 hari di Korea Selatan, ada hal yang menarik, karena penempatan TKI di Korea Selatan dilaksanakan dengan sistem Government to Government (G to G) sejak tahun 2000 an, disini terdapat sekitar 39.000 orang TKI yang bekerja pada sektor formal, baik skill maupun semi skill, ini merupakan jumlah terbesar kedua setelah Vietnam. Di Korsel TKI tidak ada potongan gaji dan terkontrol dengan baik oleh pemerintah karena sistem penempatannya G to G, mereka rata-rata mendapatkan gaji 8 -10 juta yang sebagian besar bekerja pada sektor manufaktur dan perikanan.
Di Korea Selatan TKI mendapatkan jaminan sosial dan perlindungan yang sangat baik, mulai dari asuransi, jaminan sosial berupa jaminan hari tua dan kesehatan, iuran jaminan sosial dibayar sharing antara pekerja dan majikan sehingga mereka mendapatkan jaminan sosial dan perlindungan yang memadai. Disamping itu pemerintal Korea Selatan juga memiliki “migrant Centre” atau yang dikenal juga dengan shelter yang disediakan pemerintah lokal dimana konsetrasi pekerja asing berada, disana menjadi pusat konsultasi, mediasi kasus dan aktifitas yang membina para pekerja migrant dari berbagai negara. Majikan di Korsel sangat menghargai TKI yang rajin dan pekerja keras sesuai dengan budaya mereka, bahkan tidak jarang majikan juga ikut bekerja langsung dengan pekerja lainnya.
Beberapa permasalahan yang dialami TKI di Korsel adalah mereka yang dipekerjakan pada sektor “fishing” atau perikanan, karena banyak kasus ketika sebelum berangkat dijanjikan pada sektor manufaktur namun sesampai disana mereka ditempatkan pada sektor perikanan yang pekerjaannya lebih berat dan gaji lebih kecil, cuaca musim dingin yang ekstrim banyak pula ditemui kasus TKI yang meninggal mendadak karena kelelahan dan kedinginan, sehingga diperlukan fisik yang kuat ketika bekerja di Korsel, kejutan budaya yang dialami oleh TKI , seperti mabuk dan berkelahi dengan pekerja asing dari negara lain
Keluhan TKI
Selama dalam dialog, keluhan TKI justru mereka mengeluhkan maraknya pungli di dalam negeri, selama pra penempatan mereka mengakui banyak modus dan peran oknum aparat pemerintah yang meminta uang kepada mereka, mulai dari oknum petugas seleksi yang meminta uang agar mereka bisa cepat diberangkatkan, penukaran mata uang ilegal di tempat pelatihan, tawaran joki agar bisa lulus hingga oknum petugas imigrasi yang meminta uang lebih dalam proses pembuatan paspor, bahkan anggota keluarga mereka mengeluhkan oknum pihak Bank yang memotong kiriman uang mereka serta oknum petugas kantor pos yang meminta uang kepada keluarga apabila TKI mengirim paket pos dari Korea Selatan. Mereka juga mengeluhkan pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang membuka celah oknum petugas di Bandara untuk meminta uang agar bisa berangkat. Wallahu’alam.
Muhammad Iqbal
Presiden Union Migrant (UN(IMIG) Indonesia
www.unimig.orgEmail : unimig@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H